SS-7

855 88 1
                                    

"Sha, Shenna mana sih?" Tanya Sena dari sofa saat melihat Yesha baru saja masuk ke dalam rumahnya dan berjalan menuju kamarnya.

Yesha hanya mengangkat kedua bahunya, membuat Sena gemas dan mendatangi adiknya itu. Sena langsung memegang kedua sisi tubuh Yesha, melarang Yesha untuk melanjutkan langkah kakinya.

"Shenna mana? Tadi pulang aku cariin dia ga ada. Dia baik-baik aja kan?" Muka Sena tampak khawatir.

"Ngapain lo nanyain Shenna? Kan udah ada dia," Yesha menunjuk Riana--yang baru saja keluar dari kamar tamu yang Riana tempati--dengan dagunya.

"Sha, Mas serius," kata Sena.

"Udahlah, intinya tadi kak Azra udah nganterin Shenna pulang. Dan dia udah sampe dengan selamat. Udah, jangan nanyain ke gue lagi," Yesha langsung menghempas kedua tangan Sena dan melanjutkan jalannya.

"Pulang sama Azra?" Gumam Sena.

Dengan langkah cepat, Sena langsung berjalan menuju kamarnya untuk mengambil ponselnya di atas nakasnya. Ia langsung menghubungi Shenna saat itu juga.

Satu kali, ditolak.

Dua kali, ditolak.

Sampai akhirnya yang ketiga kali, baru Shenna angkat.

"Apa?" Tanya Shenna langsung sepersekian detik setelah mengangkat telfon Sena.

"Kamu baik-baik aja kan? Udah sampe rumah beneran?" Tanya Sena dengan nada sedikit khawatir. "Nggak apa-apa kamu pulang sama Azra, yang penting kamu udah sampe rumah dengan selamat."

"Ya, udah di rumah. Udah ya," balas Shenna.

"Tunggu! Jangan dimatiin."

"Kenapa?"

"Aku ke rumah kamu sekarang," kata Sena, yang membuat Shenna agak terkejut.

"Udah jam 6, gausah."

"Jangan gitu, Shen, plis."

"Au ah," saat itu juga telfon langsung terputus.

Sena mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Berfikir kenapa bisa dirinya begitu bodoh, lebih memilih Riana daripada Shenna saat di lapangan tadi.

Sena langsung bersiap-siap untuk menuju rumah Shenna, dan menjelaskan semuanya.

***

Tok tok tok.

"Iya, sebentar ya," sahut orang dari dalam rumah Shenna. "Eh, Sena?"

Sena tersenyum dan mencium tangan orang yang berdiri di hadapannya, "Shenna-nya ada Tante?"

"Ada kok ada, yuk masuk," mama Ira mempersilahkan Sena masuk. "Samperin langsung ya ke kamarnya, Tante mau lanjut masak."

Sena menganggukkan kepalanya, "Oke, Tante. Semangat ya."

Mama Ira hanya tertawa.

Sesampai di depan pintu kamar Shenna, Sena hanya berdiri dan terdiam menatap pintu di hadapannya. Hatinya deg-degan tak karuan. Ia tak pernah yang namanya berantem dengan Shenna. Dan sekarang, mereka berantem hanya karena perbuatan bodoh Sena.

"Shen...," panggil Sena sambil mendorong kenop pintu Shenna ke bawah.

Di sana, terlihat ada Shenna yang sedang duduk termenung di kursi belajarnya dan menatap ke luar jendela. Sena mendekatkan diri pada Shenna, lalu memegang pundak Shenna.

"Shen?"

Shenna menoleh, kedua alisnya terangkat karena merasa heran, "Ngapain di sini?"

"Kamu masih marah kan?" Tanya Sena tanpa basa-basi.

"Marah? Buat apa?"

"Marah gak ada buat apa. Tapi marah karena kamu gak suka, Shen," kata Sena. "Kamu gak suka kan liat aku gendong Riana?"

"Tuh tau. Kalau tau, ngapain lagi ditanya."

"Memastikan dulu lah Shen, hehehe."

"Gak usah dipastiin dulu. Cowok harusnya bisa mikir, cewek mana yang mau pacarnya gendong cewek lain di hadapan cewek itu sendiri? Gak ada," balas Shenna. "Apa perlu diulangin? GAK ADA."

"Iya, maaf Shen," Sena menundukkan kepalanya. "Itu refleks."

"Refleks? Refleks apa karena masih peduli? Bener dong kata Riana, Sena masih sayang dia."

"Gak, itu gak bener. Jangan percaya gitu aja. Ya walaupun aku udah gak sayang lagi sama dia Shen, kamu harus bisa nerima kalau dulu dia pernah jadi nomor satu di hati aku, dan dia sempat bikin aku bahagia, makanya aku langsung refleks bawa dia ke uks."

"Oh, jadi aku harus terima kalau suatu saat nanti kamu lebih milih dia dan ninggalin aku?!" Nada bicara Shenna naik.

Shenna berdiri, lalu mendorong Sena keluar dari kamarnya. Saat sudah dipastikan Sena di luar kamarnya, Shenna langsung membanting pintu kamarnya.

"Pulang sana!" Bentak Shenna.

Di depan kamar Shenna, Sena hanya bisa menghela nafasnya.

"Kesalahan kecil aja, ternyata bisa merusak sebuah hubungan ya. Andai aja, gue tau itu dari awal. Andai aja, gue tau itu bakal nyakitin hati Shenna," gumam Sena sambil meninggalkan kamar Shenna.

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang