SS-21 (end)

1.3K 100 15
                                    

"Saya, saya hanya orang bayaran, Mas," ucap sang pelaku, yang bernama Marno.

"Pak Marno, siapakah yang membayar Bapak untuk melakukan ini?" Tanya sang Polisi.

"Mbak yang namanya Riana, Mas. Saya, saya hanya menjalankan perintahnya, karena saya butuh uang."

"Jelasin semuanya!" Bentak Sena.

"Saya disuruh nabrak mobil yang Mas pake. Saya disuruh nutupin kasus ini dengan saya yang pura-pura habis minum alkohol. Padahal, itu cuma botol bekasnya saja yang ada di dalam mobil, tapi bukan saya yang minum. Teman saya pun minum hanya sebotol, yang lainnya, hanya untuk settingan, Mas.

"Saya sempat tanya, apa alasannya. Ternyata, karena Mas yang nyetir," Marno menunjuk Azra, "tidak mau menjalankan apa yang sudah dia perintahkan. Makanya, dia mau membunuh Mas dan teman-teman Mas."

Sena mengusap wajahnya kasar, lalu memukul tembok di sebelahnya. Azra dan Dion menenangkan Sena.

"Riana! Semuanya gara-gara Riana! Bukan Shenna!" Sena menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menyenderkan tubuhnya ke tembok, sampai tubuhnya merosot.

"Bajingan!" Teriak Sena.

"Sen, tenang," Azra mengusap pundak Sena.

"Ah!" Sena menghantamkan sikunya ke tembok.

"Udah, Sen, jangan nyakitin diri sendiri!" Dion membentak.

Sena langsung berdiri, ia berjalan dengan cepat keluar dari kamar Marno. Azra dan Dion mengikuti dari belakang. Keduanya mencoba bertanya kemana Sena akan pergi.

Sena hanya menjawab, "Si pembunuh," dengan aura dinginnya.

Azra dan Dion pun hanya mengikutinya sampai ke rumah Riana. Di depan rumah Riana, Sena langsung menggedor pintu rumah itu.

"Sena yang dulu bisa keluar Yon kalau gak diberentiin," kata Azra. "Iya, Zra," balas Dion.

"Riana!" Teriak Sena memanggil Riana.

Tak lama, Riana membuka pintu rumahnya. Ia sempat terkejut ada 3 lelaki di hadapannya. "Kenapa, Sen?"

Tanpa bicara, Sena langsung menampar Riana dengan sangat keras. Ia tak peduli bahwa Riana adalah perempuan.

Ada yang mau bilang Sena jahat? Lebih jahat siapa? Ada yang mau bilang Sena banci karena menampar perempuan? Banci dari mananya? Mau bilang Sena kasar? Bahkan, ini perbuatan tepat untuk Riana, pikir Sena.

"Sena!" Teriak Riana.

Di belakang Sena, Azra menahan tangan Sena saat Sena hendak menampar Riana lagi.

"Lepas!" Sena menepis tangan Azra dengan sangat kasar. "Ikut gue lo ke kantor polisi!" Tanpa berfikir Riana adalah perempuan, Sena langsung meraih rambut Riana dan langsung ditariknya seiring ia berjalan.

Riana hanya meronta kesakitan. Dion dan Azra langsung mencoba memberhentikan Sena, "Sen! Dia cewek Sen!" Kata Dion.

"Gua gak peduli, Dion! Dia udah ngebunuh dua perempuan yang berarti banget di hidup gua. Terus gua harus mandang dia perempuan? GAK!" Teriak Sena sambil menatap Dion.

"Sen...Shenna pasti gak suka kalau lo kasar kayak gini," kata Azra, karena Azra kasian melihat Riana yang sudah menangis kesakitan karena rambutnya ditarik sangat keras oleh Sena.

"Lo gak boleh jadi Sena yang dulu. Lo harus jadi Sena yang selama ini Shenna kenal, Senario Al-Karim," tambah Azra.

Sena menatap lurus kosong ke depan. Tangannya melepas genggamannya di rambut Riana. Sena pun menangis, "Maafin aku, Shen. Maaf."

Azra mendekat, lalu memeluk sahabat lamanya itu. "Jangan jadi Sena yang Shenna gak tau."

Sena hanya bisa menangis di dalam pelukan Azra.


***

8 years later

Lelaki itu melangkahkan kakinya dengan bunga yang sudah ia genggam ke arah pemakaman kekasihnya dulu kala ia masih seorang remaja labil.

Sena meletakkan bunga itu di atas pemakaman Shenna, "Halo, Cantik." Sena tersenyum.

Ia mengelus batu nisan di hadapannya, sekaligus membayangi ia sedang mengelus kepala Shenna seperti dulu saat Shenna masih ada.

"Selamat tahun ke-8 udah ninggalin aku," Sena terkekeh, membuat air matanya terjatuh.

"Tenang aja, Riana udah di penjara. Gak mungkin dia bisa nyakitin kamu lagi. Gimana? Di sana enakkan? Kamu udah gak sakit lagi, kamu udah gak dibully lagi, kamu udah sama Yang Maha Kuasa yang bakal jagain kamu terus 24 jam," Sena tersenyum sambil memandangi pemakaman Shenna.

"Daddy!" Seorang anak perempuan kecil berumur 3 tahun berlari ke arah Sena, lalu memeluk Sena.

"Shen...ini anak aku, namanya Shenshen, kaya nama ikan aku dulu," Sena tertawa pelan. "Adeknya, namanya Sensen, cowok. Sama persis kayak yang dulu aku bilang. Ya, tapi gitu. Ibunya bukan kamu."

"Semuanya memang aneh, tapi lebih anehnya lagi, ini semua nyata Shen, bukan sebuah ilusi," sambungnya.

"Go home...," Shenshen menarik jas Sena.

"Wait a sec, okay?" Shenshen menganggukkan kepalanya.

"Dia umurnya 3 tahun, dan Sensen umurnya baru setahun, Shen," katanya lagi. "Shenshen, kenalin, pacar daddy waktu SMA."

"Halo?" Sapa Shenshen pada batu nisan Shenna. Sena malah tertawa. "Tante Shenna bales halo juga, Shenshen."

"Darimana?" Tanya Shenshen dengan aksennya yang lucu karena ia belum terlalu fasih Bahasa Indonesia.

"Dari sana," Sena menunjuk ke atas. Langit.

Shenshen malah tertawa, "She's flying!" Shenshen merentangkan tangannya.

"Yes, she is," Sena tersenyum sembari memandang langit.

"Sena...are you done? Because Sensen is tired," ucap seorang wanita berparas bule itu dari balik Sena tiba-tiba.

Sena menoleh, "Yes, I am. Okay, let's go." Sena mengangkat Shenshen dan menggendongnya. "Aku pulang ya, Shen. Besok aku balik lagi."

Sena tersenyum ke arah pemakaman Shenna sebelum akhirnya ia menyusul sang isteri, yang mana dulu adalah teman kuliahnya semasa Sena pertukaran mahasiswa ke California.

"Let's go," Sena merangkul Laura, sang isteri.

THE END

wkwk, sad ending ya?


Senin, 24 April 2017

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang