Epilog

10 1 0
                                    

Batu nisan yang masih bersih itu tertanam kokoh di hadapanku. Aku sedikit menunduk untuk melihat namanya dengan lebih jelas lagi.

Christy Laurensia.

Aku menarik nafas panjang, semua ini seolah mimpi yang tidak kunjung selesai. Tanganku pun mengambil segenggam bunga di kantong plastik yang telah kubawa bersamaku, kemudian menyebarkannya secara merata di atas tanah kubur yang belum kering sempurna tersebut. Doa pun kupanjatkan agar Christy 1.0 dapat beristirahat dengan tenang. Semoga, ia juga membiarkan aku melanjutkan hidup ini sebagai diriku sendiri.

Maafkan aku yang entah mengapa melawan takdir, menjadi seseorang serupa dan sejiwa dengan dirimu. Satu ingatan, satu suka dan satu duka bersama secara tidak langsung. Aku bahkan mengingat dan memahami semua tangismu secara diam-diam di malam hari pada waktu kamu masih hidup, khususnya saat kamu begitu merindukan sosok Ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang ada untukmu. Hatiku ikut sakit saat mengingatnya. Seandainya aku bersamamu saat itu, aku pasti akan berusaha menghibur dan mencoba meringankan bebanmu. 

Aku pun juga menebarkan bunga di makam tepat disebelah kirinya, yakni pada nisan yang bertuliskan Petrus Laurent. Lagi-lagi, aku berusaha menarik nafas dan menguatkan diri. Wajahku semakin tertunduk.

Ayah, aku sudah mengikhlaskanmu. Lihat diriku saat ini, begitu mampu menerima. Temanku pernah berkata kepadaku, Ayah.. Ia melihatku sebagai perempuan yang bahagia. Seringkali aku tidak merasa demikian, namun mungkin hal yang dilihat orang lain berbeda dan justru lebih betul. Aku percaya bahwa aku bukanlah manusia kloning sampah yang hanya ada diciptakan sebagai jaminan kerja sama. Ayah juga setuju, bukan?

Air mataku pun menetes tanpa dapat kutahan. Secara tiba-tiba dua ekor burung pipit kecil menghampiri, dan berputar-putar di depan wajahku. Kicauan mereka begitu riang dan menggemaskan. Bibirku menyunggingkan senyum lebar, dan kakiku kembali kuat untuk bangkit berdiri. Aku melangkah pergi, dengan menoleh ke atas langit yang begitu biru dan cerah.

"Sudah, belum?" Suara Ryan memanggilku dari kejauhan. Ia dan Velia duduk di kursi tunggu yang berada di pos satpam tak jauh dari sini. Aku pun mengangguk menanggapi, kemudian melangkah cepat ke arah mereka. 

"Akhirnya, sudah siap?" Pak Handoko berkata saat kami masuk ke dalam mobil. Ia tampak mengenakan kaca mata hitam yang begitu modis. Velia sampai menahan tawa saat melihatnya. Pak Handoko mengangkat alisnya dengan senyum jahil. "Yuk, akan saya traktir makan sepuasnya."

"Siap, calon presiden panutanku!" Ryan pun menjawab dan membentuk tangannya untuk membuat tanda hormat. Aku dan Velia pun tertawa kencang dibuatnya. Mobil pun melaju dengan cepat, meninggalkan tempat pemakaman umum yang tadi kami kunjungi. Meninggalkan semua lembaran lama dan menjalani hidup sebagai seseorang yang diperbaharui.

 Aku, Christy 2.0, lebih dari sekedar pengganti dan aku mampu untuk mengubah dunia. Memang aku tidak terlahir dari rahim ibu, namun justru itulah yang membuatku spesial.. Ya, aku ditakdirkan untuk menjadi manusia kloning. namun tetaplah aku akan menjadi seorang yang mempunyai jiwa dan hati nurani.  Memang butuh proses, namun aku berjanji bahwa aku akan menjadi perempuan yang lebih bahagia lagi seiring dengan langkahku dalam kehidupan ini. 

2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang