Aduh!
Aku menarik napas panjang ketika kedua mataku ini menangkap sesosok makhluk yang berdiri tepat di hadapanku. Seorang bertubuh kekar dengan dada yang bidang, perut kotak-kotak seperti roti sobek. Otot bisep dan trisep yang menjembul bagai pahatan batu pualam, kulit putih bersih seperti kapas.
Aku memang ternganga untuk beberapa saat, apalagi menatap wajah lelaki ini yang sangat menarik. Hidung mancung, kumis tipis, rambut klimis dan bibir yang erotis. Sempurna! Seperti pangeran yang turun dari khayangan. Super duper ganteng maksimal, setidaknya itulah penilaianku. Dia tersungging dengan senyuman yang teramat manis. Namun, aku malah tertunduk tak berani menatap lagi. Matanya yang sipit itu berbinar dengan sorot yang tajam bagai pisau belati. Aku jadi semakin gugup tatkala pria ini tanpa segan melepas handuk yang dari tadi menutupi tubuh bagian bawahnya.
Dengan refleks aku terperanjat dan terbengong saat melihat alat kejantanannya yang berdiri kokoh seprti basoka yang siap tempur. Kepalanya merona bagai helm tentara, batangnya berurat dan tersunat ketat. Dan bulu-bulu yang menghiasi area pubisnya pun tercukur rapi. Dua bola kembar itu pun tak lepas dari perhatian pandanganku. Biji-biji itu bergelantungan manja seperti anak monyet. Seolah menggodaku untuk meraih dengan kedua tanganku.
Jantungku seketika berdetak makin kencang. Bagai genderang yang tertabu dengan sangat kencang pula.
Aku membalikan tubuhku. Namun apa yang dilakukan pria itu? Dia malah menarik tanganku dan memaksaku untuk memegang benda pusakanya yang memang sudah tegang seprti tugu monas.
Ah, sial! Ini cuma halusinasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sang Perantau
Short StoryCatatan ringan seorang pria yang hidup di Jakarta.