Diversion
09. Perasaan yang Terpendam
[•••]
Alvan menarik rem tangan setelah memarkirkan mobilnya dengan benar. Setelah itu ia keluar dan menunggu Alyssa untuk keluar juga. Beberapa saat kemudian, Alyssa akhirnya keluar dari mobilnya dengan tampang kusut. Ia menatap Alvan dengan tajam, lalu mengalihkan pandangannya dengan angkuh.
Lelaki tersebut tidak menghiraukannya dan segera masuk ke dalam tempat tujuannya itu.
"Kenapa dari sekian banyak tempat yang ada di Jakarta, gue harus datang ke perpustakaan?" tukas Alyssa yang masih bisa didengar oleh Alvan. Namun ia tetap menghiraukan perkataan perempuan itu.
"Cih, pura-pura nggak denger atau beneran nggak denger, sih?" cibir Alyssa.
Alvan hanya melirik Alyssa sekilas dan tetap melangkah menuju rak tujuannya. Ketika sudah sampai, ia berhenti secara mendadak dan menatap Alyssa.
"Sekarang, terserah lo mau ngapain. Gue mau baca buku di meja itu," ucap Alvan seraya menunjuk salah satu meja yang ada di dekat mereka kemudian mulai mencari buku yang ia ingin baca.
Astaga, darah dinginnya mulai aktif lagi, Alyssa berujar dalam hati. Ia menatap Alvan dengan sebal. Jelas-jelas pria itu sendiri yang membawanya ke sini, dan sekarang ia ditinggalkan begitu saja? Hah, Alyssa benar-benar tidak mengerti kenapa Ray bisa mengizinkan lelaki ini untuk membawanya pergi.
Tetapi karena ia tidak memiliki buku apapun yang ingin ia baca, Alyssa hanya bisa duduk di meja yang ditunjuk oleh Alvan dan menunggu lelaki itu untuk kembali. Dan benar saja, beberapa menit kemudian Alvan sudah kembali dengan membawa sebuah buku yang jika dilihat dari judulnya berisi tentang cerita fiksi-ilmiah.
"Seru nggak ceritanya?" tanya Alyssa, berusaha membuka percakapan.
"Gue belum baca ceritanya," jawab Alvan singkat.
Alyssa kembali mencibir ketika mendengar jawaban singkat Alvan. Tapi ini memang kesalahan dirinya juga karena memulai percakapan dengan pertanyaan konyol seperti itu dengan pria ini. Akhirnya, Alyssa memakai tudung kepala hoodie-nya dan duduk bersender di kursi yang ia tempati.
Selama beberapa saat, perempuan itu menunggu agar Alvan bisa membaca buku dengan tenang. Ia bahkan terkadang menutup matanya dan hampir tertidur pulas karena suasana di perpustakaan yang sangat mendukung. Sesekali ia melirik Alvan, dan sepertinya posisi Alvan dari tadi hingga sekarang belum berubah. Alyssa menghembuskan napas dan kembali menutup matanya.
"Ternyata lo emang kayak tipe anak eksis lainnya, ya," tukas Alvan tiba-tiba.
"Hah?"
"Semangat kalau dibawa ke tempat-tempat pusat keramaian, tapi cepat bosan di tempat-tempat sepi kayak gini," jelas Alvan, masih fokus membaca bukunya.
"Pandangan yang sempit," balas Alyssa dengan acuh. "Nggak semua 'anak eksis' kayak gitu, kali."
Akhirnya, Alvan meletakkan buku yang sedang ia baca dan menatap Alyssa sambil tersenyum. "But I guess, people like you can easily get a guy, right?"
Dan jantung Alyssa seperti berdetak lebih keras.
"Yah, gue yakin kalau setidaknya lo pasti pernah pacaran sama cowok," Alvan melanjutkan ucapannya. "Ya, 'kan, Alyssa Megarinta?"
Kali ini, jantung Alyssa terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Hanya ada satu orang laki-laki yang ia selalu harapkan untuk kembali mengucapkan nama panjangnya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diversion (ON HOLD)
Novela JuvenilHanya ada satu masalah besar dalam hidup Alyssa; yakni seorang Alvan nampak membencinya, dan sialnya hal itu justru memancing rasa penasarannya akan lelaki pintar yang cenderung pendiam tersebut. Alyssa ingin tahu kenapa Alvan bersikap lebih dingin...