SS-12

816 69 0
                                    

"Sena," Riana mengetuk pintu kamar Sena sebelum akhirnya ia mendorong kenop pintu kamar Sena ke bawah.

Sena hanya diam di kasurnya sembari memainkan ponselnya, lebih tepatnya memainkan games 'bomb squad' bersama teman-temannya melalui internet.

"Sena...," panggil Riana lagi.

Sena tidak menoleh, pun menjawab panggilan Riana. Bagi Sena, kalau Riana ingin berbicara, yasudah bicara saja.

"Sen, gue bakal pindah dari sini. Gue udah dapet rumah buat gue sendiri," kata Riana.

Sena berhenti memainkan ponselnya lalu menatap Riana, "Serius?"

Riana menganggukkan kepalanya berkali-kali, menandakan jawabannya adalah iya. Sebenarnya tak apa bagi Sena, bahkan Sena pun sangat senang mendengar kabar itu.

Tetapi tak tau mengapa, sebagian dari dirinya tak rela untuk Riana pergi. Riana sudah pergi selama 3 tahun lamanya, sebelum akhirnya ia kembali di kehidupan Sena. Apalagi, saat itu, Riana meninggalkan Sena saat Sena sedang sayang-sayangnya dengan Riana.

Ya, bayangkan saja. Apa ada orang yang baik-baik aja ketika ditinggal orang yang disayang? Nggak ada. Apalagi, orang itu adalah orang yang sempat merubah hidupnya. Itulah mengapa Sena membenci Riana. Sena benci ditinggal secara tiba-tiba.

"Ibu, Ayah, kapan pulangnya sih? Dari kemarin kayaknya keluar kota mulu," Riana mengalihkan pembicaraan.

Sena hanya mengangkat kedua bahunya dan melanjutkan permainannya yang sempat terhenti itu.

"Sen...," Riana mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur Sena, di mana ada Sena pula.

Sena masih diam dan fokus memainkan permainan serunya itu. Ia enggan menjawab karena ia sedang seru memainkan permainannya itu. Siapa sih yang mau diganggu kalau lagi asik main? Nggak ada.

"Sen, bisa gak sih lo liat gue dulu baru lanjutin main?" Keluh Riana.

Sena langsung memencet tombol kunci di ponselnya dan meletakkan ponselnya di sebelahnya, "Ngapain?"

"Lo gak kangen gue apa?"

"Ngapain kangen sama orang kayak lo. Gak guna," ucap Sena sadis.

"Lo sekarang gak pake mikir dua kali lagi ya kaya dulu kalau mau nyakitin gue?"

"Siapa suruh dulu lo ninggalin gue?"

"Gue terpaksa, Sen. Terpaksa," Riana menundukkan kepalanya.

"Udahlah, gue males kalau udah menjurus ke sini," Sena bangun dari duduknya dan tanpa memikirkan perasaan Riana, ia pun meninggalkan Riana begitu saja.

Di kasur Sena, Riana masih menundukkan kepalanya, dan merasa menyesal senyesal-nyesalnya karena dulu sempat meninggalkan Sena.

"Iya, gue salah, Sen. Maafin gue," gumam Riana.

***

Gadis itu dengan fokus menggoreskan pensilnya ke kertas di hadapannya, membentuk sebuah gambaran yang dapat memukau seseorang bila melihatnya.

Setelah ia melakukan langkah penyelesaiannya dalam gambarnya, ia pun tersenyum melihat gambarnya itu.

"Not bad lah ya, mirip dikit," Shenna tertawa.

Ia baru saja menggambar wajah Sena, yang mana akan ia berikan kepada Sena minggu depan karena minggu depan adalah ulang tahun Sena yang ke-18.

"Pasti dia bakal suka kan ya Sha?" Tanya Shenna pada Yesha yang sedang duduk di atas kasurnya sembari memakan chiki kesukaan Shenna.

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang