12

217 18 0
                                    


Taka bersikap biasa terhadap Toru. Seolah hari kemarin tak pernah terjadi.

"Dia terlihat ceria hari ini. Lebih ceria dari biasanya." Ryota terkekeh melihat Taka yang mengejar-ngejar Tomoya.

Setelah mereka rapat untuk membahas persiapan konser. Mereka masih di sana, sekedar berkumpul untuk berbicara hal-hal ringan. Atau seperti yang dilakaukan Taka dan Tomoya sekarang. Mereka sedang berebut makanan.

"Dia... terlalu ceria. Itu sedikit menggangguku." Komentar Toru.

Ryota menoleh ketika mendengar gumaman Toru.

"Memangnya kenapa? Dia memang selalu mengganggu orang-orang di sekitarnya. Itu hal biasa." Ryota tertawa lagi. Kini Tomoya yang balik mengejar Taka. Sedangkan Taka tetap berlari menghindari Tomoya.

"Bukan itu maksudku. Dia terlihat terlalu memaksakan diri. Dia seperti memaksa dirinya untuk terlihat ceria."

"Toru..." panggil Ryota.

"Hm?" Toru menoleh. Keningnya berkerut samar.

"Bagaimana dengan acaramu kemarin?"

Toru terdiam sebelum akhirnya bicara, "Buruk?"

"Kau mengacaukannya?" Ryota bertanya curiga.

"Tidak." Toru masih mengingat bagaimana kemarin Taka dan Ai muncul bersama. Toru yakin bahwa ada hubungan diantara mereka berdua.

"Huh... aku pikir kau menerima perjodohan itu adalah hal yang baik. Cobalah untuk membuka hatimu. Kau berhak untuk bahagia."

"Aku tidak bisa."

"Kau hanya terlalu pengecut untuk memulai."

"Aku lebih suka menjadi pengecut."

"Aku paling tidak suka melihatmu yang seperti ini! Kau susah untuk dinasihati!" Ryota berdiri meninggalkan Toru. Ia mengumpat kesal.

Kini hanya Toru yang duduk sendiri. Ia menyesap rokoknya lebih dalam, lalu menghembuskannya. Ia menengadah menatap langit yang hari ini terlihat tak berawan.

"Hana... apa yang harus aku lakukan?"

---

"Bagaimana bisa?! Kemana Rui? Dia sudah janji bahwa ia bisa memotret untuk konser kita di Jepang kali ini." Yokoyama berkacak pinggang. Ia memarahi para stafnya karena tidak teliti.

"Tapi dia benar-benar meminta maaf. Rui tidak bisa datang ke Jepang." Ucap salah satu staf.

"Kita harus cari fotografer di mana?!" Yokoyama mondar-mandir dengan ponsel di tangan. Mencari seseorang yang bisa mengisi kekosongan fotografer mereka.

"Ada apa? Kenapa kalian terlihat kesal?" Toru masuk dan melihat manager OOR sedang marah-marah.

"Rui tidak bisa memotret kita di konser minggu depan. Kita harus mencari fotografer profesional dan bisa dipercaya." Ucap salah satu staf.

Yokoyama masih sibuk dengan ponselnya. Ia berusaha menghubungi kenalannya.

"Aku punya kenalan seorang fotografer." Ucap Toru, membuat Yokoyama menoleh dengan cepat. Matanya melebar menatap Toru.

"Benarkah?" wajah manager terlihat berbinar. Ia berjalan mendekati Toru. Memegang pundak Toru. "Bawa dia kemari." Ucapnya lagi.

"Kau berani membayarnya berapa?" tanya Toru bercanda.

"Memangnya semahal apa? Siapa dia? Fotogafer terkenal kah?"

"Hm." Toru mengangguk. "Sangat terkenal."

"Aku tidak peduli, yang penting konser kita sukses."

---

Hari berikutnya. Sesuai janji, Toru membawa fotografer itu ke kantor agensi. Mempertemukannya dengan Yokoyama.

"Kau serius Toru? Kau membawa dia ke sini?! aku harus membayarnya berapa? Bayaran kalian saja sepertinya tidak cukup untuk menggajinya. Kau mau membuatku bangkrut?" Yokoyama menggerutu kesal. Ia mengira omongan Toru kemarin, hanyalah candaan belaka. Tapi, setelah melihat siapa yang dibawa Toru, Yokoyama tidak tahu harus mengatakan apa lagi.

Toru terkekeh. "Bukankah kau bilang, konser adalah yang terpenting?"

"Iya, tapi... dia... Ai Fukuzawa, fotografer terkenal itu. Jadwal dia pasti lebih padat daripada OOR. Bagaimana kau bisa mengenal orang seperti dia?"

"Tenang saja, dia tidak sesibuk itu. Aku sudah memastikan bahwa dia bisa menjadi fotografer kita sampai konser selesai. Kau juga tak perlu membayarnya semahal itu. Cukup bayar dia seperti kau membayar Rui."

Ai-Taka (OOR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang