SS-18

882 70 0
                                    

"Ini udah hari ke-30 kak Sena diemin aku, Kak," Shenna tersenyum dengan bibir pucatnya ke arah Azra yang sedang duduk di sebelahnya. Azra tak membalas, Azra hanya bisa diam. Ia takut salah bicara.

Kini, mereka sedang berada di atap sekolahnya. Ini adalah tempat andalan Shenna untuk sembunyi dan sekedar duduk-duduk, seperti dulu dengan Sena.

"Aku gak tau lagi harus gimana...," air mata menetes dari kelopak matanya, tetapi dengan cepat, segera Shenna hapus.

"Kamu gak harus ngapa-ngapain lagi Shen. Usaha kamu udah cukup ke Sena. Sena udah dibutain sama egonya, jadi susah untuk baikin Sena lagi," kata Azra. "Suatu saat, dia yang akan nyesel sendiri Shen."

Shenna hanya manggut-manggut sambil tersenyum dengan air matanya yang daritadi tetap setia meluncur.

"Yaudah, Shenna mau pulang aja deh. Kakak pulang gak?" Tanya Shenna sembari menatap Azra.

"Pulang kalau kamu pulang," balasnya.

Shenna pun bangun dari duduknya. Tapi tiba-tiba, ia jatuh begitu saja. Azra dengan sigap langsung menangkap Shenna yang terjatuh.

"Kamu kenapa lagi, Shen?" Tanya Azra khawatir.

"Hehehe, maaf Kak. Kaki Shenna kram, terus sakit banget. Gak kuat berdiri tadi," Shenna malah menyengir.

"Yaudah, aku gendong aja," Azra langsung menggendong Shenna dengan piggy style.

Shenna menyenderkan kepalanya di punggung Azra dan memejamkan matanya saat Azra menggendongnya. Ah, Shenna malah mengandai-andai yang menggendongnya adalah Sena.

***

"Makasih ya, Kak," Shenna tersenyum ke arah Azra. Azra membalasnya dengan senyuman pula.

Dari kejauhan, Sena memerhatikan keduanya. Sena juga memerhatikan wajah Shenna yang kian lama kian memucat. Dan sebenarnya Sena sangat khawatir akan hal itu.

"Shenna sebenernya kenapa?" Gumamnya.

Selama sebulan ini, ia masih memerhatikan Shenna diam-diam walau ia sepenuhnya menyalahkan kematian Yesha pada Shenna. Tapi entah jauh di dalam lubuk hatinya, hatinya berkata bahwa Shenna sama sekali tak bersalah.

Tapi entahlah, Sena masih menunggu kepastian dari pihak kepolisian. Baru Sena bisa memutuskan bahwa Shenna salah atau tidak.

"Kamu pucet banget, Shen. Gak mau ke dokter?" Tanya Azra sebelum Shenna naik ke jok motor Azra.

Shenna hanya tersenyum sembari menggeleng, "Gak usah. Pake lipstick juga ilang pucetnya nanti."

"Kamu sakit aja bisa bercanda ya Shen," Azra tertawa pelan.

Azra pun mengantarkan Shenna sampai rumahnya, harus memastikan bahwa Shenna sampai rumah dengan selamat tanpa lecet.

"Kalau ada perlu apa-apa, telfon aku. Biar aku yang nganterin kamu, atau apapun aja bilang aku, oke?" Shenna mengangguk. "Yaudah, masuk. Jangan lupa banyak istirahat."

"Siap, Pak Bos!" Shenna memeragakan gaya hormat pada Azra. "Hati-hati, ya!"

Azra pun menarik gasnya untuk pulang ke rumahnya dan melakukan kegiatannya yang entah apa itu.

Berbeda dengan Shenna yang sudah tau pasti apa yang harus ia lakukan. Ia masuk ke dalam kamarnya, lalu mulai beberes. Setelah mengganti baju, ia mulai memoleskan make up yang ringan-ringan saja ke mukanya. Tak terlalu berlebihan, tapi terlihat.

Sesudahnya, ia memasang kamera di atas tripodnya, dan mulai merekam.

"Hai, kak Sena."

***

Wajah pucat Shenna sedaritadi masih melayang-layang di fikirannya dan enggan pergi. Dan ia takut, selama ini ia salah telah menyalahkan Shenna sepenuhnya.

"Sen, kamu kenapa sih kok bengong?" Riana menghampiri Sena.

"Nggak apa-apa. Aku cuma mikir, gimana kalau tiba-tiba kecelakaan itu dibuat-buat ya Na? Ada orang yang sengaja emang nabrak mereka?" Tanya Sena.

"Ya...ya gak mungkin lah, ada-ada aja kamu Sen. Masa kecelakaan disengaja sih."

"Ya bisa aja kan? Gak ada yang tau Na," kata Sena.

"Daripada mikirin itu, mending kamu makan gih, udah jam segini kamu belum makan dari sekolah tadi," ajak Riana.

"Duluan aja, aku nyusul," kata Sena.

Riana pun meninggalkan Sena sendiri di kamarnya. Di dalam, Sena masih berfikir tentang hal itu. Dan takutnya, memang begitu adanya. Sena pasti akan sangat merasa bersalah dengan Shenna.

"Apa iya, disengaja?" Tanya Sena pada dirinya sendiri. "Terus, Shenna kenapa ya? Mukanya pucet banget kayak orang sakit."

"Apa jangan-jangan dia emang sakit? Dan kurang ajarnya, gue gak tau dia sakit apa dan gue gak ada di dekatnya? Cowok macem apa gue?" Tanyanya lagi.

"Tapi, Shenna tetep salah. Kalau gak karna dia, semua pasti gak akan pergi malam itu ke rumah gue. Ya, semua salah Shenna."

Hati dan fikirannya saat ini benar-benar sedang berperang Hatinya berkata A, fikirannya berkata B. Memang dua hal yang susah untuk disatukan. Sama halnya dengan cinta beda agama. Ya, seperti itu lah yang dirasakan oleh hati Sena.

***

Shenna mulai menghapus make up-nya tadi dengan kapas yang sudah dibasahi oleh make up remover miliknya. Ia baru saja membuat video yang entah isinya apa, karena hanya dialah yang mengetahui. Yang pasti, video itu didedikasikan untuk sang kekasih yang sekarang tak jelas bagaimana kabarnya, Sena.

Jika mengingat tentang Sena, hati Shenna bagaikan dipanah oleh pemanah jitu yang anak panahnya tepat menancap di hatinya. Sakit, tapi tidak berdarah sama sekali. Yang tau perasaan itu, hanyalah orang yang mengalaminya.

Ingin menangis, tapi Shenna tidak mau. Ia harus membangun tembok pertahanan dirinya. Ia tidak boleh terus-terusan menangis. Tidak. Karena yang peduli dengannya bukan hanyalah Sena seorang, ada Azra, Sella, dan teman-temannya yang lain. Ia tidak ingin hanya memikirkan Sena, yang mana yang lain tidak sempat ia fikirkan.

"Gimana gak kepikiran kalau dianya aja muncul terus di depan gue," gumamnya.

Tak ingin memikirkan Sena terus-terusan, Shenna lebih memilih untuk mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang kini selalu menjaganya dan melindunginya.

"Kak Azra," ucap Shenna sepersekian detik setelah Azra mengangkat.

"Oh, hai, Shen," balas Azra dari rumahnya. "Kenapa?" Tanyanya lembut.

"Nggak apa-apa sih, cuma gak ada kerjaan dan bosen makanya nelfon."

"Yah, jadi aku ditelfon kalau kamu bosen aja gitu?" Canda Azra.

"Ya..ya gak gitu juga maksudnya. Ih, baper masa?"

Azra malah tertawa, "Gak deng, bercanda sih, yee." Shenna malah ikut tertawa dibuatnya.

Sore itu, benar-benar Shenna habiskan untuk mengobrol dengan Azra, agar ia tidak kepikiran lagi tentang cowok yang statusnya adalah kekasihnya tetapi sekarang entah kemana dan bagaimana kabarnya.

"Kak, jangan lupa ya," pinta Shenna.

"Jangan lupa apa?"

"Yang udah aku bilang ke Kakak. Tapi nanti loh, jangan sekarang, hehehe."

"Shen...," panggil Azra dengan suara yang tak Shenna mengerti. "Yaudah, nanti aku kasih ke dia."

"Makasih ya, Kak. Kalau gak ada Kakak, ya aku gak tau nanti itu gimana jadinya," Shenna tersenyum di balik ponselnya.

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang