Samar-samar kulihat sesosok bayangan saat aku perlahan-lahan membuka mata. Bukan hanya satu, namun banyak. Mereka semua bergerak ke belakang. Setelah berhasil mengumpulkan nyawa, aku sadar bahwa bayangan-bayangan tersebut adalah kumpulan pohon-pohon. Mengapa mereka bergerak ke belakang? Tentu saja karena aku sedang berada dalam mobil yang melaju kencang ke depan. Kepalaku pusing., keadaan sekelilingku berputar-putar bagaikan komedi putar.
"Ugh." rintihku pelan.
"Kamu sudah sadar, Christy?" Ucap sebuah suara dengan lembut. Suara tersebut indah sekali, nada naik dan turunnya seakan-akan merupakan sebuah harmoni musik yang mengayun lembut dalam telingaku. Oke, kini otak artifisialku baru bisa memproses bahwa suara tersebut adalah suara Ryan.
"Aku... kenapa?" Tanyaku bingung. Aku melihat ke kaca spion di bagian atas mobil dan mendapati wajahku pucat sekali. Kulitku yang sudah putih nampak putih secara tidak wajar. Bibirku yang biasanya merah muda cerah kini terlihat memutih. Rambut panjangku acak-acakan. Waduh, sudah berapa lama aku terlihat kacau seperti ini?
"Kau hanya kecapekan, Ty." Ujar Ryan sambil terus fokus menyetir mobil. Dari samping, aku dapat melihat ia menyunggingkan sebuah senyum kecil yang manisnya luar biasa. Senyum itu terus muncul dalam mimpi-mimpiku. Aku sungguh menyukainya.
Aku berusaha mengingat hal yang terjadi sebelum aku tak sadarkan diri. "Om Theo... Bagaimana dengannya?"
Sebuah tarikan napas yang dalam dilakukan oleh Ryan, yang memegang kendali mobil tersebut. Dari bagian dalamnya, aku tahu bahw mobil ini adalah mobil berwarna emas milik Ryan. Memori Christy 1.0. masih ada dalam diriku. Aku kini dapat mengingat semua detail yang juga diketahui Christy 1.0.
"Ehm.. Maafkan aku karena harus mengatakan ini, namun beliau sudah tidak ada di dunia ini."
Aku tertegun. Mataku mulai berair, namun aku merasa reaksi stres yang kini kuhadapi sudah jauh berkurang. Sepertinya, aku sudah mulai bisa menerima kenyataan-kenyataan yang pahit. Begitulah hidup, tidak ada satupun kehidupan yang berjalan dengan mulus selamanya.
"Aku turut berdukacita." Ucap Ryan sambil sesekali melirikku. Aku menghapus beberapa tetes air mata dan menarik napas. Sungguh, menarik napas sangat membantu ketika kita sedang dalam tekanan atau stres.
"Aku akan berusaha mengikhlaskan beliau." ujarku pelan. Aneh, air mataku sudah berhenti. Perasaanku juga sudah lebih tenang. Menurutku, ini karena kehadiran Ryan di sisiku. Perkataan dan tindakannya memang menyejukkan hati. Ini sudah berlaku semenjak hari pertamaku hidup di dunia ini. Selain itu, aku juga yakin bahwa Christy 1.0. merasakkan hal yang sama. Aku sungguh mengagumi Ryan, si cowok berbadan agak besar dengan mata penuh ketulusan.
"Beliau pasti bangga denganmu." Ungkap Ryan setelah kami berdua hening sejenak. Aku tersenyum dan mengangguk. Kepalaku sudah tidak pusing lagi. Pandanganku yang tadinya sedikit buram juga sudah membaik.
Aku pun menegakkan posisi dudukku. Aku baru sadar kalau aku ternyata sudah memakai sabuk pengaman. Pasti saat pingsan tadi aku merepotkan sekali. "Menurutmu begitu?"
"Sama seperti aku yang selalu dan akan selalu bangga kepadamu, Christy 2.0." Ucapnya lirih namun masih terdengar jelas di telingaku. Wush, pipiku langsung merona lagi. Ryan ini memang satu-satunya cowok yang pernah dekat dengan Christy 1.0., dan secara tidak langsung, juga denganku.
"Kau bangga kepadaku?" Tanyaku nekad. Aku hanya ingin memastikan perasaan Ryan. Terkadang, aku tidak mengerti lagi ia tengah serius atau bercanda. Sebetulnya, aku berharap ia sedang tidak bergurau. Jika benar ia hanya sedang mempermainkanku, hatiku akan hancur berkeping-keping karenanya. Jangan sampai ia hanya memberiku harapan palsu.
"Tentu saja, Ty. Aku menganggapmu sebagai adikku sendiri."
Oke, jawaban itu memang kurang memuaskan. Namun setidaknya ia tidak mempermainkanku. Kasarnya, ia masih menganggapku sebagai sesuatu yang dekat dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.0
AventuraKetika membuka kedua mata, aku tidak sadar kalau hari itu adalah hari pertama dari hidupku yang baru. Aku yang lama memang sudah mati. Aku ditugaskan untuk melanjutkan jejak hidupnya di dunia. Inilah kisah dan takdirku sebagai seorang manusia kloni...