Bunda : pulang nak...
Abang : cepet balik. jangan keluyuran mulu. murahan dasar
Ayah : cepat pulang!
🎶
Semua pesan yang mereka kirim berhasil membuat perasaanku menjadi tidak menentu.
Sudah kubilang bukan, Varo itu memang cukup peka. Sekarang, dia sadar akan perubahan raut wajahku. Menyebalkan. Air mata sialan ini mulai keluar kembali.
Varo yang menyadari itu langsung memelukku tanpa sepatah katapun. Oke, Varo memang terlalu peka. Dia mengusap-usap rambutku dengan tujuan membuatku lebih tenang. Itu sedikit berhasil.
Kemudian, Varo bertanya, "Mau nginep di apart aku dulu?" Dan anggukan adalah jawabannya.
Setelah itu, kami menuju ke area parkir untuk pulang.
🎶
Sesudah kami sampai di apartment milik Varo, aku langsung menunjukkan pesan yang menyababkan aku menangis tadi.
Entah kenapa aku merasakan amarah Varo yang tersulut setelah membaca pesan itu.
Lalu, masuk sebuah pesan baru yang sama sekali tidak kami duga.
Bunda : pulang nak...besok kami akan menjelaskan semuanya
Kami saling pandang sejenak dan kemudian menemukan jawabannya. Aku akan pulang besok. Setelah sekolah dan ditemani Varo tentunya.
🎶
Tentu saja aku tidak bisa tidur nyenyak juga berkonsentrasi dalam belajar. Pelajaran terakhir adalah pelajaran Seni Budaya yang dipandu oleh Bu Musnah.
Eh, maksud ku Bu Rusnah. Di panggil seperti itu karena banyak anak yang sebal padanya dikarenakan barang-barang yang harus dibawa saat pelajaran itu sulit diperoleh.
Kembali ke topik awal. Apalagi yang bisa mereka jelaskan? Bukannya ini sudah jelas? Aku adalah anak haram. Sudah, itu saja.
Dan lagi, saat aku menceritakan semua ini kepada Tata, respon pertama yang ia berikan adalah memukul meja yang tidak bersalah. Poor meja.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Itu artinya, aku akan segera mendapat penjelasan.
Di luar kelas, aku segera menuju ke arah Varo dan kemudian pergi ke area parkir bersama.
🎶
Begitu aku memutar kunci dan masuk ke dalam rumah, suasana hening sempat datang menghampiri. Tapi itu tak berlangsung lama begitu aku sampai di ruang tamu.
Saat aku masuk ke ruang tamu, pada awal nya mereka tidak menyadari keberadaanku. Sampai Varo berdeham cukup keras dan kemudian mereka semua menoleh kearah kami.
"Duduk nak, Alvaro juga," kata bunda sambil tersenyum lembut. Akupun duduk di sofa yang paling ujung, sementara Varo menjadi penengah antara aku dan Abang.
Di ruangan ini, ada Ayah, Bunda, Abang, dan seseorang laki-laki--dia terlihat tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua--yang waktu itu sedang berbicara dengan Ayah dan Bunda. Apakah aku masih bisa memanggil mereka dengan sebutan itu sekarang?
"Langsung ke intinya saja," ucap Ayah.
"Biarkan saya yang bercerita," kali ini lelaki yang tidak kukenali mengambil alih. Setelah dirasa semua setuju, ia melanjutkan,
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
أدب المراهقينPerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...