Fake 08 - Kesepakatan

2.9K 272 155
                                    

Kelvin bodoh! Bego! Tolol!

Dengan bodohnya aku mencium seorang gadis di mall lantaran takut pada nyonya Bramastya, yang tak lain dan tak bukan adalah mama kandungku. Sifatnya terkadang kekanakan, ditambah dengan aksi yang selalu memaksaku untuk menikah membuat diriku harus ekstra sabar berhadapan dengannya.

Melihat mama bersama seorang wanita bak model di food court, menguatkan dugaanku bahwa ia tengah merencanakan rencana licik yang ada di otaknya. Apalagi jika bukan perjodohan!

Akhir-akhir ini, mama gencar mencarikanku calon istri. Alasannya sungguh sepele. Cucu! Hanya karena semua teman sosialitanya sudah memiliki cucu, mama mulai merengek meminta hal yang sama padaku.

Demi Tuhan, usiaku masih terlalu muda untuk menikah. Aku masih ingin melebarkan sayap di dunia bisnis. Ya, meski aku sudah cukup sukses di usiaku saat ini.

Aku tak berhenti mengumpat. Ketika aku dengan terpaksa mengatakan bahwa gadis yang aku cium itu kekasihku. Raut berbinar tercipta di bibir wanita yang telah melahirkanku. Mama bahagia mendengar pengakuanku. Ada rasa bersalah, tapi aku tidak bisa mundur. Aku perlu cari aman. Dan aku ingin mama berhenti menjodohkanku dengan para gadis kenalannya.

Sepertinya aku telah salah memilih gadis. Dia tidak terlihat seperti gadis baik. Lihat saja... dandanannya urakan, dia memakai celana sobek-sobek dan kemeja flanel membukus dadanya yang terlihat rata. Dia sangat jauh dari Kanaya yang terlihat feminim, gadis itu terlihat bar-bar dan susah diatur. Seperti itu penilaianku tentangnya. Meski begitu aku berterimakasih lantaran dia mau mengikuti sandiwara yang kubuat depan mama tanpa sanggahan.

Dan benar saja! Jika tebakanku benar. Meski pembawaannya tenang, gadis itu masuk kategori susah diatur. Hal itu terbukti, ketika mama sudah kuminta pulang. Gadis yang kutahu bernama Nanda Izna Pramesthi itu bukannya mengikutiku, malah melengos memasuki toko sepatu. Padahal sangat jelas, bahwa aku memintanya untuk ikut denganku.

Tak ada cara lain, selain mengalah dan mengikutinya masuk ke dalam toko sepatu. Dia tengah memilih sneakers berwarna tosca. Jika kutebak, itu adalah sepatu yang telah menyedot perhatiannya hingga dia berdiri di depan toko. Yang tanpa sengaja membuatnya bertubrukan denganku. Namun, dia penyelamatku, setidaknya untuk saat ini.

Gadis itu terlihat bingung saat melihatku berdiri di belakangnya saat hendak membayar belanjaannya. Aku membayar sepatu yang dia beli, tentu saja itu sebagai rasa terimakasih lantaran dia mau membantuku.

Setelah keluar dari toko sepatu, gadis itu mengikutiku ke food court. Dia terlihat seperti anak ayam yang mengikuti induknya, lantaran dia berjalan di belakangku. Aku memesan minuman dan membawanya ke meja yang telah disediakan.

"Thanks," ujarnya saat aku menyodorkan satu gelas coklat dingin.

"Aku ingin kamu pura-pura menjadi pacarku. Tenang saja, aku akan membayarmu," ucapku langsung tanpa basa-basi.

Tidak adakah yang lebih baik dari ini? Aku membelikan dia coklat dingin untuk dia minum bukan disemburkan ke wajahku. Dasar jorok!

Memasang wajah datar. Aku mengambil tisu pada kotak yang tersedia di meja, lalu membersihkan wajah yang terkena semburan coklat dari gadis yang berada di hadapanku.

"Apa kamu bilang?"

Apa dia tuli?

Bukankah perkataanku sudah sangat jelas? Kasihan sekali, jika gadis sepertinya mengalami masalah pada pendengarannya.

"Tidak ada acara siaran ulang, Nona."

"Ck! Dasar pria batu. Aku itu tanya, apa maksud kamu berkata ingin jadi pacarku? Terus apa itu? Kamu mau membayarku? Maaf... tapi saya bukan wanita yang menjajakan diri, Tuan."

IZNA'S Fake BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang