ED 20 | Tormented

2.3K 488 153
                                    

Sooji menunduk menatap jemarinya yang saling berjalinan, untuk kesekian kali ia merasakan dadanya sesak akibat masalah-masalah yang terjadi belakangan ini. Setelah sebelumnya ia berhasil menghadapi tuntutan dari kedua orangtuanya atas keputusan yang telah ia ambil--meskipun dengan berurai airmata, kali ini ia memberanikan diri mendatangi orangtua Sehun.

Kabar keinginannya untuk berpisah telah diketahui oleh mertuanya, tapi alasan pastinya belum sempat ia beritahukan. Sehun pun tidak berniat untuk angkat bicara pada orangtuanya sendiri, jadi dengan memantapkan hati Sooji mendatangi rumah orangtua Sehun pagi ini.

"Jadi kau bisa jelaskan nak? Apa masalah kalian sebenarnya," Jinhee--ibu Sehun menatap sedih Sooji di hadapannya, ia tidak mengerti akan keputusan yang diambil oleh mereka berdua.

"Ceritanya panjang, Bu," Sooji bergumam pelan sebelum menghela nafas, "aku berharap Ibu dan Ayah mau mendengarkan penjelasanku hingga selesai."

Sepasang suami istri di hadapannya mengangguk mengerti, Sooji kemudian mulai bercerita. Pertama alasannya meminta pisah dari Sehun, dan ia tidak melewatkan raut terkejut orangtua pria itu namun, mereka menghargainya jadi yang mereka lakukan hanya diam dan terus mendengarkan.

Sampai akhirnya ia mengakui jika dirinya hamil anak dari pria lain, Sooji tidak bisa merasa lebih tersiksa lagi ketika melihat sinar kekecewaan terpancar dari kedua orangtua Sehun untuknya. Ia semakin menunduk dan menggumamkan kata maaf kepada mereka.

"Mengapa..." Jinhee tidak dapat berkata-kata, ia hanya mampu menangis melihat Sooji dan membayangkan masalah yang menempa kehidupan rumah tangga putranya, "oh putraku yang malang."

Sooji meringis, semua ini memang layak ia dapatkan karena telah menyakiti Sehun. Ia mengintip dari balik bulu matanya yang basah, melihat Jinhee menangis dalam pelukan suaminya dan kemudian menarik nafas dalam-dalam.

"Maafkan aku, Bu. Aku telah mengecewakan kalian semua, maaf," gumamnya terus menerus. Dalam ruang keluarga itu keheningan tercipta. Hanya terdengar isakan-isakan memilukan dari kedua wanita di sana, sementara Tuan Oh hanya bisa menghela nafas dan mengurut dada.

"Kami menerima keputusanmu nak. Itu hak kalian untuk memutuskannya," gumam Tuan Oh kemudian, Sooji menatapnya meskipun terlihat menerima, tapi ia masih bisa melihat kekecewaan itu di wajah Tuan Oh.

"Maafkan aku. Ini yang terbaik untuk kami," ujar Sooji lirih kemudian mengangguk samar.

*

"Aku sudah menemui orangtua Sehun dan mengatakan semuanya," ucap Sooji menyesap teh hijau hangat miliknya, "aku juga mengatakan masalah Sehun yang kembali kambuh. Mereka setuju untuk membawanya ke psikiater."

Jiwon kemudian menghela nafas lega, ia menatap Sooji penasaran, "apa mereka tidak menyalahkanmu?"

Sooji tersenyum kecil dan menggeleng, "kau tau darimana kebaikan Sehun berasal," ujarnya dengan nada bangga, "yah selain rasa kecewa yang mereka perlihatkan padaku, kurasa mereka menerimanya."

Sekali lagi Jiwon menghela nafasnya, "lalu bagaimana selanjutnya? Persidangan akan segera di proses kan?"

"Tentu, kami hanya perlu menghadiri mediasi sebelum melakukan sidang keputusan," jawab Sooji dengan yakin, "apa kau sudah bertemu dengan Sehun?" tanyanya kemudian, terselip nada khawatir dari pertanyaannya dan Jiwon menyadari hal tersebut.

"Sudah, beberapa hari lalu aku ke kantornya. Dia terlihat baik," Jiwon menghentikan ucapannya lalu meralat, "tidak, maksudku dia berusaha untuk terlihat baik di depanku dan itu tidak berhasil. Aku selalu tau kapan dia sedang berpura-pura."

Sooji menarik nafas panjang, "aku belum bertemu dengannya. Kupikir dia sangat marah padaku."

"Tentu saja dia marah. Siapa yang tidak marah jika kau meminta berpisah begitu saja," Jiwon bersengit sinis, membuat wajah Sooji menjadi murung.

Et Dilectio #1 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang