17

245 17 0
                                    


Taka, Toru, dan Hiro. Mereka hanya diam setelah bercerita banyak tentang Hanako morita. Mereka merindukan Hana.

"Kau membuat Ai menangis lagi, kemarin?" tanya Toru.

Taka menyipit menatap Toru. "Dia... nangis?"

Toru mengangguk. "Kau apakan dia?!"

"Jawab jujur, Toru-san. Sebenarnya kenapa kau bisa menolak perjodohan dengan Ai? Kau menyukai Ai apa tidak? Kau terlihat sangat perhatian dengannya."

"Aku sudah mengatakannya. Bahwa aku hanya mencintai Hana-chan."

Taka menghela nafas. "Aku menghargai perasaanmu terhadap adikku. Tapi ini sudah 10 tahun sejak Hana meninggal. Kau masih mencintai Hana? Itu terdengar gila."

"Ya... aku tergila-gila pada Hana-chan." Jawab Toru dengan tegas. "Membantumu menemukan seseorang yang bisa mencintaimu dengan tulus, itu juga salah satu permintaan Hana."

"Berapa banyak yang Hana minta?"

"Kau tahu sendiri, Hana sangat suka bicara. Dia mengatakan apa saja yang ia inginkan."

"Aku tidak percaya dengan cinta. Aku mencintai Ai, tapi aku tidak bisa berjanji aku tidak akan menyakiti dia."

Hiro diam mendengarkan. Kepalanya dipaksa untuk berpikir lebih keras dari biasanya. Apa yang sedang Taka dan Toru bicarakan? Hiro tidak mengerti.

"Apa yang kalian bicarakan? Siapa Ai?" tanya Hiro.

Taka dan Toru menatap Hiro, mereka tidak sadar bahwa di sana ada Hiro juga.

"Kak?" Hiro menatap Taka. Tidak ada jawaban, lalu ia menatap Toru. "Toru-san?"

"Ai? Dia cewek yang menyukai Taka." Jawab Toru akhirnya.

"Ada gitu? Cewek yang suka sama Kakakku ini?"

Taka menjitak kepala Hiro. Lalu ia memitingnya.

"Kak... Hiro nyerah..." seru Hiro.

Toru mengulurkan secarik tiket. "Kau akan menyesal jika tak datang."

"Pameran?"

"Pameran foto-foto yang Ai ambil. Pameran di akhir tahun. Tapi tiketnya sudah terjual habis."

Taka diam memandang tiket di tangannya.

"Kau bukanlah ayahmu. Kau tidak akan melakukan kesalahan seperti yang sudah ayahmu lakukan. Kejar Ai, dapatkan Ai. Sebelum kau menyesal telah kehilangan dia. Karena perasaan menyesal tidak ada gunanya." Ucap Toru lagi.

Taka masih terdiam. Ia tidak tahu apa yang ingin ia lakukan.

"Kalau Kakak gak mau datang. Tiketnya buat Hiro aja. Aku mau kok..." Hiro menawarkan diri.

Taka berdecak kesal. Adiknya memang selalu ngeselin.

---

Taka datang ke sebuah konser musik. Ia duduk di bangku paling belakang. Matanya fokus menatap seseorang yang sedang bernyanyi di tengah panggung.

Sepanjang konser, Taka hanya duduk diam.

Hingga konser berakhir pun, Taka masih duduk diam. Penonton sudah berhamburan keluar.

"Kau datang?"

"Ya, Ayah."

Akhirnya Taka memberanikan diri untuk datang ke konser Ayahnya.

"Ayah... apakah aku akan jadi seperti Ayah? Apakah suatu saat aku akan meninggalkan seseorang yang aku cintai?"

Pertanyaan Taka yang terkesan tiba-tiba, membuat Ayahnya menatap Taka dengan sendu. "Maafkan Ayah. Ayah telah membuat kenangan buruk."

"Tapi, aku sudah menyakiti dia."

"Ayah yakin, kau tidak akan melakukan apa yang Ayah lakukan." Ayah tersenyum melihat Taka. "Kau menyukai seseorang?"

"Hm. Calon tunangan Toru."

"Apa?! Kau merebut tunangan orang?!" Ayah menjitak kepala Taka.

"Sakit, Yah..., Aku tidak merebutnya. Lagian mereka tidak jadi bertunangan." Taka mengerucutkan bibirnya sebal.

Ayah menghela nafas lega. "Ayah hanya bisa memberimu nasihat. Apa yang terjadi dengan Ayah dan Ibumu, itu tidak akan terjadi dengamu, ataupun Hiro."

Taka mengangguk.

"Yah..." panggil Taka.

"Hm?"

"Kapan-kapan kita mancing bersama lagi?"

Ayah tersenyum, "Tentu."

Ai-Taka (OOR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang