BAB 13 - Bukan dalam Gelembung Sabun

15 1 0
                                    

Sel tempat kami dilempar sangat jauh dari nyaman. Hidungku mencium bau yang tidak enak, sepertinya bau air urin. Selain itu, aku tidak melihat adanya sedikitpun pencahayaan dalam penjara ini. Saat aku membuka sepatu, aku merasakan banyak debu di kaki-ku. Aku juga dapat melihat sarang laba-laba di berbagai sudut ruangan. Tubuh artifisialku kini juga berkeringat hebat karena tidak adanya pendingin ruangan disini. Aku dapat melihat bahwa teman-teman yang lain juga kepanasan karena mereka mulai mengipas-ngipaskan tangan ke arah wajah mereka. Namun, yang paling mencolok adalah Velia yang celingukan. Ia pun berucap lirih sembari terduduk pasrah di lantai. "Kita kini dianggap hina, mereka tadi memanggilku pembunuh"

"Selain itu, tempat ini menegangkan" Responku terhadap ucapan Velia. Suasana hening yang bisanya membuatku tenang kini terasa mengerikan. Jantungku berdebar dengan semakin keras. "Aku... bingung"

Ryan ikut terduduk setelah berjalan tanpa arah dalam ruangan sempit ini. Ia nampak sudah lebih tenang dibandingkan kami semua. "Sudahlah, kalian ini.. Lagipula, sedari awal kita tahu resiko kita"

"Kak Ryan.. Apakah Mama baik-baik saja?" Velia berucap lirih sembari merunduk. Aku dapat merasakan pedih yang teramat dalam dari ekspresi yang ia tunjukkan. Hatiku miris melihatnya.. Kemudian, Ryan mengacak-acak rambut adiknya itu, kemudian merangkulnya erat. "Tentu saja, dan kita akan terus berjuang deminya, bukan?"

"Selama kita memahami visi yang kita perjuangkan, aku percaya kita tidak akan berhenti.." Ujar Felice berusaha tegar sembari ikut terduduk di sebelah Velia. Ia mengelus lembut tangan mungil Velia yang kini nampak dekil karena butiran debu di sekitarnya. "Selama apa yang kita rencanakan benar, semesta juga akan berpihak pada kita"

"Tenang saja, Velia.. Aku janji kita akan segera mendapatkan jalan keluar. Kamu jangan sedih lagi..." Ryan mengelus pipi Velia dan menatap matanya sungguh-sungguh. "Adik Kak Ryan kuat kok, ia pasti bisa bertahan dan bahkan memantul jauh lebih tinggi dari sebelumnya."

Kami berempat terdiam sejenak. Aku yakin, semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Banyak hal yang telah terjadi, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi untuk ke depannya. Apakah baik, buruk, mengerikan.. Entah.

Apapun yang akan terjadi, terjadilah...

"Kita bukan pembunuh, dan hidup kita berarti." Felice memecah keheningan dan berusaha tersenyum ikhlas. Ia mengepalkan kedua tangannya sesaat. "Untuk kau, Christy, kau diciptakan dengan tujuan mulia. Apa yang dikatakan sang pembual Addi adalah bohong. Ia seorang psikopat yang senang memanipulasi orang!". Aku pun berusaha menjawab dengan tenang. "Iya, aku juga sudah tidak memikirkannya.."

"Betulkah? Karena intuisiku mengatakan kau masih sangat memikirkannya.." Ryan mendorong pelan badanku sembari menyentuh lembut punggungku. Astaga, jangan lakukan itu terhadap perasaan malangku yang kini kembali berbunga-bunga. Ryan menunjukkan senyum jahil yang sangat kukagumi.. "Kamu tidak akan bisa berbohong padaku, Christy 2.0."

"Apa, aku sering membohongimu. Kamu bahkan tidak menyadari, dulu aku yang sebelum di kloning sering menjahilimu.. Aku mengatakan bahwa aku bisa terbang dan kamu selalu percaya.." Ucapku terkekeh.

"Tolong deh, aku bukan anak kecil lagi. Aku bahkan lebih tua darimu, tengil!" Ucap Ryan sembari menyikutku kesal. Aku tertawa melihat responnya. Ada rasa bahagia saat melihat matanya mulai bersinar kembali..

"Lagipula, kau tadi mengatakan bahwa aku tidak akan bisa berbohong padamu.." Aku masih ingin menjahilinya yang menjadi salah tingkah. Ciri khas Ryan yang selalu kurindukan. Aku menyikut balik lengannya. "Tenang saja, aku tidak sedang banyak pikiran. Malah, aku senang aku bisa bertemu kalian, hidupku sebagai kloning terasa begitu bermakna dan indah.. Ryan, terimakasih karena kau adalah sahabat terbaik yang tiada duanya. Semua kloning-kloning lain di dunia pasti iri kepadaku.. Aku tidak sendirian dan aku dikasihi"

2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang