Diversion
#18: Bayangan Masa Lalu
[•••]
Alyssa menghabiskan air minum yang tersisa dalam botolnya. Matanya menatap berkeliling, melihat adik-adik kelasnya yang sudah mulai berhamburan untuk berjalan keluar ruangan karena latihan hari ini telah selesai. Ia sendiri masih berada di sini karena Sarah memintanya untuk menunggu.
Untuk mengusir rasa bosannya, Alyssa mengambil ponselnya dan memutar lagu Closer. Perempuan itu kemudian dengan spontan menggerakkan tubuhnya sesuai dengan irama musik. Meskipun ia sudah lama tidak menarikan satu lagu penuh seperti yang sedang ia lakukan sekarang, tubuhnya masih bisa bergerak dengan lentur dan lincah seperti biasa. Faktor inilah yang menyebabkan ia masih diminta untuk datang melatih adik kelasnya, walaupun ia bukan merupakan anggota aktif seperti dulu.
Tepat saat lagu berhenti bermain, Sarah memasuki ruangan dan duduk di bawah seraya menyandarkan tubuhnya ke dinding. Alyssa meraih ponselnya, lalu ikut duduk di samping Sarah. Perempuan itu hanya diam, menunggu Sarah untuk membuka percakapan terlebih dahulu.
"Gue kira lo bakalan pulang," ujar Sarah. "Syukur, deh. Gue mau nanya sesuatu ke lo, soalnya."
"Emangnya, nggak bisa lewat telepon aja?" tanya Alyssa heran. Pasalnya, Sarah biasa langsung meneleponnya jika ia ingin menanyakan sesuatu.
Sarah menggeleng. "Ini bukan sesuatu yang mau gue tanyain lewat telepon. Gue akan jauh lebih lega kalau ngedenger jawabannya langsung dari lo."
Alyssa kini menatap Sarah dengan serius. "Jadi, apa yang mau lo tanyain?"
Sarah kini terlihat ragu-ragu. Mulutnya nyaris terbuka, tetapi kemudian ia tutup rapat-rapat. Ia juga memainkan jari-jarinya dengan tidak menentu. Suatu pertanda yang jelas bahwa perempuan itu sedang gelisah.
"Just spit it out already!" seru Alyssa akhirnya. Ia tidak suka jika ada orang yang menahan perkataan yang sudah berada di ujung lidah.
"Lo masih suka sama Bryan?"
Tubuh Alyssa langsung membeku ketika pertanyaan itu keluar dari mulut Sarah. Mata cokelat miliknya langsung menatap ke arah lain, tidak mampu membalas tatapan Sarah. Seharusnya, ia bisa menjawab dengan mudah, bukan? Ia tidak seharusnya merasa gelisah seperti ini, 'kan?
"Kenapa lo tanya ke gue, deh?" tanya Alyssa sambil berusaha tertawa kecil. "Yang sekarang lagi deket sama Bryan, 'kan, lo. Jadi yang harusnya ditanyain lo, dong?"
"Gue--" Sarah menghela napas panjang. "Gue minta maaf sama lo."
"Lo nggak perlu--"
"Gue udah suka sama mantan sahabat gue sendiri. Makanya, gue minta maaf. Dan maaf juga karena gue nggak akan ngelepasin Bryan gitu aja, meskipun dia adalah mantan lo," sambung Sarah dengan cepat.
Mata Alyssa melebar ketika mendengar pernyataan Sarah yang jelas dan tanpa ada keraguan di dalamnya. Tetapi perempuan itu mengerti, ia tidak berhak menjadi benalu dalam hubungan Sarah dan Bryan.
"Jadi, karena gue udah ngejelasin perasaan gue dengan jujur; gue mau lo ngejelasin perasaan lo dengan jujur juga."
"Perasaan gue ke Bryan masih sama," balas Alyssa dengan senyum tipis di ujung bibirnya. "Tapi gue rasa, mungkin sebentar lagi akan ada orang yang bisa mengubah perasaan gue itu."
Sarah menatap Alyssa dengan pandangan prihatin sekaligus kagum. Ia mengerti bahwa semua yang dikatakan Alyssa semata-mata hanyalah untuk menutupi perasaan perempuan itu sendiri. Tetapi jauh di lubuk hatinya, Sarah tahu bahwa dirinya juga meminta agar Tuhan mengabulkan kalimat yang diucapkan Alyssa tadi. Karena ia juga sadar, Alyssa tidak bisa terus berada di tempat yang sama seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diversion (ON HOLD)
Fiksi RemajaHanya ada satu masalah besar dalam hidup Alyssa; yakni seorang Alvan nampak membencinya, dan sialnya hal itu justru memancing rasa penasarannya akan lelaki pintar yang cenderung pendiam tersebut. Alyssa ingin tahu kenapa Alvan bersikap lebih dingin...