Kemudian, ada seseorang anak laki-laki yang tak dikenal, masuk ke dalam kelas dan berkata, "Mana yang nama nya Anindira?" Dengan napas yang tersengal-sengal dan mata yang menatap tajam hampir seisi kelas.
Dan tatapan mata itu berhenti di ... Aku.
Sebenarnya ada apa ini?
🎶
Orang yang tadi mencariku ternyata adalah Elang. Nama yang cocok dengan mata elangnya.
Back to topic. Elang di perintahkan untuk memanggil seseorang anggota PMR yang bisa menangani korban perkelahian. Jadi ia menjemputku.
Aku tidak mengerti. Kenapa harus aku? Seingatku, hari ini bukanlah jadwalku piket. Ya tetapi karena hari ini ada upacara jadi aku memakai baju PDH.
Sekarang aku mengerti. Kenapa bukan anggota PMR lain yang di panggil. Kenapa justru aku yang di panggil.
🎶
Alasan aku yang dipanggil di sebabkan oleh manusia ini. Harusnya aku menduganya dari awal. Dan sekarang, jam pelajaranku terpotong. Ini semua karena Varo.
Benar, Varo-lah yang memerintahkan Elang untuk memanggilku.
Aku berani menjamin. Pasti tadi dia telah berkelahi dengan seseorang yang memiliki kekuatan kalau tidak setara, ya lebih tinggi dari dia.
Luka lebam di bagian rahang dan jidat. Pelipis nya sedikit robek. Ujung bibir nya lecet. Hidung nya juga lecet. Bahkan mungkin ada tulang hidung yang patah.
Sepertinya tidak mungkin lukanya sampai separah ini jika kekuatan mereka setara. Kecuali, Alvaro memang sedang tidak fokus.
Untuk melakukan pertolongan pertama pada luka memar, aku mengambil air dan es batu lalu memasukkan nya ke dalam baskom. Setelah itu, aku merendam handuk kecil di dalam baskom tadi.
Lalu, aku berjalan mendekati Varo yang sedang duduk di ranjang UKS. Saat sampai hampir persis di depan Varo, aku menaruh baskom tadi di sebelah nya dan memeras handuk tadi.
Setelah dirasa cukup kering, aku menggunakan handuk tadi untuk mengompres bagian tubuh nya yang memar.
Tindakanku ini berdampak tidak baik bagi kesehatan jantungku. Wajah kami sekarang hanya berjarak sejengkal. Mungkin pipiku mulai memerah. Berusaha kembali fokus adalah caraku untuk menghindari kontak mata dengannya.
Hampir saja lupa. Harusnya, aku menangani luka sobek pada pelipis nya dulu. Sudah terlanjur. Mau bagaimana lagi.
Aku memberikan sedikit alcohol gel pada lukanya. Lalu membersihkan nya dengan sedikit air dingin tadi. Aku sedikit menekan luka itu guna menghentikan pendarahan.
Setelah selesai, aku menempelkan handsaplast pada luka itu Dan melakukan hal yang sama untuk luka gores di hidung. Untunglah ternyata tulang hidungnya tidak patah.
Aku tidak tahu Varo bisa sekuat ini. Luka sebanyak ini sangat menyakitkan, bagiku. Apa lagi yang di pelipis. Dan kata Elang tadi, tangannya sempat terkilir. Namun terima kasih kepada Catur, tangan Varo sudah kembali seperti semula.
Walaupun begitu, sepertinya ini sudah memasuki batasan seorang Varo. Buktinya saja, tadi dia meringis berkali-kali saat aku mengobatinya.
"Anin." Panggilan Alvaro membawaku kembali ke dunia ini.
"Kenapa?" jawabku.
"Gue ngerepotin lo ya?" tanyanya dengan senyum kecut.
"Eh?" Kenapa Varo merasa aku direpotkan? Ini kan sudah menjadi kewajibanku.
"Tidak kok. Ini juga udah jadi kewajiban saya sebagai anggota PMR." Walaupun aku sedang tidak piket.
"Tapi kan lo lagi gak piket." Boom! Kenapa bisa pemikiran kami sejalan seperti ini?
"Ya gak masalah 'kan kalo Saya bantuin temen Saya?" jawabku tak mau kalah.
"Oh, cuma temen." Aku tidak salah dengar 'kan? Tidak mungkin. Aku pasti salah dengar. Dan lagi-lagi ia menunjukkan senyum kecut nya itu. Ada apa dengan Varo hari ini?
"Lo gapapa 'kan kalo tetep di sini?" tanya nya lagi. Aku mengangguk sebagai jawaban.
Kemudian, Varo duduk di sofa yang di sediakan. Dan menepuk-nepuk bagian sofa di sebelah nya. Sedangkan dia duduk di bagian paling ujung kanan.
Tentu saja aku duduk di ujung satu nya lagi. Mana mungkin aku berani duduk di sebelah nya.
Sesudah aku duduk di ujung sebelah kiri, dalam kurun waktu yang sangat cepat, kepala Varo sudah berpindah tempat. Yaitu dengan menjadikan pahaku sebagai bantalan. Sedangkan ia menutup matanya.
Tentu saja, tindakan yang Varo lakukan tadi membuatku terkejut. Namun tetap saja, perbuatan itu juga membuatku sedikit gugup dan berbunga-bunga.
Napas Varo sudah mulai teratur. Itu bisa menandakan bahwa dia sudah tertidur. Sebelah mengumpulkan keberanian sebesar mungkin, aku mengangkat tangan ku untuk mengelus-elus rambut nya.
Namun, ia menahan tangan ku dan berkata, "Don't leave me." Dengan suara serak nya. Aku menjawab, "I won't." Dan menggenggam tangannya yang tadi Varo gunakan untuk menahan tanganku. Dan kurasakan napas Varo yang kembali stabil.
Sejak saat itu, aku percaya sepenuhnya pada kata-kata yang Tata ucapkan sebelumnya.
Bahwa aku menyukai dia.
Iya, dia.
Berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua kami, perjanjian aneh itu. Sikap manis seorang Varo yang dapat memikatku. Lalu apa selanjutnya?
Semoga saja, hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang adalah hal-hal yang baik.
Alvaro Rafandra Prajasa, i think i really-really like you.
Grey Note
Ha ha ha
Akhirnya, Anin mengakuinya gais!Gils.
Grey lagi ada kerkel, jadi ga bisa banyak basa-basi. He he he
So,
Babay 🙋
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
Ficção AdolescentePerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...