SS-13

818 66 0
                                    

Shenna melangkahkan kakinya ke arah kelas XII IPS 1, yang mana kelas itu adalah kelas yang Azra tempati selama setahun ini.

Dari ambang pintu, Shenna memberi aba-aba ke arah Azra untuk menghampirinya. "Kenapa, Shen?"

"Kakak bisa bantu aku gak?" Tanya Shenna sopan.

"Bantu apa?"

Shenna menjelaskan rencananya tersebut, yang mana ia siapkan untuk Sena. Rencana yang mungkin tidak akan terduga-duga oleh Sena sendiri.

"Oh, yaudah. Boleh kok, Shen," Azra tersenyum ke arah Shenna.

"Yes! Makasih banyak ya Kak," Shenna membalas senyuman Azra. "Yaudah, aku ke kelas dulu ya Kak, takut dicariin kak Sena."

"Oke, kamu hati-hati ya, jangan sampe keliatan Velly," Azra mengedipkan sebelah matanya.

Shenna menganggukkan kepalanya, lalu membalikkan badannya, berniat untuk kembali ke dalam kelasnya. Di posisinya, Azra masih mematung dan terdiam. Sebenarnya sakit mendengar rencana Shenna tentang ulang tahun Sena nanti. Azra tak mengerti mengapa bisa sesakit itu. Padahal, ia baru saja mengenal Shenna dari beberapa bulan lalu dari tempat lesnya.

"Sayang, tapi gak disayangin balik, rasanya sakit ya," gumam Azra sambil tersenyum dan memerhatikan Shenna yang kian menjauh.

***

"Shen, kira-kira waktu aku ulang tahun, aku harus ngapain ya? 6 hari lagi nih," tanya Sena pada Shenna, meminta sedikit pendapat.

"Ya bagusnya sih kalau kata aku, ke panti asuhan aja bagi-bagi rezeki dan minta do'a dari mereka," balas Shenna sembari memakan ketoprak yang berada di hadapannya.

"Tapi, nanti kamu ikut ya?" Sena memiringkan kepalanya ke arah Shenna.

Hampir saja Shenna tersedak saat Sena memiringkan kepalanya, karena Shenna masih malu untuk dipandang seperti Sena memandangnya sekarang.

"Iya, aku ikut kok," Shenna tersenyum ke arah Sena.

"Yaudah, aku balik ke kelas ya. Nanti ada ulangan Matematika, aku harus belajar lagi. Dah, pacarku," Sena bangun dari duduknya lalu mengacak rambut Shenna dengan penuh kasih sayang.

Di tempat duduknya, Shenna hanya bisa senyam-senyum sendiri. Ia merasa senang karena ia memiliki Sena di hidupnya. Terlebih, Sena sangat peduli dengan dirinya.

Siapa coba, yang tidak senang bila diperlakukan seperti Sena memerlakukan Shenna?

Tepat setelah Shenna membuang sampah ketopraknya, bel masuk pun berbunyi, memaksa dirinya untuk kembali ke tempat duduknya dan mendengarkan ocehan gurunya di depan kelasnya.

Sampai akhirnya berjam-jam kemudian, bel pulang yang sedaritadi ditunggu pun berdering. Shenna senang bukan main, pun Yesha yang sedaritadi kerjanya hanya tidur di sebelah Shenna.

"Shen, gue duluan ya. Udah dicariin sang kekasih," Yesha tertawa.

"Yaudah, hati-hati," Shenna ikut tertawa.

Yesha pun meninggalkan Shenna duluan, karena kekasihnya sudah menelfonnya berkali-kali dan karena mereka punya janji untuk pergi bersama dengan tujuan membeli kado untuk abangnya tercinta.

Kini, tinggallah Shenna sendirian di dalam kelas karena ia masih membersihkan kelasnya. Shenna mendapat jatah piket hari ini, tetapi tidak ada sama sekali yang mau membantunya. Tipe anak sekolah banget.

Saat hendak meletakkan sapunya kembali di belakang kelasnya, tiba-tiba segerombol kakak kelas Shenna masuk dan menutup pintu kelasnya.

Mereka adalah Velly dan kawan-kawan. Velly, yang menjabat sebagai ketua genknya pun mendekati Shenna yang berdiri mematung di belakang kelas. Bibir Shenna seketika pucat saat Velly sudah berada tepat di hadapannya.

Tanpa alasan, Velly langsung mendorong tubuh Shenna ke tembok dengan sangat keras. Sampai-sampai tulang belakangnya terasa sedikit ngilu.

"Lo masih aja pacaran sama Sena? Iya?" Tanya Velly dengan nada sedikit mengancam. "Apa sih bagusnya dari lo, sampe lo kepedean buat pacaran sama Sena? Hah? Apa?"

Shenna diam. Seluruh badannya gemetar, sampai-sampai ia keringat dingin.

"Lo punya mulut, Shenna," Velly menyolek bibir Shenna dengan kasar. "Bisa dipake gak tuh mulut? Kalau gak, gue obral buat orang yang gak bisa ngomong."

"Eh, udah, itu kasian dia udah pucet," ucap salah satu teman Velly yang masih agak kasian dengan Shenna.

"Lo tuh di pihak gue atau dia?" Tanya Velly sembari menunjuk Shenna.

"Lo," kata temannya. "Yaudah, diem aja," balas Velly.

Shenna masih mematung di tempat, berbeda dengan Sena yang sudah mulai khawatir. Ini sudah lebih setengah jam dari waktu yang ia perkirakan Shenna akan selesai. Biasanya, Shenna tidak akan selama ini kalau piket.

Merasa ada yang tak beres, Sena langsung berjalan ke arah kelas Shenna yang terletak di ujung sekolah. Lumayan jauh, tapi tidak jauh-jauh sekali dari parkiran.

"Ngapain lo masih pacaran sama Sena, HAH?" Kali ini, Velly menoyol kepala Shenna.

Shenna hanya diam, tak bisa membalas. Ia tak tau apa yang harus dilakukan bila sudah seperti ini.

"Ngomong! Apa jangan-jangan lo bisu mendadak ya karena ada gue?" Velly tertawa, diikuti teman-temannya.

"Lo tuh gak ada apa-apanya dibanding gue, Shenna," kata Velly sembari menatap mata Shenna yang penuh ketakutan.

"Lo itu sampah, Vel," sahut seseorang dari ambang pintu, membuat semua yang berada di belakang kelas menengok ke sumber suara, kecuali Shenna.

"Sena?" Gumam Velly.

Sena mendekat ke arah Velly, lalu langsung menarik baju belakang Velly. Velly sudah meronta menolak untuk ditarik.

"Sen, lepas, Sen!"

"Gak perlu gue banyak bacot kaya lo. Diem, atau gue habisin lo di sini, Vel," ancam Sena masih dalam keadaan menyeret Velly dengan paksa.

Teman-teman Velly dari belakang hanya mengikuti Velly yang sedang diseret paksa oleh Sena.

"Lo masih inget gue yang dulu kan Vel?" Tanya Sena, karena Velly adalah teman SMP-nya juga. "Gue adalah orang yang gak segen-segen ngabisin siapapun yang mengganggu orang yang gue sayang."

"Sen, plis, lepas Sen! Maaf Sen! Maaf!" Velly masih mencoba melepas genggaman kuat Sena pada bajunya.

Sena membawa Velly ke ruang kepala sekolah, biar kepsek lah yang mengurus siswi seperti Velly. Kalau Sena yang ngurus, besok-besok Velly bisa jadi sudah dalam keadaan putih pucat.

"Pak, tolong siswi ini Bapak urus mumpung Bapak belum pulang. Dia udah berkali-kali ngebully pacar saya. Tolong diurus," Sena mendorong Velly ke hadapan Kepala Sekolah.

Sang bapak kepala sekolah hanya menatap Sena dengan tatapan bingung, "Bapak gak usah bingung. Intinya, dia pembully. Pembully harus dimusnahin dari sekarang. Terima kasih, Pak."

Sena meninggalkan Velly di hadapan sang Kepala Sekolah. Ia juga tidak mau, Kepala Sekolahnya memakan gaji buta. Hanya duduk-duduk, lalu dapat uang. Ia mau, kepala sekolahnya bekerja sebagaimana mestinya.

Setelah menyeret Velly ke dalam ruang kepsek, Sena kembali ke kelas Shenna, di mana tadi Shenna masih berdiri mematung di belakang kelas.

"Shen...?" Sena mendekatkan diri pada Shenna lalu langsung memeluknya begitu saja. "Aku di sini Shen, aku di sini."

Di dalam dekapan Sena, Shenna hanya bisa menangis. Ini mengapa ia tak mau macam-macam di sekolah, karena ia tak ingin kena labrakan atau kena bully-an. Sangat menyakitkan bila harus menghadapi itu.

"Sakit kak Sen...," adu Shenna.

"Apanya yang sakit? Apa?" Sena melepas pelukannya, lalu memegang kedua sisi tubuh Shenna dan menatap mata Shenna tepat di maniknya.

"Punggung Shenna sakit....," Shenna masih dalam keadaan menangis karena tulang punggungnya sakit akibat benturan keras dari dorongan Velly.

"Kita ke rumah sakit sekarang, ya?" Shenna tak menjawab, tetapi ia terus menangis. Dan Sena pun langsung membawa Shenna ke rumah sakit.

Odd Yet RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang