BAB 7- Nasib Baik

47 5 0
                                    

Sinar matahari pagi membangunkan dari tidur. Badanku terasa pegal sekali. Aku melepaskan selimut tipis berwarna hitam dan melihat sekelilling. Langit di luar jendela sudah terang. Nampaknya, pagi sudah tiba.

Aku melihat ke samping dan mendapati Velia yang masih tertidur pulas. Aku tidak bohong kalau aku mengatakan bahwa wajahnya semakin manis saat tertidur. Beberapa helai rambut yang jatuh di depan matanya menambah pesona adik cantik tersebut.

Kugerakkan tubuh ke kiri dan ke kanan. Aku menarik tanganku ke atas untuk meregangkan seluruh otot-otot yang ada. Burung-burung pun berbunyi dan aku menganggap hal itu sebagai sambutan ku bangun pagi. Setelah berusaha mengingat-ingat, aku pun akhirnya menyadari bahwa semalam aku menginap di rumah Felice.

Kring!

Jam weker mungil berwarna nila yang bertengger manis di meja kecil sebelahku berbunyi nyaring. Kasur kami bergoyang-goyang saat Velia mulai kembali dari alam mimpinya. Ia masih belum sanggup membuka kedua matanya. Gadis tersebut duduk sembari mengernyitkan wajahnya. "Ugh."

Aku pun beranjak dari kasur dan meregangkan seluruh otot-ototku. Semalam, aku berhasil mendapatkan tidur ternyenyak yang pernah kurasakan selama aku hidup untuk kedua kalinya. Alhasil, saat ini aku bangun dengan perasaan bahagia. Setidaknya, hari ini lebih membahagiakan daripada hari kemarin. Aku bahagia.

Langkahku terarah pada sebuah kamar mandi minimalis namun nyaman yang tersedia di dalam kamar tidur berukuran 4 x 3 ini. Aku melepaskan baju tidur berukuran pas yang dipinjamkan oleh Felice kemarin. Postur badan kami memang tidak beda jauh, sama-sama ramping. Tanpa basa-basi lagi, aku mandi.

Kini, badanku telah segar dengan aroma stroberi yang manis. Sabun yang diberikan Felice kepadaku memang mantap, aku pun berniat untuk memakainya juga setelah semua masalah ini selesai. Tentu saja, hanya jika aku masih diberikan umur yang panjang.

Aku mengenakan kembali gaun modern pemberian Ryan yang sejak awal kukenakan. Setelah sempat di cuci dan di jemur semalaman, pakaian tersebut menjadi bersih dan nyaman di pakai. Kulitku yang cukup sensitif pun tidak merasa gatal-gatal. Walaupun Felice seorang prajurit, ternyata ia juga adalah orang yang bersih. Hal ini merupakan sisi lain dari Felice yang tidak kuketahui.

"Vel.. Vel.." Ujarku sembari melemparkan handuk yang masih baru kepada anak yang masih enggan membuka matanya dalam posisi duduk tersebut. Aku nyaris tertawa saat melihat handuk tersebut nyangkut di kepalanya, dan anak tersebut masih belum bereaksi sama sekali. "Mandi, sana."

"Ugh." Gumam Velia masih melantur. Perlahan-lahan, ia akhirnya bergerak melepaskan handuk yang menutupi pandangannya dan bergerak menuju kamar mandi. Akhirnya, kami bergantian.

Aku pun berpikir keras sembari Velia membersihkan badannya. Kata Felice, kamar ini hanya kamar tamu. Namun, percayalah ketika aku mengatakan bahwa ruangan ini mirip dengan kamar hotel berbintang lima. Pendingin ruangannya juga berfungsi dengan baik sehingga aku merasakan sensasi nyaman yang menyenangkan. Selama aku hidup untuk kedua kalinya, ruanganku tidak pernah senyaman ini.

Ranjangnya luas dan dilapisi oleh penutup ranjang berwarna abu-abu dan bermotif kotak-kotak. Dindingnya dilapisi oleh wallpaper hitam bercorak garis-garis yang senada dengan seprai tersebut. Andaikan aku sedang tidak ada masalah, pastilah aku akan memohon pada Felice untuk menginap dan berlama-lama di sini.

Pintu kamar mandi terbuka lagi dan Velia keluar dengan pakaian overall birunya. Rambut basahnya menandakan bahwa ia habis keramas. Wangi stroberi lagi-lagi memenuhi ruangan tersebut. Sangat semerbak.

"Akhirnya kamu bangun juga, Vel." Aku meledeknya. Terkadang aku memang cukup usil sehingga membuat orang-orang disekitarku gemas. Tatapan baliknya yang datar membuatku salah tingkah. "Uh.. bercanda, Vel."

2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang