Hari Sabtu, adalah salah satu hari yang membuat Sena senang. Karena hari sabtu, sekolah negeri meliburkan semua warga sekolahnya, berarti termasuk Sena.
Ia merentangkan tangannya lebar-lebar dan merasakan nikmatnya bangun tidur siang-siang seperti ini. Walau ia tau, beberapa bulan lagi, ia bisa akan seperti ini terus setiap harinya karena sudah mau lulus.
Ia memandang jendelanya yang gordennya sudah terbuka lebar. Ia tau siapa itu, itu pasti Yesha. Selama tidak ada ibunya, Yesha lah yang mengurus Sena, walau Yesha lebih muda dari Sena.
"Pagi Sena," ucap seseorang yang ternyata daritadi sudah duduk di kursi belajar Sena.
Sena menoleh dan terkejut. Ia langsung menutupi dadanya dengan selimut karena ia memang suka tidak pakai baju kalau tidur.
"Ngapain lo di sini?!" Sena berteriak.
"Tenang aja sih, Sen. Gue gak bakal kok perkosa lo," kata Riana.
"Sejak kapan lo di situ?!"
"Baru setengah jam lalu. Gue kangen Sen liat muka tidur lo. Apalagi, pas dulu lo suka tidur di paha gue kalau main ke rumah gue," kata Riana pelan dan lembut.
"Itu kan dulu. Lo tau sekarang gue punya cewek. Jangan aneh-aneh, gue gak suka," kata Sena terdengar dingin, sangat dingin.
"Gue daritadi cuma diem di sini Sen, dan lo kira gue aneh-aneh?" Tanya Riana gemas. "Dulu lo aja gak pernah negative thinking sama gue, Sen. Tapi sekarang? Lo sebegitunya sama gue?" Air mata meluncur dengan mulus di pipi Riana.
"Sayangnya, kepercayaan gue malah disalahgunakan sama lo Na. Lo berbuat, harusnya lo tanggung akibatnya. Sendiri."
Tak ingin mendengar kalimat menyakitkan dari Sena lagi, Riana keluar dengan tangisannya. Jauh di dalam lubuk hati Sena, sebenarnya ia tak bisa melihat Riana menangis. Tapi ya mau bagaimana, Riana harus diperlakukan seperti itu. Jika tidak, Riana akan melunjak dan manja.
"Ah, shit! Lagian udah tau gue ogah liat mukanya lagi, dia pake dateng lagi!" Dumel Sena.
***
Shenna menyuapkan satu sendok terakhirnya ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya dengan menikmatinya. Satu hal yang ia tahu, makanan buatan mamanya adalah makanan terenak yang ia makan di dalam hidupnya.
"Pah, Sabtu kan libur, Papa masih mau kerja?" Tanya Shenna saat melihat papanya sudah siap untuk pergi dengan baju yang sangat rapi.
"Iya, Sayang. Maaf ya, Papa tadi ada panggilan dari atasan Papa dan Papa harus dateng."
"Papa gak inget, kita mau jalan-jalan sekarang? Kita udah jarang banget jalan-jalan semenjak kita pindah ke Jakarta. Tepatnya, 6 tahun lalu sih," keluh Shenna pada papanya.
"Maafin Papa, Shenna. Papa janji, minggu depan kita jalan-jalan ya?" Papa menatap Shenna sembari memakan roti yang disiapkan oleh mamanya Shenna.
"Gak usah, Shenna bisa pergi sama pacar Shenna," Shenna bangun, lalu langsung menuju kamarnya dan membanting pintu kamarnya.
Di kamar, Shenna malah menangis di balik bantalnya. Ia benar-benar merindukan papanya yang dulu, yang selalu ada untuknya, kala disaat sedih dan kala disaat senang. Tapi semuanya berubah ketika Shenna berada di kelas 4 SD, ketika mereka pindah ke Jakarta. Papanya lebih sibuk kerja dari sebelumnya.
Shenna tiba-tiba mengambil ponselnya yang terletak di atas nakasnya, lalu mencoba menghubungi Sena.
"Halo, kak Sena...," panggil Shenna sembari sesunggukkan bekas menangis.
"Loh, loh, pacar aku nangis?" Tanya Sena khawatir. "Kamu kenapa nangis? Ada yang nyakitin? Ada yang ngelabrak lewat sosmed? Iya?"
Tanpa sadar Shenna menggelengkan kepalanya, "Enggak, aku cuma butuh kakak aja."
"Aku jemput ya? Kamu di rumah kan? Kita main di rumah aku aja. Oke? Yaudah, aku siap-siap dulu. Dah, kamu tenang, tunggu aku. Ya? Aku matiin sekarang," Sena pun memutuskan telfonnya sepihak tanpa memperbolehkan Shenna membalas.
Shenna hanya diam dan meletakkan ponselnya di tempat semula di mana ponselnya tadi terletak. Lalu ia menutup wajahnya dengan bantalnya.
***
Sena mencabut kunci motornya saat ia dan kekasihnya sudah sampai di depan rumahnya sendiri. Sena turun, diikuti Shenna setelahnya. Sebelum masuk, Sena merapatkan jari-jarinya di antara jari-jari Shenna, dan membawa Shenna masuk.
Di dalam, Sena menyuruh Shenna untuk duduk dan menunggunya. Sena membuatkan Shenna segelas teh hangat untuknya. Karena Sena berfikir, apabila seseorang dalam keadaan seperti Shenna sekarang, mungkin teh hangat bisa menenangkan fikirannya walau sebentar.
"Diminum, Shen," suruhnya pada Shenna.
Shenna hanya tersenyum lalu mengambil gelas di hadapannya dan meminumnya dengan pelan-pelan karena masih panas. Setelahnya, ia meletakkan kembali gelas tersebut.
Tanpa bertanya, Sena langsung menarik Shenna ke dalam dekapannya. Sena memeluk Shenna cukup lama. Karena ia tahu, apabila seseorang dalam keadaan seperti Shenna sekarang, pasti membutuhkan pelukan.
Ternyata, Sena banyak belajar ya tentang psikologis seseorang.
"Are you okay?" Tanya Sena lembut.
Shenna menggelengkan kepalanya sambil membalas pelukan Sena, "I'm not."
"Cerita, kenapa?"
"Shenna males ceritainnya. Bisa kan, Sena peluk Shenna aja tanpa harus tau kenapa?" Tanya Shenna.
"Bisa kok, bisa banget," Sena memperat pelukannya.
Tiba-tiba, di tengah pelukan itu, seseorang berdehem saat melihat keduanya saling berpelukan.
"Ehem."
Shenna langsung melepas pelukannya pada Sena, pun Sena. Shenna terlihat sangat terkejut, karena tak biasanya ia memeluk seseorang selain keluarganya.
Sena berdecak sebal. Momennya bersama Shenna, pasti diganggu olehnya. "Ke dapur? Ya lewat aja," kesal Sena.
"Pelukan jangan di sini, mengganggu pemandangan ruang tamunya."
Sena berdiri lalu langsung mendatangi Riana yang berdiri sambil memegang gelasnya yang sudah kosong, "Lo harusnya nyadar, lo di sini numpang. Gak seharusnya lo ngomong kayak gitu," kata Sena pelan hampir seperti berbisik tetapi penuh ancaman.
"Maaf ya, tapi nyokap bokap lo udah bolehin gue di sini kok. Jadi gak salah. Oke?" Riana menepuk-nepuk pundak Sena. "Yaudah, gue ke dapur ya Sen."
Riana meninggalkan Sena yang sudah mengepalkan tangannya dengan kuat. Tanpa sadar, tiba-tiba Sena melayangkan satu pukulan dari kepalannya tepat ke tembok di hadapannya. Di mana tadi Riana sempat bersandar.
Shenna terkejut saat melihatnya. Ia langsung berlari ke arah Sena dan menggenggam tangan Sena. "Kak..?"
Sena yang tadi dibutakan oleh emosinya, langsung menoleh ke arah Shenna dan tersenyum, "Emosi sesaat. Biasa, namanya juga cowok," Sena malah menyengir.
Berbeda dengan Shenna yang memberikan Sena tatapan bingung, "Kakak kenapa sih benci banget sama dia?"
"Kenapa enggak?"
"Ya, aku kan cuma pengin tau kenapa kakak benci banget sama dia. Kayaknya dia orangnya kan baik," kata Shenna polos.
"Baik kata kamu?" Sena mendengus. "Kamu gak nyadar pertama kali kalian kenalan gimana? Gak nyadar?" Sena tertawa.
Shenna menautkan kedua alisnya, "Gak tau deh. Shenna gak ngerti sama sekali sama kak Sena." Shenna berbalik badan, lalu kembali duduk di sofa.
Sena mengikuti Shenna dari belakang, dan ikut duduk di sebelahnya. Ia memegang lutut Shenna, "Satu hal yang harus kamu tau. Dia bukan orang baik. Um, mungkin iya, dulu. Tapi sekarang enggak."
"Kenapa gitu?"
"Kamu gak perlu tau, biar itu jadi urusan aku, dia, dan Tuhan. Oke?" Sena tersenyum sambil mengelus puncak kepala Shenna berkali-kali dengan lembut.
Shenna hanya melempar senyumnya sembari menganggukkan kepalanya.
"Yaudah yuk, mending kita pergi," ajak Sena.
Lagi-lagi, Shenna aja menganggukkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Odd Yet Real
Ficção AdolescenteSemua memang aneh, tapi ini semua nyata, bukan ilusi. Copyright © March 2017 by Bilbile