Rasanya aku sungguh ingin membalas dendam. Tapi, aku sudah berjanji pada Bunda untuk tidak melakukan hal seperti itu.
🎶
Aku tidak bisa menjamin pembalasan akan datang dalam waktu dekat ini. Tapi tetap saja pembalasan akan berlangsung. Kurasa.
Sekarang sudah hari Jum'at. Sudah tiga minggu semenjak kejadian di gudang. Mulai hari itu, kemanapun aku pergi, harus ada yang menemani. Entah itu Tata, Varo, Bang Rion, Alex, maupun Axel.
Dan setelah aku kembali ke kelas—untung nya tidak ada guru yang sedang mengajar—aku memohon kepada Tata agar dia tidak memberitahukan masalah ini kepada Alex. Apalagi kedua orang tua ku. Bisa gawat jika mereka tahu.
Pada awalnya, tentu saja Tata menolak. "Ini demi kebaikan mu," katanya. Bukan Anindira kalau dia mudah menyerah. Aku menggunakan jurus puppy eyes-ku dan ... Poof! Itu berhasil.
Tapi, sekarang aku harus selalu ditemani kemanapun aku pergi. Meskipun hanya ke toilet atau ke kelas sebelah.
Hari ini aku pulang bersama Tata karena Varo ada ekskul basket dengan Alex. Sedangkan Axel ada ekskul futsal bersama Bang Rion. Mereka memang gemar dan tentunya mahir olahraga.
Saat kami di halte, menunggu angkutan umum datang. Tata merasa bosan. Jadi dia kembali ke sekolah sebentar untuk membeli jajanan.
Begitu Tata menyeberang jalanan dan memasuki gerbang sekolah, ada seseorang yang menutup mulut serta hidungku dengan sapu tangan yang sepertinya telah dilumuri obat tidur. Dan semuanya menjadi gelap.
🎶
Begitu aku terbangun, aku sudah ada di sebuah ruangan dalam gedung tua. Mungkin. Dindingnya sudah terlihat kusam. Kayu nya juga terlihat mulai lapuk.
Menyebalkan. Kenapa lagi-lagi tanganku harus diikat? Ck. Dugaanku, ini ulah Querida lagi.
Benar saja, tak lama dia masuk bersama antek-anteknya.
"Halo, jalang," sapanya dengan smirk menyebalkannya.
"Halo, bitch," sapaku balik. Dia sempat terkejut dengan responku. Tapi dia bisa menutupi keterkejutannya dengan smirk itu. Perasaanku tidak enak.
Lalu, salah satu anak buahnya menutupi hidung dan mulutku dengan sapu tangan seperti tadi. Ck, sialan. Dan semuanya kembali menjadi gelap.
🎶
Saat aku kembali membuka mata, yang aku rasakan adalah pusing dan sesak. Kenapa seragam yang aku pakai terasa sempit sekali?
Tunggu, sejak kapan aku menggunakan rok span? Bajunya juga, sangat ketat. Sempit dan sesak adalah dua kata yang sangat tepat untuk menggambarkan baju ini. Pasti kelakuan Querida dan antek-anteknya.
Tak berbeda jauh seperti tadi, Querida dan antek-anteknya kembali masuk ke dalam ruangan aku di sekap.
Oh, shit!
Di belakang mereka, ada para badboy yang seharusnya sudah dikeluarkan dari sekolah. Menurut Tata, pimpinan mereka pernah membuat korban—perempuan tentu saja—nya hamil. Dan of course dia tidak bertanggung jawab. Jangan sampai nasibku berujung seperti para korbannya.
"Hm, lumayan Queen," kata salah satu di antara mereka yang kuduga merupakan pimpinannya.
"Gak seberisi yang terakhir. Tapi yang ini lumayan," lanjutnya.
Aku terus merapalkan doa dalam hati.
Kemudian, si pemimpin itu mendekat kearahku. Gosh ... Rasanya aku seperti ingin mati sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
JugendliteraturPerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...