SS-6

946 87 5
                                    

"Pokoknya, sesuai rencana ya, jangan sampe gagal."

"Siap. Tapi inget, gue gak akan nyakitin dia."

"Ya," balasnya untuk mengakhiri telfon itu.

***

Sena mengacak rambutnya yang agak basah karena keringatnya tersebut. Dari kejauhan, sungguh Shenna terpesona melihat Sena barusan. Ah, Shenna yang pacarnya saja terpesona apalagi cewek lain.

Lagi-lagi, Shenna sedih sendiri jika mengingat permintaannya pada Sena, untuk menyembunyikan hubungannya. Ya, namanya juga trauma, tidak mungkin ada yang mau kejadian yang membuatnya trauma terulang lagi.

"Shen," Yesha menepuk pundak Shenna dari belakang lalu duduk di sebelahnya.

Shenna menoleh, "Eh, Yesha."

"Jangan diliatin aja atuh, neng. Disamperin gih, kasih nih," Yesha memberikan Shenna sebuah botol minum yang baru saja ia ambil dari tas Sena. "Abang biasanya kalau lagi sparing gini sama kelas lain, seneng banget kalau dikasih minum sama yang dia sayang. Gih, sana."

Shenna memerhatikan botol minum Sena yang masih Yesha pegang, "Tapi, Sha...nanti semua orang tau dong?"

"Kalau kata di buku Dear Nathan; yang jalanin hubungan kan kalian," Yesha tersenyum ke arah Shenna dengan percaya diri.

Shenna menganggukkan kepalanya, lalu menerima botol minum Sena.

"Yaudah, gue balik ya ke cowok gue," Yesha terkekeh, sedangkan Shenna menganggukkan kepalanya sembari terkekeh pula.

Ia memegang botol minum Sena dengan kaki yang tidak bisa tenang, karena sebentar lagi sparing akan selesai.

Priiiit!

Tepat peluit ditiupkan oleh salah satu teman Sena yang menjadi wasit, Shenna terkejut dan jantungnya berdebar tak karuan.

Dari kejauhan, Sena menoleh ke arah Shenna dengan senyum mengembang, karena timnya baru saja menang dari kelas XI yang ia lawan.

Sena berlari ke arah Shenna, tak perduli semua pasang mata perempuan di sekitarnya memerhatikan dirinya dan Shenna.

"Hai?" Sapa Sena sesampai ia di samping Shenna.

"Hai," balas Shenna dengan senyumannya. "Oh ya, nih," Shenna menyodorkan botol minum Sena ke Sena sendiri.

Kedua alis Sena terangkat, merasa agak bingung. "Kamu, dapet darimana?" Tanyanya agak terbata.

"Tadi, Yesha ngambilin terus dikasih ke aku. Kan, siapa tau kamu haus," Shenna tertawa kecil.

"Yah, jangan ditanyalah. Aku haus banget!" Tanpa ragu Sena mengambil botol minumnya lalu meminumnya sampai habis.

"Keringetan," Shenna mengelap keringat di dahi Sena dengan sapu tangan yang selalu siap sedia di sakunya.

Shenna sadar, semua pasang mata siswi di sekitarnya sedang memerhatikan keduanya dengan tatapan tak ikhlas.

"Udah," Shenna memasukkan sapu tangannya kembali ke dalam sakunya.

Sena merasa bingung dengan tingkah laku Shenna. Karena tidak biasanya Shenna seperti ini. Bahkan, untuk berdekatan saja, biasanya ia tidak akan mau.

"Emangnya udah gak mau backstreet?" Tanya Sena to the point.

Shenna menggelengkan kepalanya dengan yakin, "Capek. Aku kan juga mau teriak kalau Sena itu punya aku."

Sena malah tertawa. Ia tahu pasti, hatinya saat ini sedang senang mendengar pernyataan Shenna barusan.

"Jadi tambah sayang," Sena mengacak rambut Shenna dengan sayang.

Tepat setelah ia mengacak rambut Shenna, suara pekikan seseorang pun terdengar tepat di depan keduanya.

"Aw!"

Shenna dan Sena spontan langsung menengok.

"Riana?" Gumam Sena.

Riana meringis kesakitan, karena dengkulnya baru saja berciuman dengan aspal sekolahnya. Air matanya pun hampir terjatuh.

Tanpa aba-aba, Sena langsung menghampiri Riana dan mengangkatnya ke UKS. Di tempatnya, Shenna terdiam dan mematung melihat Sena yang lama-kelamaan hilang ditelan kerumunan siswa siswi lainnya.

"Shen...," dari belakang, Yesha mengelus punggung Shenna.

Shenna langsung berbalik, dan menangis di pelukan Yesha.

***

"Lo gimana sih!" Omel Sena.

Bukannya merasa bersalah, Riana malah tersenyum.

"Jangan senyum! Bisa liat gak kaki lo tuh?! Kalau gak diobatin bisa infeksi!"

Dalam hati, Riana merasa sangat senang karena ia benar, Sena masih peduli dengannya.

"Kok lo gendong gue ke sini sih?" Tanya Riana.

Sena mengerjapkan matanya berkali-kali, baru teringat untuk apa ia menggendong Riana ke uks.

"Gue gak pernah salah, lo emang masih sayang sama gue Sen," kata Riana.

Sena membalikkan badannya, "Jangan sok tau. Itu reflek."

Sena langsung meninggalkan Riana begitu saja, dan baru teringat bahwa ada Shenna yang ternyata daritadi ia tinggalkan di lapangan.

Sena berlari ke lapangan, berniat untuk mencari Shenna. Tapi gagal, ia tidak menemukan batang hidung Shenna.

Sena berbalik badan, dan tiba-tiba wajah polosnya menerima sebuah tamparan keras dari adiknya sendiri.

"Mikir dong! Lo susah-susah dapetin Shenna, terus Shenna lo giniin?!" Bentak Yesha.

Sena memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras dari Yesha, "Sekarang Shenna mana?"

"Gausah nanyain Shenna, kalau lo tadi lebih milih Ana dibanding Shenna!" Bentak Yesha sekali lagi.

Yesha langsung meninggalkan Sena begitu saja, tak perduli bahwa mereka akan bertemu lagi saat di rumah nanti.

***

Shenna memerhatikan kakinya yang secara bergantian melangkah. Bibir bawahnya daritadi maju dan enggan mundur, menandakan bahwa Shenna sedih.

Saat ia sedang asyik berjalan sendiri, tiba-tiba sebuah klakson motor menginterupsinya.

"Shenna bukan sih ini?" Tanya orang itu dari motornya.

Shenna menoleh, "Kak Azra."

"Sendiri aja, sini sama aku," tawar Azra sambil memberhentikan motornya.

Langkah Shenna terhenti, lalu ia menatap ke bawah. "Gak deh Kak, makasih."

"Kalau lagi berantem sama Sena, gak harus jalan sendirian juga di jalan sepi kayak gini. Bahaya, Shen."

Shenna mengangkat kedua bahunya, "Biarin aja."

Azra turun dari motornya lalu menarik Shenna, agak mengagetkan Shenna sih sebenarnya.

"Kaget ih," kata Shenna.

"Naik yuk," Azra naik ke atas jok motornya dan akhirnya diikuti oleh Shenna. "Kalau Sena marah, nanti aku yang jelasin."

"Biarin aja udah."

Azra malah terkekeh.

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang