Flash back on.
"Kakak...." panggil Hana.
"Kakak sedang bekerja, Hana-chan."
"Aku akan menunggu sampai kakak selesai. Aku butuh bantuan kakak."
Taka kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia bekerja paruh waktu di sebuah kefe. Ia memperhatikan Hana yang duduk di salah satu meja kefe.
Setelah orang tua mereka berpisah. Taka tidak tinggal bersama keluarganya. Hana ikut tinggal bersama Ayah mereka. Sedangkan Hiro, ia tinggal dengan Ibu. Taka lebih memilih tidak tinggal di keduanya.
"Kakak sudah selesai. Kamu mau kemana?"
"Ayo..."
Hana membawa Taka ke sebuah toko alat musik.
"Kau ingin belajar bermusik?" tanya Taka heran. Di antara keluarga mereka, hanya Hana lah yang tidak begitu pandai memainkan alat musik. Hana lebih suka melukis.
Hana menggeleng. "Aku mencari hadiah untuk seseorang."
"Bagaimana dengan harmonika itu?" Hana menunjuk salah satu harmonika.
Taka mengangguk. Ia tidak begitu mengerti tentang memberi hariah untuk seseorang. Jadi yang dilakukan Taka hanya memberi saran, mana harmonika yang bagus.
"Aku suka mendengar suara harmonika. Dia pasti bisa memainkan ini." Hana memandang harmonika yang baru saja ia beli.
"Sedari tadi, kau hanya menyebut 'dia...dia' sebenarnya siapa 'dia'?
Hana tersenyum. "Kekasih Hana, Kak."
Taka terbengong. "Siapa dia?!" Taka berucap dengan tegas. Ia tidak rela adiknya berpacaran dengan laki-laki yang tidak jelas.
"Hehee... dia kakak kelas Hana di sekolah. Dia tampan dan baik."
Taka menggeleng. "Dia tidak boleh menjadi kekasih kamu. Dia harus lolos tes dari Kakak dan Hiro. Itu kesepakatan kita, bukan?"
"Hana sayang banget sama dia, Kak." Wajah Hana berubah sendu.
"Pokoknya, kamu harus mengenalkan dia sama Kakak."
Hana mengangguk.
Tapi... sampai tiga bulan kemudian. Hana tidak datang menemui Taka. Dan... sampai akhirnya kecelakaan itu terjadi. Hana meninggal.
Taka tidak pernah menganal siapa sosok kekasih Hana.
Flash back off.
---
Taka menghubungi Hiro untuk menjemputnya.
"Kau harusnya tidak berkeliaran sekarang. Konsermu akan diadakan besok." Komentar Hiro begitu ia bertemu dengan Taka.
Taka tidak menjawab. Ia langsung masuk ke dalam mobil.
"Kau memang menyusahkan, Kak."
Taka memang tidak bisa menyetir mobil. Karena itu Hiro lah yang sering direpotkan oleh Taka.
"Bawa aku ke tempat Hana." Pinta Taka.
Hiro menoleh sesaat lalu ia kembali fokus menyetir. "Baiklah. Tapi, kau mau ngapain?"
Taka tidak menjawab. Ia memejamkan matanya. "Bangungkan aku jika sudah sampai."
Hiro mendengus kesal.
---
Taka hanya diam di depan nisan Hana.
Hiro berdiri di belakang Taka. Ia tidak apa yang terjadi dengan Kakaknya ini.
"Kak... tadi pagi, waktu Toru-san jemput Kakak. Aku lihat ada cewek cantik ikut bersama Toru-san. Siapa dia?"
Taka menoleh. Matanya menyipit menatap Hiro.
"Kamu naksir dia?!" Taka bertanya curiga.
Hiro berkedip-kedip heran. Lalu ia melangkah mundur. Kenapa Taka berubah menjadi menyeramkan?
Taka menghela nafas. Kenapa dia harus marah? Ai bukan miliknya.
"Hiro..." panggil Taka.
"Hm?"
"Aku ketemu dengan kekasihnya Hana."
"Apa? Kok bisa? Siapa Kak? Siapa yang sudah berani memacari Kak Hana tanpa sepengetahuan kita?"
"Toru Yamashita."
"Huh?! Itu... namanya Toru-san."
"Dialah orangnya."
"Gak mungkin. Toru-san yang mukanya lempeng, tak berekspresi. Berpacaran dengan Kak Hana yang super duper cerewet? Aku tidak bisa membayangkannya." Hiro berkomentar.
Taka menjitak kepala Hiro.
"Sakit, Kak!!" Hiro menggerutu.
"Yang paling aneh. Kenapa Toru baru mengakuinya sekarang?"
Hiro menggeleng. "Entahlah."
"Huh.... sebaiknya kita pulang sekarang."
"Hm."
---
Toru duduk di atap sebuah gedung hotel berbintang. Ia meniup harmonika pemberian Hana. Matanya terpejam. Membayangkan Hana ada di sebelahnya sedang bersandar di pundak kokohnya. Ikut mendengarkan lantunan nada harmonika yang Toru mainkan.
Perlahan bibir Toru tersenyum. "Aku mencintaimu, Hana."
---