Begitu aku kembali menghadap ke arah bangunan tua tempat tadi aku disekap, mereka sudah keluar.
🎶
Alex, Axel, Varo, Arkan dan beberapa anggota Destroyer telah keluar dari bangunan tua tadi. Semuanya lengkap. Meskipun ada beberapa yang terluka.
Aku dan Tata bertugas untuk mengobati mereka semua. Setelah semua telah diobati, aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Lalu, langit berubah warna menjadi kemerahan. Matahari mulai terbenam. Kami semua pulang ke rumah masing-masing.Dan tentu saja, di rumah aku diceramahi habis-habisan oleh ketiga lelaki ini. Alex, Varo, Axel.
🎶
Tak terasa, empat bulan lebih telah berlalu semenjak kejadian-kejadian itu. Bahkan, Alex, Axel, Varo dan kawan-kawan dari kelas XII lainnya telah melaksanakan Ujian Nasional dan ujian-ujian lainnya yang tidak kumengerti.
Waktu berjalan dengan terlalu cepat aku rasa.
Tiga hari lagi, Pentas seni--atau yang biasa kita singkat PenSi--Taruna Bangsa akan diadakan dan tentunya dibuka untuk umum. Karena aku masih kelas X, aku tidak begitu banyak berpartisipasi dalam acara ini. Aku hanya diminta untuk menjadi bintang tamu. Dengan Varo juga tentunya.
Omong-omong, Festival kolaborasi yang kami adakan berjalan dengan sangat sukses. Festival yang diberi tema Fantasy itu berhasil menarik minat banyak pengunjung. Mulai dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa.
Kami sebagai panitia sedikit kerepotan dengan masalah kostum. Tapi masalah itu tidak menghambat semangat kami. Jadi, Festival tetap berjalan mulus.
Aku harap Pensi ini juga begitu.
Hari ini aku masuk sekolah untuk mengikuti gladi resik. Sebenarnya tadi aku hampir ketiduran. Jika saja tadi Alex dan Axel tidak ribut di luar, pasti aku akan kena omel para panitia dan juga Varo. Jadi aku sedikit berterima kasih kepada mereka.
Belakangan ini, aku melihat Varo menjadi lebih murung. Dia tidak seceria biasanya. Apa karena dia memikirkan nilai ulangan nya?
Itu sungguh tidak seperti seorang Alvaro Rafandra Prajasa.
🎶
Gladi resik pun dimulai tanpa ada hambatan. Hanya saja, saat menyanyi tadi, tatapan Varo seperti ... Kosong.
Aku ingin bertanya, tetapi aku takut aku malah akan menghancurkan moodnya. Jadi aku harus apa?
Apakah tidak ada satupun cara yang bisa kulakukan?
Tiba-tiba, Arkan lewat tak jauh dari tempat kami berada. Aku memanggil nya lalu menghampiri dia.
"Varo kenapa?" tanyaku hati-hati.
"Eng...." Arkan tampak ragu. "Dia ga papa kok!" serunya seketika. Aku mengangkat alis sebagai respon lalu berbalik badan dan berjalan kembali ke panggung—setengah jadi—untuk Pensi. Padahal tadi Varo masih di sana. Sekarang dia sudah hilang entah kemana.
Huft...
Tampaknya hari ini aku memang kurang beruntung.
🎶
Lagi-lagi, tanpa terasa tiga hari terlewati. Hari ini, Pensi diselenggarakan. Semoga, aku tidak melakukan kesalahan saat tampil di depan nanti.
Untuk para bintang tamu, disediakan ruang-ruang kelas sebagai ruang tunggu mereka. Tentu, aku dan Varo juga mendapat ruang itu.
Aku datang sedikit terlalu pagi. Tak lama setelah aku datang, Varo juga datang. Begitu dia memasuki ruang kelas—anggap saja itu ruang tunggu—Varo langsung menghampiriku dan mengacak-acak rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindira
Fiksi RemajaPerpisahan dapat mengajarkan kita banyak hal *** Pada awalnya aku hanyalah anak SMA yang baru saja pindah ke Jakarta dikarenakan pekerjaan orang tua dengan harapan berjumpa kembali dengan seorang sahabat lama yang merupakan salah satu murid di sekol...