Chapter 32 : Aku memilih Kenyataan

4.8K 343 10
                                    

Chapter 32
Aku memilih Kenyataan
***

Kami berjalan-jalan menyusuri pantai, semilir angin membuat gamisku berkibar-kibar. Kami berdua berjalan menyusuri pantai dalam diam, sesekali Ha Jin mengambil cangkak kerang yang kosong dan melemparkannya ke lautan yang berlomba-lomba untuk sampai ke pesisir.

"Apa kamu mau membacakan Al Qur'an untukku?" pinta Ha Jin yang langsung aku iyakan.

Sambil terus berjalan menyusuri pesisir pantai, aku membacakab salah satu surah Al Qur'an, Al Mulk.

Ha Jin diam mendengar ayat suci Al Quran yang kulantunkan sampai aku menyelesaikannya, "Kamu tahu artinya?" aku mengangguk sekali. "Apa?"

"Kerajaan."

"Kerajaan?" Nada suaranya terdengar tak mengerti dengan apa yang aku ucapkan.

"Artinya adalah kerajaan dan di surah itu dijelaskan tentang kekuasaan allah, balasan untuk orang-orang tak baik dan janji Allah untuk orang yang patuh pada-Nya." beberku.

"Kekuasaan-Nya?"

"Dia pencipta langit dan bumi beserta isinya. Surah Al Mulk itu tentang ancaman bagi orang yang tidak taat dan tidak bersyukur kepada-Nya." ujarku dan dia mengangguk seolah mengerti. "Kamu ngertikan?" kutelengkan kepalaku sedikit kearahnya.

"Sedikit." sembari mengedikkan bahu tak yakin dengan apa yang dia katakan. "Ada kalimat dari surah..." ada jeda dalam kalimatnya, kerutan di dahinya semakin dalam yang menandakan dia mencoba berpikir atau mungkin lebih tepatnya mengingatnya, "Surah Al... Muluk?"

"Al Mulk." koreksiku dengan anggukkan kepala sekali. "Tentu saja ada."

"Apa?"

"Di ayat ke-13, artinya Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apa kamu tahu maksudnya?" aku berbalik bertanya padanya, dia diam saja tapi gelenggan kepalanya yang pelan dan nyaris tak kentara membuatku menjabarkan maksud dari ayat itu. "Allah, bukan hanya Tuhanku, semua Tuhan yang diyakini oleh orang-orang, mereka yakin jika Tuhan Maha Mengetahui, sekecil apapun kita menyembunyikan rahasia dari orang lain, tapi tidak pada Tuhan. Rahasia yang disembunyikan dalam hati ataupun yang lainnya itu tidak ada pengaruhnya untuk-Nya." ujarku.

"Dalam hatiku sekarang? Apa yang aku pikirkan sekarang?"

Aku mengangguk menjawab pertanyaannya, "Iya. Mungkin aku tidak tahu jika kamu tidak memberitahunya tapi tidak dengan Tuhan, Dia tahu segalanya." jawabku.

"Ya. Aku harap hanya Dia yang tahu apa yang ada di dalam hatiku." ucapnya yang membuatku bingung. Dia seolah berbicara dengan dirinya sendiri untuk masalah lain.

"Apa?"

***

"Terimakasih untuk jalan-jalan dan makan malamnya." ucapku sebelum masuk ke dalam kamar hotelku.

"Sama-sama. Selamat malam, Aisyah." sahutnya dan aku mengangguk pelan padanya sebelum masuk ke dalam.

"Wihhh... Ada aura merah mudah pake lop lop gitu." aku memukul lengan Ayu yang sedang duduk di sofa, apaan sih dia dengan celetukkan yang enggak banget itu. "Ngaku dehhhh..." tuduhnya.

"Apaan? Ngaku apa sih?" elakku dan duduk di sampingnya, menghela napas keras, membuat Ayu menoleh padaku dengan kerutan jelas di keningnya.

"Ada apa, ukhti sayang?" tanyanya.

"Yu."

"Hm?" sahutnya dengan gumaman. "Cerita aja. Kita ini saudara. Engga usah disimpen." ucapnya. "Tau kan kalo penyakit hati itu berawal dari apa? Masalah yang disimpen sendiri terus enggak dibagiin ke orang kita percaya." ujarnya dan aku mengangguk akan hal itu. "Jadi?" desaknya.

Annyeong, Aisyah [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang