Aku sudah menikah.
Aku bukanlah diriku yang dulu lagi.
Kalimat-kalimat itu terus berputar di kepalaku mengingat bahwa kini, aku sudah menikah dan aku sudah berubah. Entah apa yang membuatku masih berdiri tegap sampai saat ini dikala banyak cobaan yang menerpaku. Bagai batu karang yang diterpa ombak, aku tak goyah meskipun diriku tak memiliki kekuatan.
Kepergian Tiffany....
Pernikahan itu....
Semuanya berlalu begitu saja bagai hembusan angin dan meninggalkan bekas yang tak dapatku definisikan.
Kini, aku harus tinggal satu atap dengan gadis bernama Im Yoona. Gadis yang menjadi kepercayaan orangtuaku untuk menjadi seorang istri. Gadis yang sama sekali tidak ku kenal, dan pastinya tidak ku cintai.
Selama ini hanya ada empat perempuan yang hadir dalam hidupku, Halmeoni (nenek), Eomma, adikku Jinri, dan juga Tiffany. Bagiku cukup sulit untuk memulai hidup yang baru dan dengan orang yang baru juga.
Setiap hari kami makan bersama, berbagi acara tv yang sama, berangkat dan pulang sekolahpun bersama. Entah kenapa itu menjadi kebiasaan baruku, termasuk mengamatinya.
Dia adalah gadis yang periang dan memiliki hobi untuk tersenyum. Meskipun aku tahu dia berusaha menahannya di depan mataku. Dia juga suka sekali memasak dan menyayangi hewan. Apapun makanan yang dibuatkannya untukku selalu kuhabiskan tanpa komentar satupun, meskipun aku ingin sekali mengatakan kalau masakan yang dibuatnya sangat enak. Setiap hari minggu aku selalu mengundang Donghae untuk jogging bersama di lingkungan perumahanku, tentu saja sahabat baikku akan membawa anjing kesayangannya -Bada. Yoona menjaga Bada dengan baik, jujur saja bagiku dia adalah gadis yang menyenangkan.
Sejak dia tinggal bersamaku sebuah perasaan muncul, tapi aku mengatakan kalau perasaan itu bukan cinta. Melainkan kagum. Entah hal apa yang membuatnya setuju untuk menikah denganku diatas nama perjodohan. Aku masih memikirkan apa yang menjadi alasannya menerima pernikahan itu, padahal dia sudah tahu apa konsekuensinya.
Aku mengerti jika ia menderita, terlihat jelas di matanya yang selalu sayu menatapku. Ia selalu mencoba berhati-hati tiap kali berbicara padaku. Dan juga selalu menghindar jika aku mulai merasa kesal.
Aku kesal tiap kali mengingat kepergian Tiffany yang sampai saat ini terus menghantuiku.
Tidak ada yang spesial dari hubungan kami sejak pernikahan itu dua bulan yang lalu. Kami masih sibuk dengan sekolah dan tidak memikirkan tentang hubungan antara suami istri yang sah menikah dan juga masalah keturunan. Tidak ada pembicaraan kearah itu selama ini. Interaksi diantara kami hanya sebatas orang yang baru kenal dan tinggal bersama. Sesekali aku menggodanya dan dia memberikanku tatapan mengancam. Tapi aku menyukai itu.
"Oppa!!!" Aku berbalik dan menemukan Jinri -adik kecilku yang kini berlari kearahku.
"Jinri-ya!!" Aku langsung menggendongnya ketika dia memelukku.
Aku sangat merindukannya. Karena aku tinggal di rumah ini hanya berdua dengan Yoona sedangkan Jinri tinggal bersama orangtuaku.
"Oppa bogoshipeo..." ucapnya sambil memanyunkan bibir. Adikku ini sangat menggemaskan.
"Oppa bogoshipeo?" Tanyaku ketika wajah kami saling memandang. "Nado, Jinri-ya."
"Siwon-ah..." suara perempuan lain membuatku menoleh dan menemukan ibuku bersama Yoona kini berjalan kearah kami.
Aku langsung menurunkan Jinri dan memeluk ibuku. "Eomma... "
"Nae adeul charae?" Tanya ibuku ditengah pelukan kami. (Anakku baik-baik saja?)
Aku membalasnya dengan anggukan. Mataku mengekori kemana Jinri pergi. Gadis berambut pendek itu berdiri disamping Yoona dan menggenggam tangannya lalu keduanya saling melempar senyuman. Aku tak tahu sejak kapan mereka berdua dekat. Tapi sepertinya Jinri sangat menyukai Yoona.
"Eomma datang untuk berkunjung dan makan malam bersama. Kalian pasti lapar kan?" Tanya ibuku.
Hari sudah menjelang sore dan sepertinya Yoona belum menyiapkan makan malam. Dia sibuk belajar untuk ujian pertengahan semester, sangat berat baginya untuk membagi waktu antara belajar dan juga mengurus rumah ini. Itulah kenapa aku membenci perjodohan ini.
Alhasil ibu, Yoona, dan Jinri pergi ke dapur untuk memasak sedangkan aku di ruang tengah membantu mengerjakan tugas Yoona. Mungkin sedikit pengetahuanku bisa membantunya. Sebenarnya Jinri tidak bisa memasak. Dia hanya anak kecil berusia sembilan tahun, pastinya yang dia kerjakan hanyalah makan disana.
Sesekali aku mendengarkan suara tawa dari arah dapur. Aku bisa merasakan kalau mereka saling menyukai. Jinri menyukai Yoona dan juga sebaliknya, terlebih lagi ibuku. Dia sangat menyukai gadis itu. Aku ingat dia pernah mengatakan kalau dia menyukai Yoona sebagai menantunya, dan kini aku merasakan alasan itu.
Yoona memang seorang gadis idaman. Sayangnya aku tidak memiliki perasaan apapun padanya. Aku sekarang tak tahu apa dan siapa yang ada di hatiku. Disatu sisi aku masih menderita akan kepergian Tiffany dan disisi lain, Yoona mrncoba menyembuhkannya meskipun dia tidak tahu dirinya sendiri penyebab Tiffany meninggalkanku.
"Oppa, kajja meogoyo..." tiba-tiba saja ditengah lamunanku Jinri datang dan mengajakku pergi ke meja makan. (Ayo makan)
Di meja makan aku menemukan banyak sekali makanan berada. Semuanya adalah makanan rumahan kesukaanku. Bulgogi, cheese bul ddalk, dan masih banyak lagi. "Makanlah Siwon-ah, Yoona yang membuatnya." Ujar eommaku saat kami sudah mulai acara makan.
"eomonim..." aku tahu kalau Yoona ingin mengatakan untuk tidak memujinya.
"Eomma dengar kalian akan mengikuti ujian pertengahan semester. Semangatlah!" Kata ibuku. "Kalau tidak salah setelah ujian akan ada libur. Eomma berpikir tentang bulan madu untuk kalian berdua."
Tiba-tiba aku tersedak untung saja Yoona memberikanku segelas air. "Wae?" Eommaku ini selalu bersikap tidak bersalah.
"Eomma hanya memikirkan liburan untuk kalian berdua, dan sepertinya waktu itu adalah waktu yang sangat tepat"
"Tapi eomonim... sepertinya tidak perlu," jawab Yoona.
"Yoona-ya,"
"Apa yang dikatakan Yoona benar eomma... kami tidak membutuhkan bulan madu ataupun liburan. Cukup istirahat disini saja sudah cukup" sambungku.
"Appamu yang memintanya. Mau tak mau kalian harus menurutinya. Eomma sudah memesankan tiket ke Osaka setelah ujian kalian berakhir." Bagaimanapun Eommaku adalah orang yang sangat keras kepala. Tak ayal jika sikapnya menurun padaku.
"Jinri mau ikut" kata Jinri dengan mulut yang penuh dengan daging sapi sampai minyak dari bulgogi berlumeran di bibirnya. Aku tersenyum.
"Jinri-ya kau harus belajar dulu. Kau juga akan ujian bukan? Nilaimu kemarin dibawah Sehun, apa kau tidak ingin berada diatasnya?" Tanya ibuku sambil membelai rambut Jinri.
"Ani... aku akan mendapat nilai seratus dan ranking satu! Sehun tidak boleh mengalahkanku." Jawab Jinri dengan polosnya.
Sehun adalah teman sekelasnya dan juga tetangga kami di rumahku yang dulu. Mereka selalu bermain bersama dan juga bertengkar tentu saja.
"Bagus. Belajar yang rajin dan buktikan pada Sehun kalau kau lebih pintar darinya." Ujarku. Sedangkan Yoona hanya tersenyum.
"Eonni, kapan kita bisa bermain bersama?" Tanya Jinri.
Yoona memandangnya sembari tersenyum. "Kita bisa bermain setelah makan malam, cepat habiskan makanmu" kata Yoona.
"Ani, kau harus belajar bukankah besok kau ada quiz fisika?" Tanyaku. Aku melarangnya demi kebaikannya bukan?
Entah kenapa aku peduli padanya, padahal dulu aku tidak peduli padanya. Entah kenapa aku mulai memberikan banyak perhatianku padanya padahal sebelumnya tidak.
Terkadang saat bersamanya aku tidak bisa mengontrol hati dan perasaanku. Apa aku mulai menyukainya?
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember That
De Todo> COMPLETED < BEWARE SAD ENDING Remember that, in the end of winter you hurt me, I promise I would love you forever. I let you go for your happiness. -unknown. Only guilty lingering me if I remember about you. -unknown. Just a reverenge that mak...