Laki-laki berpawakan tegas tengah sibuk melihat berkas-berkas pasien yang baru saja ditanganinya beberapa menit yang lalu. Setelah memastiakan tidak ada yang salah laki-laki itu mengangkat wajahnya menatap dua laki-laki berseragam di depannya. "Siapa yang sakit?"
Revan dan Aldo saling lirik. Mereka baru saja dikagetkan dengan Dokter yang menangani Audy adalah seorang spesialis kejiwaan bukan rehab medik.
Aldo menggeleng. "Gak ada, sih."
Kemudian seorang perawat masuk ke ruangan serba putih itu. "Dok, mereka wali dari Nona Audy."
Raka menatap keduanya bergantian kemudian ia berkata, "walinya masih sekolah? Keluarganya belum bisa dihubungi?"
Perawat itu menggeleng pelan.
"Ya sudah, saya bicara dengan mereka dulu," ucap Raka, perawat itu pun keluar dari ruangan. Revan dan Aldo masih diam dengan pikiran masing-masing sampai Raka berdeham membuyarkan lamunan mereka. "Kalian teman dekatnya Audy?" tanya Raka.
"Iya," jawab Revan.
"Tapi, gak begitu dekat sih," tambah Aldo.
Raka mengangguk mengerti kemudian berdiri mengambil map hitap bertuliskan Audrey Natalia Putri. Raka kembali duduk, membuka map itu dan berkata, "Saya bingung harus memberitahu siapa, keluarganya ada di Melbourne dan tidak bisa dihubungi."
Revan menghela napasnya, ia langsung tahu alasan mengapa keluarga Audy tidak bisa dihubungi.
"Jadi, Audy sudah sembuh. Dia tidak ada ketergantungan lagi. Tapi, ada masalah baru," ujar Raka sambil menatap Revan dan Aldo bergantian. "Saya gak yakin bisa cerita ke kalian."
Aldo cepat-cepat berkata, "Kita bisa jaga rahasia kok, Dok."
Raka tersenyum. "Maksud saya bukan itu," ia mengaitkan jari-jari tangannya, "kalian ini cuma teman bukan keluarga Audy, masalah ini bisa fatal kalau dibiarkan."
Revan menghela kemudian ia teringat Mas Ibra, sepupu Audy. "Mas Ibra, bisa bantu nggak?" bisik Revan pada Aldo.
Aldo mengangguk, menatap Revan yakin. "Ada sih, sepupu Audy namanya, Mas Ibra."
"Oh Ibra ... iya-iya saya kenal," kata Raka menganggukan kepalanya mengingat Ibra. "kalian bisa nyampaikan pesan saya ke Ibra?"
Revan dan Aldo menggangguk kompak.
"Skizofrenia," ucap Raka. Revan dan Aldo menggeleng tidak mengerti. "Skizofrenia itu penyakit kejiwaan. Ini salah satu akibat dari obat-obatan yang dikonsumsi Audy. Awalnya, saya tidak memperkirakan sama sekali tentang penyakit ini karena, cukup langka.
Tapi, sebulan setelah saya yakin Audy bisa sembuh dan lepas dari obat ada yang aneh, Audy tetap menunjukan gejala halusinasi dan itu berbeda setiap harinya. Hari ini dia bilang seseorang itu baik, esoknya dia bilang seseorang itu jahat. Setelah itu saya yakin ini delusi yang diciptakan Audy sendiri. Jadi, saya langsung memeriksa Audy hari itu juga. Mungkin, sangat terlambat saya menyadari ini. Karena, saya berpikir halusinasi yang dialami Audy efek dari obat saja, bukan sebuah delusi" jelas Raka panjang lebar.
"Jadi, dalam kata lain Audy gila, Dok?" tanya Aldo polos yang langsung menerima jitakan dari Revan.
Raka tertawa. "Saya senang Audy punya teman seperti kalian, setidaknya bisa sedikit membantu Audy."
Revan mengulas senyumnya lalu berkata, "nanti kita bakalan ceritain ke Mas Ibra, Dok."
Raka mengangguk. "Oh iya, ini yang namanya Dimas? Yang mana ya?"
***
Bima berjalan beriringan dengan Audy. Dari tadi, Bima melirik tangan Audy yang mencengkram lengannya kuat. Ditambah lagi Audy yang selalu menoleh ke belakang. Bima berhenti melangkah, ia menatap Audy khawatir. "Lo gak apa-apa, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] Feel close but, distant fact. || Pemenang Wattys 2017 Kategori The Storysmiths || Copyright 2017, Nabila Wardani - All Rights Reserved.