#22: Redup

40 2 4
                                    

Diversion

22. Redup

[•••]

Spontan, mata Dave melebar sebagai tanggapan atas pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh Alvan barusan. Lelaki itu bahkan menganggap bahwa Alvan mungkin saja mulai mabuk—meskipun ia hanya meminum bir—sehingga mengucapkan hal yang sangat tidak ia duga tersebut.

"Lo udah minum berapa gelas?" tanya Dave, masih menatap Alvan dengan terkejut.

Alvan kontan tertawa mendengar pertanyaan itu. "Lo pikir, toleransi gue terhadap minuman beralkohol segitu rendahnya? For my sake, ini cuma segelas bir."

Pandangan Dave kini berubah menjadi tidak percaya. Yah, mana mungkin seorang Alvan mau meminta Alyssa—yang notabenenya adalah perempuan yang sempat dibencinya dulu—untuk menerimanya sebagai pacarnya? Setelah berteman dengan lelaki itu sejak mereka masih duduk di bangku SMP, Dave setidaknya paham betul bahwa harga diri adalah sesuatu yang sangat dijaga oleh Alvan.

Melihat respon Dave yang seperti itu, Alvan mendecakkan lidahnya. "Kenapa jadi lo yang lebih kaget, sih? Lagipula, ini bukan sesuatu yang luar biasa sampai lo bisa nggak percaya sama gue."

"Ya, menurut lo siapa yang nggak akan kaget, sih? Lo tuh, bisa gue bilang sebagai orang yang paling cuek soal cewek dan tetek bengeknya. Lo bahkan sempet menunjukkan rasa nggak suka lo terang-terangan ke Alyssa. Jadi ya, wajar lah kalau gue jadi sekaget ini," gerutu Dave. Ia masih tetap tidak yakin jika Alvan benar-benar melakukan hal itu.

Keadaan kembali hening selama beberapa saat, lalu Dave kembali membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang sudah Alvan tunggu sedari tadi.

"Tunggu dulu. Jangan-jangan, lo nembak Alyssa karena tantangan dari kita?" tanya Dave, kali ini intonasinya terdengar semakin menuntut.

Bibir Alvan membentuk sebuah seringai tipis. "Kalau gue bilang gue nembak Alyssa karena gue udah suka sama dia, gimana?"

"Wah," netra mata Dave kembali melebar, "gila lo, Van. Ah, gimana bisa lo menghancurkan permainan lo sekaligus perasaan orang lain? Berarti, lo juga udah nggak suka sama Sarah?"

"Gue udah berusaha ngelupain Sarah semenjak gue mutusin buat fokus sama Alyssa," jawab Alvan. "Dan gue yakin gue nggak akan menghancurkan keduanya; tapi gue pasti menghancurkan salah satunya."

Jawaban Alvan tersebut sukses membuat Dave tertawa keras. Lelaki itu bahkan sampai menepukkan kedua telapak tangannya, tanda bahwa baginya itu adalah sesuatu yang sangat lucu. Setelah puas tertawa, ia meminum soft drink miliknya dan menatap temannya tersebut dengan tenang namun serius.

"Ah, gue nggak nyangka kalau lo ngomongin cewek seserius itu bakalan jadi segitu kocaknya," ujar Dave sambil menahan tawanya. "Tapi Van, lo tau 'kan kalau Alyssa itu adiknya Ray? Dan lo pasti tau juga 'kan apa akibatnya kalau sampai Ray tau soal ini?"

Dia bahkan udah tau alasan kenapa gue ngelakuin ini, batin Alvan.

Tetapi bukannya mengemukakan perkataan batinnya atau pun alih-alih menjawab pertanyaan Dave, Alvan justru memainkan bir yang masih tersisa di dalam gelasnya. Bukan ini tujuan awalnya untuk datang ke sini. Ia hanya mencari kesenangan dan ketenangan—dua hal yang biasa ia dapatkan di pub, berdasarkan pengalamannya dulu. Ia jadi merasa sedikit menyesal karena mengundang Dave dan membuatnya memikirkan beban yang sebenarnya ingin ia lupakan dengan cara datang ke sini.

"Maaf karena gue malah bikin lo jadi makin stress," Dave kembali membuka mulutnya setelah ada jeda hening yang cukup lama. "Gue cuma mau ngingetin lo kalau apa pun langkah selanjutnya yang lo ambil, itu sama-sama bahaya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diversion (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang