23. Telah Terbiasa

3.5K 65 0
                                    

Gan Cukan dengan bangga berkata:

"Tentu, aku mengalami kerugian sangat besar, mana puas dengan hasil sedikit itu...."

Belum habis bicara, ada sesuatu yang membuat empat orang itu segera bertindak, api lilin langsung dipadamkan, A Bin juga sudah mengetahui ada suara dari luar gedung berlantai itu.

A Bin memuji kewaspadaan empat orang terhormat itu masih bisa mendengarkan sedikit suara lain dari luar bangunan walaupun sedang asyik berbicara. Dan A Bin diam-diam menengok kearah tempat suara itu.

Bersamaan waktu A Bin melihat ke asal suara itu, dari belakang beberapa pohon besar dihalaman itu muncul seorang kakek yang memakai baju panjang dari bahan kain belacu, memegang sebuah batang pipa tembakau yang terbuat dari bambu, memakai sepatu kain halus. Kian Ih Taysu, Soat-song Cinjin, Cukat Hiang sudah mengepung tamu tidak diundang itu, hanya Gan Cukan yang tidak keluar.

Orang tua itu berpenampilan biasa-biasa saja, dari baju, penampilan sederhana saja, tingkah lakunya juga santai tetapi warna mukanya menakutkan orang yang melihatnya. Walaupun mukanya tidak jelek, tetapi dibawah sinar terang bulan yang menyinari tampak seperti muka orang mati, tidak ada tanda-tanda hidup.

Kian Ih Taysu dan lain orang sudah menduga suasana dalam biara Siauw-lim malam ini tidak biasa, selain hweesio-hweesio tingkat tinggi bersembunyi di tempat gelap, pendekar-pendekar seperti Wie Tiong-hoo dan Shangguan Leng juga mendapat tugas mengintai dan menghadang musuh ditempat tersembunyi, tetapi orang tua itu bisa datang kesisi bangunan berlantai ini dengan aman tanpa dapat dihadang oleh orang-orang, menandakan orang tua itu bukan sembarang orang, maka Kian Ih Taysu lebih memperhatikan orang ini.

"Sicu siapa?" Tanya Kian Ih Taysu.

Dengan tangan memegang janggot panjang di depan dada kakek itu tertawa dan berkata:

"Aku bepergian selalu bebas tanpa ikatan, hari ini kemari bukan untuk sembahyang, bukan untuk minta petunjuk dari biara, dan semula juga tidak ingin mengganggu yang punya rumah, kenapa mesti tanya namaku?"

Tertawa kakek ini membuat muka dia makin angker dan mengerikan, sungguh dapat dikatakan kulit tertawa namun daging tidak berobah. (tertawa yang dipaksakan untuk menakuti orang)

Soat-song Cinjin ikut bertanya:

"Kenapa anda tidak mau memperlihatkan muka yang sebenarnya?"

"Aku sudah biasa begini, mana ada muka lain untuk lain orang?"

Cukat Hiang dengan suara dingin berkata:

"Anda memakai topeng kulit, masih berani berkata sombong!"

Kakek itu tertawa terbahak-bahak, memegang mukanya sekali dan berkata: "Kenapa anda bisa mengatakan aku memakai topeng?"

Dengan tertawa sinis, Cukat Hiang berkata:

"Topeng anda yang dipakai adalah cipta karya indah, bila bukan orang ahli dalam pembuatan topeng, tidak akan bisa membedakan asli atau palsu, mungkin topeng ini buatan keluarga Buyung dari propinsi Kang-souw atau keluarga Go dari propinsi Kwie-ciu!"

Sejenak kakek itu tercengang, kedua matanya menatap tajam muka Cukat Hiang, lalu membuka mulut lebar-lebar dan sambil tertawa berkata:

"Anda pasti Sin-ki-siucay Cukat Hiang, betul-betul Peramal jitu seperti julukannya."

Kakek itu tidak langsung menjawab pertanyaan Cukat Hiang, tetapi dari nada perkataannya dia sudah mengakui tebakan Cukat Hiang itu betul!

Sebelum kakek itu menjawab, Cukat Hiang sudah mengawasi kedua jari tangan orang itu, dia telah melihat jelas bahwa dijari manis tangan kiri kakek itu memakai satu cincin besi hitam, maka Cukat Hiang tertawa terbahak-bahak dan berkata:

Legenda Golok Halilintar - Lan LiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang