28 : Lari Estafet

378 65 10
                                    

Waktu berjalan cukup cepat bagi mereka yang duduk di bangku kelas 12. Sejak awal masuk sekolah sejak libur Natal dan Tahun Baru, mereka sudah disibukkan dengan jadwal-jadwal ujian yang menyiksa pikiran serta fisik mereka. Setelah kemarin Jumat harus ujian praktek Agama Islam berupa hafalan Juz 30 dan praktek Sholat Jenazah, hari ini, tepatnya hari Sabtu, mereka sudah harus berkumpul sejak jam 7 pagi di Gelanggang Olahraga Ragunan untuk ujian praktek Olahraga berupa lari estafet beregu.

Guess what? Jika Ichbal memang gak usah ditanya lagi tentang kejagoannya dalam olahraga, Tania kebalikannya dari Ichbal. Setiap lari, rekor tercepat Tania adalah peringkat ke-4 dari 6 pelari. Paling sering dapet peringkat ke-5 jadi, kalau aja pembagian kelompok lari estafet gak diatur sama guru olahraga alias Pak Rizky, sudah pasti Tania bakal dapet kelompok sisa, anak-anak yang emang gak bakat lari.

Tapi pembagian kelompok oleh Pak Rizky juga benar-benar di luar kendali Tania. Pak Rizky mengelompokkan Tania dengan si ketua kelas Denny, salah satu siswi berambut pendek pecinta Coboy Junior yang bernama Ida dan Andika Mahendra Putra. Ya, Dika!

Tania udah gak inget kapan terakhir kali dia ngobrol berdua dengan Dika. Sejak kejadian di rumah Ichbal pada tahun baru yang berarti sekitar satu bulan lalu, Dika menjauh dari Tania dan Tania gak tahu dia harus apa. Rasanya seperti orang asing. Seperti gak saling kenal dan itu benar-benar mengganggu pikiran Tania hingga detik ini.

"Tan, inget. Lari sekuat tenaga! Anggap aja lo dikejar-kejar anjing bomber."

Tania memutar bola matanya mendengar perkataan Denny yang baru saja ke luar dari ruang ganti dan langsung menghampiri Tania. Di belakang Denny ada Ida yang lagi lihat hape. Mungkin lagi ngecek jadwalnya Coboy Junior. Dari kemaren, di kelas dia udah heboh baca fanfiction Coboy Junior. Berasa nonton Fifty Shades of Grey, kali.

Mata Tania berkeliling, mencari keberadaan anggota regu satunya yang belum juga dia temui. Namun, akhirnya Tania melihat anggota regunya itu tengah berbicara dengan cewek cantik yang memang udah dideklarasikan sebagai ceweknya sejak lama.

"Eh, anjir. Kita barengan sama kelas 12 IPS 1! Ada Ichbal sama si Nanda yang larinya cepet banget!" Si Denny heboh sendiri ketika membaca jadwal ujian praktek yang akan dilangsungkan.

Ida memutar bola matanya. "Yaelah. Biarin aja. Kita mah mainnya otak bukan otot. Jadi, wajar kalo anak IPA kalah sama IPS di sini."

Denny melotot. "Eh, bukan begitu, sompret! Nilai kelompoknya ditentuin sama pelari terakhir yang mencapai garis finish. Nilai kelompok lumayan banget, kan, buat nambah nilai perorangan gue yang udah pasti ancur." Denny melipat tangan di depan dada.

Belum sempat mereka kembali berdiskusi, nama kelompok mereka udah dipanggil buat bersiap. Tania, Denny dan Ida melangkah barengan sambil berdebat soal posisi, sampai mereka gak sadar kalo Dika udah sampe di dekat mereka dan cowok itu gak tau apapun.

"Lo di paling pertama aja, Tan, secara lo gak bisa lari. Ida, lo, kan lumayan jadi, lo yang ketiga. Gue yang kedua. Sisanya yang terakhir." Denny memutuskan begitu saja.

Dika ngernyitin dahi. "Lah, gue terakhir?"

Kelompok itu menoleh kepada Dika yang bertanya dengan polosnya. Ida tersenyum lebar. "Nah, bener, tuh, Dik! Secara kaki lo panjang. Pasti lo larinya cepet! Ditambah lagi, degem-degem lo, kan, nanti teriak-teriakin nama lo biar lo tambah semangat!"

Denny mengangguk setuju. "Bener juga, tuh! Walaupun, tiap jam olahraga lo selalu mangkir dengan alasan sakit perut, gue tau lo pasti bakat olahraga! Waktu ambil nilai aja, voli sama basket lo lumayan, idih!"

Dika micingin mata. "Bedalah, njir!"

"Lo bisa! Ayolah, Dik! Nilai kita semua bergantung pada lo! Anggap aja pas lo lari, di depan lo udah ada gue yang ngerentangin tangan buat nyambut lo ke pelukan hangat gue." Ida mesem-mesem sendiri sementara, Dika memutar bola matanya.

RebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang