SS-16

770 64 3
                                    

Dengan secepat kilat, Sena berlari ke arah kamar Shenna--diikuti oleh Riana dari belakang, di mana Shenna sekarang sedang tergeletak lemas. Air matanya sedaritadi tak bisa berhenti menetes.

"Sella, Shenna mana?" Tanya Sena pada Sella dengan nada sangat khawatir.

Sella yang masih menangis itu menunjuk ke dalam kamar, di mana Shenna tergeletak lemas masih belum sadarkan diri.

"Dion, Yesha mana?" Tanya Sena lagi.

Dion hanya terdiam dan menangis.

"Sella, kakak Yesha mana?"

Sella ikut diam.

"Azra! Yesha mana?!" Kini nada bicara Sena naik. "Yesha mana!!!"

Riana mengelus punggung Sena, mencoba untuk menenangkan Sena.

"Sen...Yesha...Yesha gak selamat," Dion membuka suara.

Sena langsung menarik Dion dengan menarik bajunya seperti menantangnya, "Kata siapa dia gak selamat?! Hah?!"

Tetapi secara tiba-tiba, Sena melepas genggamannya pada baju Dion dan beralih ke Azra dan melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Dion.

"Lo! Lo kalau gak bisa nyetir, yaudah gak usah nyetir!" Bentak Sena pada Azra.

"Maaaaas! Ini bukan salah siapapun kecuali yang nabrak mereka!" Bentak Sella untuk menyadarkan Sena.

Sena melepas genggamannya pada Azra, lalu ia meremas kepalanya, "Gak...gak...tadi Yesha masih ada. Yesha bilang besok mau ikut ke panti asuhan buat ngerayain bareng. Gak mungkin..."

"Sen...," air mata menetes dari kelopak mata Riana. "Terima keadaan Sen..."

Tanpa berbicara, Sena langsung memeluk Riana dengan erat, "Gak mungkin, Na! Gak mungkin!!!"

"Lo harus bisa terima keadaan, Sen..."

***

Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba tangan Shenna bergerak secara perlahan. Orang yang sudah menunggunya daritadi pun terkejut tapi senang karena Shenna sadarkan diri.

"Kak Sena?"

"Shen...ini Azra...," kata Azra dengan hati yang tiba-tiba remuk.

"Kak Azra...Kak Sena mana?" Tanya Shenna dengan keadaan masih lemas.

"Sena...? Sena tadi..."

"Mas Sena pulang Kak, dia tenangin diri dulu," ucap Sella tiba-tiba yang baru saja masuk ke dalam kamar Shenna.

Bulir air mata pun menetes dari kelopak mata Shenna. Padahal, yang Shenna harapkan adalah Sena yang berada di hadapannya pertama kali saat ia siuman.

"Sekarang jam berapa?" Tanya Shenna.

"11 lewat 48 menit, Shen," balas Azra.

"Aku harus nelfon kak Sena, aku belum ngucapin ulang tahun," Shenna mencoba bangun, tetapi gagal. Tulang punggungnya tambah ngilu dan sakit karena kecelakaan itu. Ditambah tangannya yang robek pun perih.

"Nanti aja, Shen...," pinta Azra. "Iya, nanti aja Kak," tambah Sella.

"Lagian, Mas Sena lagi gak mau diganggu, Kak," tambahnya lagi.

Sella menghapus air matanya yang terjatuh jika mengingat kejadian sebelum Shenna siuman.

---

"Kenapa bisa kayak gini! Kenapa!" Sena berteriak. "Jelasin!"

"Kita...kita mau kasih Mas kejutan Mas...," Sella mencoba menjelaskan.

"Tapi kan ga harus malem-malem! Jadinya gini! Kalian kena! Shenna kena! Yesha gak ada!"

"Shenna yang minta Sen, dia bilang, kita jangan jadi yang pertama tapi kita jadi yang terakhir buat lo. Shenna mau kita buat kenangan yang gak mungkin bisa lo lupain," jelas Azra.

"Pada akhirnya, Shenna ngasih kado terburuk di hidup gue," tukas Sena dingin. Sangat dingin. Dengan tatapan tajam.

"Lo gak bisa sepenuhnya nyalahin Shenna, karena Yesha pun juga setuju. Bahkan, dia yang minta jam 11. Shenna awalnya minta jam 9, tapi Yesha yang minta jam 11," jelas Azra lagi.

"Tetep aja, Azra! Semuanya tetep gara-gara Shenna! Kalian ngerjain semuanya malem-malem, siapa yang pertama nyuruh? Shenna kan!" Emosi Sena sudah memuncak.

Tanpa berbicara lagi, Sena langsung meninggalkan semuanya. Riana hanya mengikuti Sena yang sedang terluka itu dari belakang. Ia akan memanfaatkan keadaan ini untuk dekat lagi dengan Sena.

---

Dion menarik Sella ke dalam pelukannya saat melihat Sella menangis sesunggukkan, "Kalau kak Shenna tau Mas nyalahin semuanya ke kak Shenna, pasti dia bakal sedih banget," kata Sella di dalam pelukan Dion.

"Udah, biar waktu aja yang jawab, Sel...," balas Dion mencoba untuk menenangkan. "Azra!" Panggil Dion saat melihat Azra berjalan ke arah kamar lainnya yang mana di situ adalah tempat si penabrak.

Dion melepas pelukannya pada Sella sebentar, lalu mencoba mengikuti Azra. "Lo ngapain Zra?" Tanyanya.

"Gue mau tau, siapa penabrak kita. Dan kenapa dia bisa nabrak kita," kata Azra dingin.

Azra pun sampai di depan kamar sang penabraknya tadi. Di sana banyak polisi yang sedang mengurus semuanya.

"Pak, saya orang tadi ditabrak oleh kedua bapak-bapak itu. Ada yang bisa Bapak jelaskan ke saya?" Tanya Azra pada seorang polisi yang sedang berdiri tepat di depan kamar sang penabrak sambil mencatat sesuatu.

"Maaf Mas, salah satu dari penabrak ada yang tidak selamat. Dan salah satunya dalam keadaan koma. Kami yang tadinya ingin menginterogasi keduanya, kini tidak bisa. Kami hanya mempunyai satu tersangka, dan nyawanya pun sedang berada di ujung. Untuk menyelesaikan kasus ini, kita harus menunggu tersangka bangun dari komanya," jelas sang polisi.

Azra yang mendengar penjelasan itu langsung mendecak kesal dan ia meletakkan kedua tangannya di masing-masing sisi pinggulnya. Ia sempat mondar-mandir, sampai akhirnya ia memukul tembok rumah sakit itu.

Dion pun mencoba menenangkan Azra yang emosinya sudah sampai di puncak. Dion tau, banyak yang sedang Azra fikirkan. Shenna, Sena, dan kasus ini.

"Gue gak tau kenapa mereka nabrak kita, Yon. Dan gue harus tau kenapa. Mereka udah buat Shenna kaya gitu," Azra meneteskan air matanya berkali-kali.

"Tenang, Bro. Jernihin fikiran lo dulu," Dion memeluk Azra dan mencoba menenangkannya.

***

"Sena...minum dulu nih, jangan nangis lagi, Sen...," Riana mendekatkan dirinya pada Sena yang sedang duduk di sisi kasurnya sembari memandangi langitnya dari jendela.

Sena hanya terdiam dan tak merespon apa-apa pada Riana, "Sen, minum dulu yuk?"

Sena menoleh ke arah Riana, lalu memeluk Riana. "Gue butuh pelukan Na, gue butuh pelukan."

Riana membalas pelukan Sena dengan erat setelah ia meletakkan minum yang tadi sempat ia bawa ke bawah lantai, "Gue di sini Sen. Gue di sini."

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang