Diversion
13. Tiga Masalah dan Satu Penyelesaian
[•••]
Alyssa memainkan penanya dengan gusar. Perempuan itu kemudian bersandar pada dinding di sebelahnya seraya menghembuskan napas panjang. Matanya menatap kumpulan soal-soal di hadapannya dengan tidak berminat. Ia menutup matanya sejenak, tidak memerdulikan teman-temannya yang sedang terburu-buru mengerjakan soal Seni yang seharusnya juga ia kerjakan sekarang.
Tapi Alyssa tidak bisa mengerjakan sesuatu bila ia sedang tidak fokus. Dan fokusnya saat ini sukses diambil oleh Sarah.
Beberapa hari sudah berlalu sejak percakapan yang membawa bencana itu. Hasilnya sudah bisa ditebak: Sarah yang terkejut bukan main, Alyssa yang harus menjelaskan segala-galanya kepada Sarah, dan kemudian ... Sarah yang pergi menjauh. Dan tentu saja, poin terakhir ini seakan-akan menjadi pukulan yang sangat menyakitkan bagi Alyssa.
Masalahnya, Alyssa benar-benar hanya mempunyai Sarah sebagai seorang sahabat yang bersedia mendengarkan segala keluh kesahnya—terlepas dari penting tidaknya hal tersebut—serta menemaninya di saat susah maupun senang. Di mana lagi Alyssa bisa menemukan orang seperti itu?
Lagi-lagi ia menghela napas. Alyssa seharusnya sudah sadar waktu itu, kalau dia memang tidak boleh dan tidak pernah boleh membocorkan rahasia besar itu kepada Sarah—apalagi dengan kondisi Sarah yang sedang dekat dengan Bryan. Sekarang ia terlihat seperti penghancur hubungan orang.
"Alyssa Megarinta!" seru Rinni, salah satu teman sekelasnya dengan keras.
Alyssa kontan menegakkan tubuhnya dan mengerjap beberapa kali. "Iya?"
"Lo dari tadi ngelamunin apa, sih? Buruan kumpulin kertas Seni!" ucap Rinni dengan sebal.
"Gue ngumpulin sendiri aja, deh, Rin," balas Alyssa seraya menunjukkan cengiran.
Rinni mendelikkan matanya. "Dasar tukang menunda-nunda pekerjaan!"
Alyssa hanya meringis tanpa merasa berdosa. Beberapa menit kemudian, sebuah pesan masuk di ponselnya. Ia terkejut ketika melihat siapa yang mengirimkan pesan tersebut.
Alvan Pranata: Punya waktu sebentar nggak habis pulang sekolah? Gue mau ngomong sama lo.
Perempuan itu tanpa sadar menggigiti bibir bagian bawahnya. Pesan itu belum ia baca karena ia bingung harus menjawab apa. Maksudnya, ia dan lelaki itu bahkan masih dalam keadaan perang dingin! Kenapa sekarang Alvan tiba-tiba ingin mengajaknya berbicara?
Tapi Alyssa tahu bahwa ia harus mengambil satu resiko untuk mendapatkan sesuatu. Jadi, dengan cepat ia membuka pesan tersebut dan mengetikkan pesan balasannya.
Alyssa Megarinta: Iya, gue bisa.
Dan beberapa saat kemudian pesan yang ia kirimkan segera dibaca dan dibalas oleh Alvan.
Alvan Pranata: Oke, tunggu gue di gerbang sekolah.
Alyssa mengerutkan keningnya saat melihat pesan tersebut. Kenapa ia harus menunggu di gerbang sekolah?
Alyssa Megarinta: Kita mau ngomongin sesuatu, 'kan?
Lagi-lagi pesan balasan dari Alvan langsung muncul dengan cepat.
Alvan Pranata: Kita ngobrol di Biru.
Alvan Pranata: Nggak ada penolakan.
Alyssa mendecak sebal saat melihat pesan baru dari Alvan itu. Bisa-bisanya lelaki tersebut menyuruhnya mengikuti peraturan yang ia buat di saat lelaki itu juga yang memintanya untuk datang! Kalau Alyssa jahat, sudah pasti ia hanya akan membaca pesan tersebut dan membiarkan Alvan menunggu sampai bosan di gerbang sekolah. Tapi perempuan itu berusaha menahan rasa kesalnya dan membalas pesan Alvan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diversion (ON HOLD)
Teen FictionHanya ada satu masalah besar dalam hidup Alyssa; yakni seorang Alvan nampak membencinya, dan sialnya hal itu justru memancing rasa penasarannya akan lelaki pintar yang cenderung pendiam tersebut. Alyssa ingin tahu kenapa Alvan bersikap lebih dingin...