16. Tak Berdaya

1.3K 101 7
                                    

Yoona masuk ke dalam kamarnya setelah sampai di rumah dengan kondisi nyaris mati kedinginan karena terlalu lama meratapi kepergian Siwon dengan keputusannya yang tak mau menerima cabang bayi yang ia kandung.

Kini ia berada dalam kamar mandi di kamarnya dan menyalakan shower air hangat. Mungkin dengan sapuan air dari kepalanya bisa melunturkan segala beban yang ia tanggung.

Yoona masih memakai pakaiannya tetapi sekarang pakaian itu sudah basah kuyup karena sapuan air. Dia menangis. Dia menangis sejadi-jadinya mengingat setiap perkataan yang Siwon lontarkan padanya.

Ia menangis dibawah siraman air hangat dari shower itu berharap airmatanya tidak terlihat jelas karena tercampur oleh air dari shower.

Kenapa? Kenapa dia harus bernasib seperti ini?

Jika memang Siwon tidak mencintainya itu tak apa, jika memang Siwon tidak bisa menerimanya tidak apa, asalkan lelaki itu mau mengakui anak yang berada dalam kandungannya ini adalah anak mereka. Itu saja yang Yoona inginkan.

"Kenapa? Kenapa kau bernasib semalang ini... Padahal kau belum terlahir di dunia ini?" tanya Yoona dengan nada parau sembari mengusap perutnya yang masih datar.

"Aku berusaha.... Aku berusaha agar kau mendapatkan pengakuan dari ayahmu, meskipun dia membenciku... Tapi kenapa kau harus mendapatkan penolakan seperti ini? Kau tidak salah apapun.... Kau tidak memiliki kesalahan apapun, tapi kenapa Tuhan begitu tidak adil padamu?"

Monolog yang Yoona lakukan kepada si cabang bayi itu tidak menghasilkan jawaban apapun. Dia hanya terus bertanya tanpa adanya pemberi jawaban. Apakah dunia ini membencinya? Apakah dia pernah membuat kesalahan sehingga Tuhan memberikannya nasib seperti ini?

"Ini semua salahku... Seharusnya sejak awal perjodohan aku sadar bahwa dia tidak menginginkanku, seharusnya aku sadar sejak saat itu dan pergi menjauhinya. Bukan malah memperpanjang mimpiku seperti ini...."

Lagi dan lagi Yoona mengusap lembut perutnya sambil menangis.

"Ini semua kesalahanku. Bukan salahmu.... Jangan menangis, aku sama sekali tak menyesali memilikimu dalam hidupku... Aku senang kau hadir di dunia ini untukku...." Yoona kini melangkah keluar shower menuju walking closet dan mencari sesuatu di laci kamar mandinya.

Ketika ia menemukan sebuah gunting, Yoona mengambilnya dan membawa gunting itu bersamanya kembali ke shower.

"Maafkan aku, aku tak bisa hidup seperti ini. Ayahmu tidak menginginkanmu dan diriku. Aku tak bisa membunuhmu, kau tak bersalah. Jadi lebih baik, aku saja yang pergi dari dunia ini." gumam Yoona dengan bahu dan telapak tangan yang gemetaran.

Dia berusaha untuk menguatkan diri, namun kekuatannya tak sanggup lagi membendung beban perasaan yang ia miliki.

Yoona mengarahkan gunting yang sudah ia buka ke arah urat nadinya. Airmatanya terus mengalir bersamaan dengan rasa sakit yang ia alami. Dia berdoa semoga setelah ia selesai menyayat nadinya, Tuhan akan mengambil nyawanya pergi.

"Maafkan aku eomma.... Maafkan aku appa... Maafkan aku malaikat kecilku..." itulah ucapan terakhir Yoona sebelum ia menggoreskan sisi tajam dari gunting ke urat nadinya sendiri yang menimbulkan percikan darah dan juga bekas sayatan.

Ia menggoresnya terlalu dalam sehingga benar-benar mengenai nadinya. Kepala Yoona tiba-tiba saja pusing dan membuatnya tersungkur ke lantai keramik kamar mandinya. Dia pingsan seketika disana.

Lamanya Yoona yang berada di kamar mandi membuat sang ibu sangat khawatir. Sejak kepulangan Yoona dari taman, ibundanya tidak melihat Yoona keluar dari kamarnya sama sekali. Dan itu sangat mencurigakan.

Remember ThatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang