Siang itu, aku melihat seorang anak laki-laki berseragam biru putih yang sedang berjalan dengan mata yang sembab, mungkin dia habis menangis.
Sungguh, melihat bocah itu ingatanku langsung tertuju pada waktu beberapa dekade yang lalu saat aku berusia sama dengan anak SMP itu.
Suatu ketika aku pulang sekolah dengan pandangan mata nanar dan berkaca-kaca. Aku sedih dan menangis karena aku di-bully dan diremehkan oleh teman-teman sekelasku. Mereka menghina dan mengejekku. Mereka menjauhi aku dan tidak mau berteman denganku.
Bahkan ada satu kejadian yang membuatku sangat terpukul dan benar-benar sakit hati, ketika aku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Dari sekian banyaknya regu tak ada satu pun yang mau menerimaku sebagai anggotanya. Bahkan regu dari kelasku sendiri juga menolakku dengan alasan yang tidak masuk akal. Hingga akhirnya, aku mengundurkan diri dari kegiatan itu.Dari bullyan itulah, aku menjadi sosok yang rendah diri, pemalu dan jadi murid yang tersisih dan kesepian. Prestasiku juga masih standard saja hanya berada di peringkat 26 dari 48 siswa di kelas.
Di tahun kedua, aku mulai berubah ketika bertemu dan sekelas dengan anak yang paling berprestasi seangkatanku. Anaknya pendiam tapi otaknya encer. Dia pintar dan menguasai semua mata pelajaran. Dari dialah aku belajar bagaimana untuk mendapatkan nilai yang bagus. Semangatku untuk terus maju dan melupakan semua yang menimpaku di tahun pertama terus terpacu. Hingga pas pembagian raport kenaikan kelas aku mendapatkan rangking dua setelah sahabatku itu. Aku juga masuk dalam peringkat 10 besar dari seluruh jumlah siswa kelas dua pada waktu itu.
Namaku juga disebut dalam upacara bendera sebagai salah satu siswa berprestasi di bidang akademis.
Semenjak itu, teman-temanku yang dulu meremehkan dan mengolok-olokku jadi merubah sikapnya dan mulai menghargai aku.
Demikianlah bagian masa laluku, semoga bermanfaat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sang Perantau
Short StoryCatatan ringan seorang pria yang hidup di Jakarta.