Dia, Calon Bintang

1.6K 103 30
                                    

---------

Bintang

Ia bersinar dikegelapan, menghiasi langit dengan sinarnya,

Bintang

Ia terlihat kecil dari bumi, namun jika ditelusuri lebih dalam lagi,

Ia sangat besar. Bahkan ukurannya berkali - kali lipat dari bumi.

Namun ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia besar, kan?

Ia tidak pernah sombong bahwa cahayanya lah yang mengindahkan langit malam.

Dan, apakah aku bisa seperti bintang?

----------

"Maaf, tapi Dava harus di rawat dalam jangka waktu yang cukup lama, karna luka yang ada ditubuh Dava bisa saja bertambah parah jika tidak diobati dengan benar. " dokter itu memasang wajah sedih.

Kak Dania berdiri mendekatinya. " Apa maksud kamu, li ? "

" Yang tabah ya Dania. "

Aku menyandarkan kepala dibahu mama, berulang kali mama bilang. " Istigfar nak." dan mengelus punggungku. Mungkin karna aku yang saat ini terlalu larut dalam kesedihan. Nafasku juga sudah tidak teratur karna tangisanku.

Saat pertama kali bang Dava menyuruh dan menasehatiku agar shalat, waktu dimana aku dan bang Dava menatap langit yang penuh bintang, dan saat dimana aku curhat dengan bang Dava, seakan terulang di memori ingatanku.

Sudah lebih dari 4 bulan bang Dava pergi, aku selalu mendoakan yang terbaik untuknya. Berharap dia bisa pulang cepat, dengan keadaan sehat wal'afiat karna aku sudah sangat rindu padanya. Tapi apa ? Yang kudapat kini adalah keadaan bang Dava yang terbaring lemah dan tidak bisa pulang dikarnakan kondisinya yang tidak baik.

Tidak ada lagi yang kufikirkan saat ini kecuali bang Dava, bahkan aku melupakan jika saat ini aku juga sedang tidak sehat. Mengapa semuanya seakan datang bersamaan ? Disaat aku sakit, bang Dava juga lebih sakit daripada aku. Jika ini adalah ikatan batin, aku lebih memilih tidak ada ikatan batin antara aku dan bang Dava agar aku saja yang merasakan sakit, bang Dava jangan.

Tapi semua sudah terjadi dan apapun kejadian ini, aku tahu jika sudah digariskan oleh Allah swt. Tidak pernah meleset sesentipun jika ini memanglah takdir.

" La tahzan innallaha ma'ana." Dokter itu menepuk bahuku dua kali, setelah itu berlalu begitu saja.

Refleks aku membuka kedua telapak tanganku, mencoba memahami apa arti kalimat yang dikatakan dokter itu. Namun, tetap saja aku tidak mengerti.

" Jangan bersedih, sesungguhnya Allah ada bersama kita. " ucap kak Sakinah yang seakan tahu apa yang sedang kufikirkan.

Kuhapus air mataku dan langsung berjalan masuk kedalam kamar bang Dava, aku menggoyangkan badan bang Dava berusaha membangunkannya. Namun, kak Sakinah menarik tanganku.

" Dava butuh istirahat. Giselle, ikut kakak. " Aku menggeleng cepat, namun kak Sakinah tetap menarikku kearah luar ruangan.

Aku tidak tahu kak Sakinah mau membawaku kemana, tapi demi menghormatinya akupun pasrah dan berjalan mengikutinya dari belakang.

" Kakak mau ajak Giselle lihat bintang, ada salah satu tempat favorit kakak dan kakak yakin Giselle suka. "

Bintang. Ya, ku akui aku suka dengan benda langit yang satu itu. Bintang bersinar ditengah kegelapan. Ia ikut menerangi langit malam, meski banyak orang yang lebih perduli kehadiran bulan dari padanya, tapi ia tetap bersinar. Tidak perduli ada orang yang menyadari kehadiran ia atau tidak.

You Are Spirit Me " Cowok Musholla"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang