Chapter 40 : Dia...

4.7K 390 34
                                    

Chapter 40
Dia...
***

Aku menatap pantulan diriku di cermin, melihat bekas luka di wajahku yang kini menghitam terlihat jelas meski aku menutupinya dengan bedak.

"Mbak?" Fatimah duduk di kursi rias. Aku menatapnya diam, menunggu dia berbicara padaku. Mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan padaku. "Maaf, ya." ucapnya lirih penuh penyesalan. Aku meraih tangannya yang saling meremas gusar, mengusapnya lembut. "Aku salah."

"Orang itu bisa salah. Kita bukan Tuhan yang selalu sempurna." ucapku lembut dan menarik dagunya agar terangkat. "Ada kalanya, kita diam saja meski salah. Mbak tahu itu dosa, tapi mau gimana? Kita enggak mungkin ngelawan orangtua. Kita bisa dikira ngelunjak." ujarku pelan-pelan padanya. "Ngerti kan maksud mbak?"

Fatimah mengangguk dan memelukku erat. Sesekali dia mencium pipiku. "Maafin Fati ya Mbak Syah sayang." rajuknya seperti biasa.

"Iya." aku mengurai pelukannya dan mencubit pipinya. "Ini enggak ada sesi nangis deh." kami berdua tertawa bersama dan saling mengusap pipi masing-masing yang basah.

"Oh ya, udah dikasih tau Mas Halim gak?" kata Fatimah yang asik membenarkan riasannya.

"Dikasih tau apa?"

"Mbak Ayu pulang." jawabnya yang sudah menghadapku lagi. "Kayaknya udah sampe deh."

"Gak bilang."

"Emang pelupa deh Mas Halim itu." gerutu Fatimah. "Ayo keluar aja deh Mbak. Mbak Ayu udah nyampe mungkin." Fatimah mendorong kursi rodaku keluar dari kamar menuju tempat resepsi yang diadakan di halaman belakang yang memang luas menjadi tempat resepsi. Berbagai warna bunga mawar ditata apik sedemikian rupa.

"Mbak di sini aja, ya." Fatimah mendorong kursi rodaku dekat air mancur. "Aku ke Budhe dulu, bisa ngamuk dia kalo aku gak ngintilin dia."

"Iya sana." ujarku. "Panggilin Mas Halim juga, ya!" pintaku dan Fatimah mengacungkan jempol kanannya yang sudah menjauh dariku.

"Aisyah." aku terdiam. Tubuhku seolah kaku seperti patung. Aku sangat mengenal sekali suara itu. "Assalamualaikum, Aisyah."

"Astagfirullah." aku terus beristighfar menghilangkan suara itu. Bukan. Mataku terpejam erat-erat. "Ya Allah." lirihku dan menutup mulutku dengan kedua tanganku.

"Assalamualaikum, Aisyah." suara itu kembali menyapaku.

"Ya Allah!" aku memekik terkejut melihatnya sudah berdiri di depankun.

"Assalamualaikum, Aisyah." sudah ketiga kalinya dia mengucapkan salam padaku dan aku masih tidak percaya. Dia.

"Wa-wa... Astagfirullah." aku tak sanggup lagi dan hanya bisa menangis mencengkram dadaku sendiri.

****

Aku tak berani menengadahkan kepalaku. Menunduk dan meremas jemariku sendiri. Tak ada pembicaraan di antara kami berdua setelah aku menangis seperti tadi.

Dia hanya duduk di kursi samping kursi rodaku. Diam dan melihat lalu lalang para tamu yang mulai berdatangan.

"Eh..."

"Assalamualaikum, Aisyah." dia mengulang salamnya yang tak sempat aku balas.

"Wa-wa'alaikumsalam, Ha Jin." akhirnha aku bisa membalas salamnya.

"Apa kabar?" tanyanya dan aku mengangguk pelan. "Syah?"

"Alhamdulillah." jawabku. "Kenapa kamu sampai di sini?"

Annyeong, Aisyah [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang