Aku celingak-celinguk mencari Varo, tapi tetap tidak menemukan nya.
Tiba-tiba, lampu kecil di depanku menyala. Membentuk sebuah petunjuk bagiku agar pergi ke sana. Aku mengikuti petunjuk tersebut.
Di depan jalanan kembali gelap. Kemudian, tiba-tiba, lampu kembali menyala, namun, kali ini membentuk hati dan di bagian tengah nya bertuliskan 'Will you be mine?' yang disusun sedemikian rupa menggunakan lampu.
Oh ... My ... God...
Refleks, aku menutup mulutku dan air mata yang disebabkan oleh perasaan bahagia yang meletup-letup.
🎶
Walaupun aku merasa sangat bahagia, aku tetap tidak tahu harus menerima Alvaro atau menolaknya. Hati kecilku berkata iya. Sedangkan logika berkata pacaran itu tidak diperlukan.
Kemudian, dari arah belakang aku mendengar Alvaro berkata, "Gue gak tau sejak kapan perasaan gue tumbuh dari rasa tertarik sampe sekarang udah jadi rasa cinta. Gue minta maaf karena gue agak terlambat sadarnya. So, would you be mine?"
Tanpa berpikir panjang, aku berbalik dan menghadap ke belakang lalu menjawab, "Maaf, tapi gue ga bisa." Setelah aku mengatakan hal itu, aku dapat melihat raut kesedihan dan kekecewaan tergambar di wajah Varo.
"Kita kan udah tunangan. Buat apa pacaran?" sambungku. Sesudah mendengar kata-kataku, wajah Alvaro menjadi sangat cerah juga dipenuhi raut bahagia. Rasanya puas bisa mengerjai seorang Alvaro.
Dalam waktu sepersekian detik, aku sudah berada di pelukan seorang Alvaro. Now, i'm officially his.
Setelah pelukan itu, kami mengobrol di sekitar taman. Aku tidak tahu apakah keputusan ini adalah yang terbaik untukku. Yang penting, untuk sekarang aku bisa berharap kebahagiaan akan datang di hidupku.
"Nin, masih inget gak pas pertama kali kita ketemu?" tanya Alvaro.
Aku berpikir sebentar kemudian menjawab, "Masih. Yang di kantin itu 'kan?" Lalu dia mengangguk.
"Waktu itu, lo numpahin jus jeruk ke baju gue. Terus, lo minjemin jaket nya Arkan ke gue," ucapnya.
Sekarang aku merasa seperti orang paling ceroboh di dunia. Dan itu semua terima kasih kepada Alvaro.
"Iya-iya maaf," jawabku dengan nada jutek. Setelah itu, dia terkekeh sebentar lalu melanjutkan.
"Tapi, lo termasuk beruntung loh."
"Kenapa?"
"Karena pas itu gue lagi seneng. Kalo engga–"
"Gue pasti udah tinggal nama sekarang," potongku
"Betul sekali! Seratus buat Anin!" ucapnya kemudian bertepuk tangan.
Malam itu, kami lalui dengan tertawa bersama. Dari semua malam yang pernah aku lewati selama 15 tahun, ini adalah malam yang terbaik.
🎶
Tanpa terasa, sudah sebulan kami lewati.
Semenjak aku berpacaran dengan Alvaro, banyak orang yang menunjukkan terang-terangan kebencian mereka kepadaku, ataupun memberikan aku kata selamat dan beberapa memberikan kalimat dukungan.
Itu memang sudah menjadi resiko sih.
Sekitar seminggu setelah kami resmi berpacaran, Arkan dan Tata menyusul. Ini persis seperti dugaanku. Mereka memang saling menyayangi. Juga saling tidak menyadari. Malah aku dan Alvaro yang menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
Teen FictionPerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...