4. Halilintar Bagaikan Pelangi

5.4K 98 0
                                    

Waktu cepat berlalu, pada suatu hari Tiong Ki-cu dengan serius berkata pada A Bin:

"Sekarang semua kepandaian kita tiga saudara sudah diwariskan padamu, selain suaramu yang tidak terobati, kau telah menguasai ilmu dasar yang paling tangguh, menurut perkiraanku, sejak kau masuk ke gua ini, sudah enam tahun lamanya, kebetulan hari ini adalah hari kedua hari raya Pe-cun, diluar kebetulan sedang hujan dan banyak halilintar, binatang-binatang beracun sedang menghindar, kau boleh keluar gua dan mulai mengamalkan kepandaianmu, sesungguhnya dengan kepandaianmu saat ini, sudah tidak perlu takut pada binatang beracun, tetapi bila kau keluar pada jam-jam ini, bisa mengurangi banyak kerepotan, sekarang tubuhmu telah berobah, setelah terjun ke dunia ramai, kau boleh makan dan minum seperti orang biasa tidak ada masalah, tetapi kau jangan makan dua macam barang, satu adalah sari ginseng, satu lagi bubuk mutiara, jika kedua barang itu termakan, tidak akan terjadi kerusakan dalam tubuhmu, tetapi akan membuatmu lumpuh selama satu jam."

Setelah hidup demikian lama dengan ketiga Siau-yau-cu, A Bin merasa tidak tega untuk meninggalkan mereka. Yu-siau-yau-cu dan Co-siau-yau-cu tidak menghiraukan kata-kata A Bin, Yu-siau-yau-cu mengeluarkan satu bungkusan dibawah tempat duduknya, termasuk satu stel baju yang bukan model orang biasa dan satu stel baju dalam, sepatu kain, memerintahkan A Bin untuk mengganti bajunya yang sudah kumal. Dan dibekali sedikit emas dan mutiara untuk biaya perjalanan.

Co-siau-yau-cu menjelaskan apa saja yang harus diperhatikan di kemudian hari, setelah A Bin berlutut mengucapkan terima kasih, kedua orang tua itu men-dorong A Bin keluar gua agar segera berangkat.

Halilintar bagaikan pelangi, geledek menggetarkan bumi!

ooo00000ooo

Disebelah kiri mulut jalan Pek-lun, yang menuju Ban-li-san di Kwie-lam, satu-satunya warung arak dikampung kecil, tidak seperti biasanya, penuh dengan tamu.

Tamu-tamu yang memenuhi warung arak itu, semuanya pada takut geledek dan halilintar, diperkirakan akan segera turun hujan lebat, dan setelah mulut gunung Pek-lun ini, sejauh dua puluh Li tidak ada tempat untuk berteduh lagi. Dari pada terkena hujan di perjalanan, lebih baik beristirahat sejenak di warung gubuk kampung gersang ini, sambil menikmati arak dari daerah Kwie-lam.

Tetapi hari ini ada sesuatu yang ganjil, tamu yang datang bukan pedagang yang biasa lewat, tiap orang itu tubuhnya tegap, ada yang membawa senjata tajam, melihat sepintas akan mengetahui mereka adalah orang-orang dunia persilatan, dan mereka telah melintas Ban-li-san, sepertinya di gunung itu ada satu perjamuan.

Gubuknya kecil, tapi tempat duduknya banyak, berturut-turut masih berdatangan tamu, yang paling mencolok ada tiga tamu.

Yang paling dulu menarik perhatian adalah tamu yang telah duduk, seorang pemuda berbaju hitam yang matanya bersinar tajam, tetapi mempunyai muka seperti monyet, mulutnya lancip, sepasang matanya bersinar seperti api, persis seperti cerita legenda pendobrak langit, raja monyet Sun-go-kong.

Orang ini umurnya masih muda, tetapi kelihatan sudah dewasa, segala tindak tanduknya, duduk, minta arak pesan menu sayur......

Begitu masuk gubuk tersebut, matanya telah memandang tamu yang duduk di sekelilingnya, seperti ingin mengetahui apa ada musuhnya, atau teman brengsek. Dia melihat tamu yang lain memandangnya dengan mata kagum, dalam hatinya dia merasa senang. Setelah melihat tamu-tamu sekelilingnya adalah orang-orang biasa dalam dunia persilatan, maka dengan tingkah angkuh dia duduk sendiri di meja kosong sambil menikmati arak.

Orang-orang disana ada juga yang mengenalnya, mereka berbisik pada teman semejanya mengatakan bahwa pemuda yang berbaju hitam ini adalah pendatang baru di dunia persilatan, nama aslinya Cia Ma-lek, karena dia adalah satu-satunya murid dari pendekar ternama Seng-jiu-pui-suo, Leng Hau-te. Dibelakang orang-orang persilatan menyebutnya bangsat Cia Ma-lek, gurunya adalah orang aneh yang suka berkelana, biarpun mempunyai julukan dewa pencuri dikalangan dunia persilatan, sebetulnya dia mempunyai harta berlimpah dari nenek moyangnya, jadi tidak perlu mencuri untuk membiayai hidupnya, ilmu copetnya hanya untuk membuat malu orang.

Legenda Golok Halilintar - Lan LiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang