---
Sejak dari Madison Square garden, Taka menjadi lebih sering berkutat dengan Iphonenya. Disetiap waktu luang yang ia dapatkan. Seperti saat ini. OOR sedang cek sound untuk konser mereka dalam dua hari mendatang.
Taka kembali sibuk dengan Iphonenya.
Ryota menatap heran ke arah Taka. Ia beralih menatap dua temannya yang lain, Tomoya dan Toru, yang juga sedang mengamati keanehan Taka. "Ada apa dengannya?" tanya Ryota.
Tomoya hanya mengedikkan bahunya. Lalu ia kembali memainkan stik drumnya, menghentak-hentakkan kakinya berirama.
"Akan aku tanyakan nanti." Ucap Toru. Ia tahu hanya dirinya yang berani mendekati Taka jika Taka sudah ada dalam mode bad moodnya.
Dulu bahkan Ryota tak berani bicara pada Taka. Hanya karena penampilan Taka seperti preman. Dulu Taka juga terkenal dengan orang tempramen, yang mendahulukan emosi sebelum berpikir. Dan semua berubah setelah Taka mengenal seorang Toru.
Taka duduk bersandar. Tangannya terus mengutak-atik Iphone miliknya. Saat memainkan Iphonenya, tiba-tiba layar itu berkedip.
Hiro calling...
Sejenak Taka diam menatap layar itu. Ia berdiri dari duduknya dan pergi mencari tempat yang lebih tenang.
"Ya..." sahut Taka setelah telepon itu tersambung.
"Ck... kak!... teleponku baru kau angkat!"
"Aku sibuk Hiro..." Taka mengusap rambutnya ke belakang.
Hiro adalah satu-satunya adik yang kini ia miliki. Setelah Hanako Morita, adik perempuan Taka, meninggal.
"Aku tahu kau orang sibuk kak. Tapi tolong kabari juga ibu. Beliau terus menanyakan kabarmu. Kau hampir enam bulan ini tidak pulang kak!"
"Iya nanti aku kabari." Taka hanya bisa menghela nafas lelah.
"Kak..."
"Hmm."
"Kau baik-baik saja bukan?"
"Aku baik-baik saja Hiro."
"Kak... kemarin aku ketemu ayah."
Taka diam. Ia memejamkan matanya.
"Kak... kau masih belum bisa memaafkannya?"
"Sudah ya Hiro... aku harus pergi sekarang." Taka memutus telepon begitu saja tanpa manunggu jawaban dari Hiro.
Taka memukul dinding di depannya. "Aarrgghh.." Ia menempelkan keningnya di dinding. Kau masih belum bisa memaafkannya? pertanyaan Hiro kembali berputar di kepalanya.
Tepukan di pundaknya membuat mata Taka terbuka. Ia berbalik dan melihat Toru berdiri di sana.
"Kau ada masalah?"
"Sedikit."
Toru duduk bersandar pada dinding. Ia mengacungkan satu kaleng bir pada Taka.
Taka menerima sekaleng bir itu. Ikut duduk di sebelah Toru. Ia memutar-mutar kaleng bir itu, tak berminat. Mereka diam.
Toru tak akan memaksa Taka untuk bercerita tentang masalah yang sedang ia hadapi, karena itulah ia hanya duduk di sana dengan menyesap birnya.
"Hiro menghubungiku." Taka akhirnya buka suara.
Toru diam menyimak.
"Dia memintaku untuk pulang."
"Kau akan pulang setelah konser ini selesai." Toru menepuk pundak Taka, lalu ia berdiri. "Tiga puluh menit lagi kita masih ada rapat. Pastikan ketika kau kembali kepalamu sudah dingin."