15 : Malaikat Penjaga

373 71 8
                                    

Hari ini hari Senin di mana merupakan awal dari keempat hari lainnya yang paling bikin gondok. Gara-gara keterusan main games kemarin, ditambah gak dibangunin tidur sama Mami-nya, Ichbal sampe depan gerbang sekolah yang ditutup rapat karena upacara udah dimulai. Ichbal jarang dateng telat sebenarnya. Bisa dibilang, ini baru kali kesekiannya terlambat selama dia sekolah di sini. Tadinya Ichbal mau nongkrong di warkop belakang sekolah aja nunggu upacara selesai, tapi Pak Juned udah keburu ngeliat dia dan nyuruh Ichbal buat diem di depan gerbang sama beberapa anak yang juga dateng terlambat.

"Pak, saya parkir motor dulu, deh. Abis itu balik lagi ke sini."

Pak Juned memutar bola matanya ketika Ichbal berkata memohon. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia itu melipat tangan di depan dada sebelum berkata sinis, "Siapa yang jamin kamu balik lagi ke sini? Lagian, parkir motornya di dalam sekolah. Kamu mau parkir di mana emang? Di belakang sekolah? Sambil ngerokok sama mabok?"

Ichbal nelan saliva dan milih buat pasrah. Emang dia pengen ke warkop belakang buat ngerokok. Kebiasaan buruknya Ichbal, dia itu perokok aktif. Sengaja selalu dateng pagi sebelum yang lain dateng biar bisa ngabisin minimal dua batang rokok di warkop itu. Mengawali hari tanpa rokok itu sulit buat Ichbal.

"Pak, saya mau ke toilet. Kebelet ini." Ichbal berakting kebelet pipis. Padahal dia kebelet buat ngerokok, bukan buat pipis.

Pak Juned lagi-lagi menggeleng. "Ya, udah. Tahan aja. Setengah jam lagi upacara selesai."

Mata Ichbal melotot. "Etdah, Pak! Bapak mau saya tuntut dengan tuduhan ngehalang-halangin saya pipis sampe buat saya kencing batu? Beneran ini, Pak! Saya kebelet banget!"

Ichbal emang jago banget akting. Buktinya, karena aktingnya, perlahan Pak Juned luluh. Meski mukanya masih mengisyaratkan ketidakpercayaan sama Ichbal, tapi guru yang satu itu mengangguk ke satpam seakan memberi isyarat biar dia bukain pintu gerbang buat Ichbal. Ichbal nyengir lebar.

"Motor sama tas kamu tinggal di depan. Kamu-nya aja yang masuk. Lewat belakang, jangan lewat depan lapangan." Perintah Pak Juned, tegas.

Ichbal mengangguk patuh dan memarkirkan asal motor Satrianya. Cowok itu juga naro tasnya di atas motor dan sebelumnya, dia sempet masukin dua batang rokok plus korek ke saku celana boxer yang dia pake. Kalo dimasukin ke celana putihnya, bakal ketara banget.

"Lima menit. Jangan lebih dari itu."

Mata Ichbal melotot lagi. "Bapak Juned yang terhormat, jarak dari sini ke toilet itu lumayan jauh. Kalo jalan plus ngendap-ngendap di belakang yang lagi upacara, perkiraan waktu perjalanan ke toilet itu mencapai lima menit. Belum pipisnya. Belum balik lagi ke sini-nya."

Pak Juned dibuat pusing dengan pinternya Ichbal ngeles. Akhirnya, tuh guru pasrah dan dorong bahu Ichbal biar pergi dari hadapannya.

"Sudah sana ke toilet! Selesai dari sana, langsung balik ke sini!"

Ichbal cengengesan dan mulai melangkah melewati kerumunan anak yang tengah berbaris rapih mengikuti upacara. Cowok itu sempet diem sejenak waktu Tania yang ada di kerumunan sempet ngelirik dia tajam sebelum balik natap ke depan.

Siap-siap dimarahin Imel, dah.

Kemudian, cowok itu melangkah cepat menuju ke toilet pria lantai satu. Untungnya, toilet sepi dan cuma Ichbal yang ada di dalamnya. Cowok itu berdiri bersandar pada dinding di samping salah satu pintu toilet dan mulai mengeluarkan satu batang rokoknya. Ichbal menyulut api di rokok itu dan menyelipkan di bibir sambil menghela napas lega. Seriusan, mulutnya udah pahit dari tadi.

Tiba-tiba terdengar decitan pintu dan Ichbal langsung buru-buru hendak masuk ke dalam bilik toilet, tapi suara seseorang yang dikenalnya bikin Ichbal mengurungkan niatnya.

RebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang