Aku benar-benar menyesal telah mengikuti study tour ini.
🎶
Sebuah ide terlintas di otakku. Aku memutuskan untuk berpura-pura tertidur. Jadi saat mereka bangun, aku tidak perlu bingung tentang apa yang harus aku ucapkan.
Tapi, aku malah tertidur sepenuhnya. Saat aku bangun, seperti biasanya, kepalaku tetap bersandar di pundak Bang Rion. Bang Rion maupun Varo sama-sama sudah terbangun sebelumku.
Aku tidak bisa melihat ke arah Varo sepenuhnya dikarenakan dia sedang menghadap ke arah jendela.
Setelah itu, aku meminta izin kepada Bang Rion untuk menjadikan pundaknya sebagai bantal. Dan aku kembali tidur. Aku memang suka tidur dan aku tahu itu.
🎶
Kami telah sampai di tempat kami akan menginap. Seperti homestay tapi berukuran lebih besar. Ada sekitar enam sampai tujuh bangunan yang disewa sekolah untuk study tour ini. Ada sekitar tiga angkatan yang ikut acara ini.
Setelah pembagian kamar di laksanakan, kami semua dipersilahkan untuk memasuki kamar masing-masing. Untung nya, aku sekamar dengan Tata. Aku tidak bisa membayangkan jika aku tidak sekamar dengannya.
Selain Tata, aku juga sekamar dengan tiga perempuan lainnya. Mereka tampak baik. Dan sepertinya mereka adalah kakak kelas. Mungkin kelas sebelas. Atau dua belas? Entahlah.
Setelah membereskan barang dan istirahat sebentar, kami di panggil untuk menuju aula homestay tersebut. Saat di perjalanan, aku bertemu dengan anggota KeMo yang lain. Di antara semuanya, Evanlah yang paling sering bercanda atau sekadar berbicara hal yang tidak begitu penting. Yang lain lebih banyak diam.
Aku tidak mengerti. Bahkan Bang Rion juga lebih diam dari biasanya. Tata juga. Apakah ini hanya perasaan ku saja? Aku merasa mereka begitu aneh.
Bang Rion maupun Tata yang kukenal, selalu ribut jika aku tidak memakai pakaian hangat di tempat yang bersuhu rendah. Tapi ini?
Tata bahkan tidak berbicara apa-apa. Sedangkan Bang Rion hanya memberikan jaketnya. Sebenarnya ada apa ini?
Mungkin aku berpikir terlalu keras. Kepalaku terasa pusing sekarang. Ini sungguh sangat pusing.
"Dir, Dira..." Terdengar seseorang yang memanggilku. Seperti suara Tata. Tapi Tata masih diam di sebelahku. Suara siapa ini?
"Dira?" Kali ini terdengar seperti suara Bang Rion.
"Anin!" Yang ini ... Sepertinya suara Varo. Aku tidak begitu yakin.
Tapi saat aku melihat ke arah mereka, mereka masih tetap diam dan sedikit melihat ke arah ubin. Dari mana suara itu?
"Anindira Myesha!" Kali ini seperti suara Bang Rion. Namun sangat kencang.
Setelah mendengar panggilan itu semua langsung terasa gelap dan sesak.
"Dira!"
"Anin..."
"Anindira!"
Aku mendengar suara mereka dan perlahan membuka mata. Suara mereka makin terdengar di indra pendengaranku.
Setelah aku membuka mata sepenuhnya, mereka bernafas lega.
Tenggorokanku sangat sakit. Aku ingin bertanya apa yang terjadi, namun tidak bisa. Perutku perih. Kepalaku pusing. Rasanya, dingin sekali.
Lalu aku mendengar Bang Rion bertanya, "Kemaren malem udah makan?" Aku menggeleng sebagai jawaban. Sepertinya dia akan marah.
"Kalo siang?" Kali ini Tata yang bertanya. Aku kembali menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
Roman pour AdolescentsPerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...