24 : Kangen

333 64 5
                                    

Butuh waktu lama buat Tania sampai akhirnya, sampai di taman yang Dika maksud—taman tempat mereka pernah jalan-jalan siang setelah beli es krim goreng. Sekolah bubaran pukul 12 siang dan Ichbal terus bujuk Tania buat nganterin pulang. Tania harus memutar otak berulang kali untuk menolak kebaikan Ichbal. Alhasil, dia harus berbohong dengan alasan dijemput saudara sepupunya dari Padang padahal, Tania gak punya saudara sama sekali di Padang.

Tapi rasa penasaran dan rasa cemas Tania pada Dika mengalahkan rasa cemas Tania jika dia ketahuan berbohong oleh Ichbal. Tahu sendiri. Sejak Ichbal nuduh Dika nikung dia, Ichbal menjadi super overprotektif sama Tania. Cowok itu selalu kirim pesan, nanyain lagi di mana dan sama siapa tiap minimal 1 jam sekali. Bahkan cowok itu selalu ngelabrak cowok lain yang jelas-jelas memperlihatkan rasa tertariknya dengan Tania.

Tapi Tania gak peduli. Tania pernah lihat Ichbal ngelabrak adik kelas yang sehari sebelumnya ngajak Tania kenalan dengan modus hampir nabrak.
Tania di sana saat Ichbal cengkram kerah kemeja adik kelasnya itu sambil ngebentak. Tania iba, tapi dia gak punya mood buat nahan Ichbal.

Kecuali jika Dika yang ada di posisi adik kelas itu. Mungkin Tania akan mati-matian berjuang buat misahin mereka.

Tania melangkah memasuki taman dan langsung tengok kiri-kanan nyari keberadaan Dika. Akhirnya, Tania nemuin Dika, yang lagi duduk membelakanginya. Tania kenal bahu lebar Dika dan Tania yakin banget kalo cowok yang duduk di bangku taman dan duduk memunggunginya itu Dika.

Benar saja. Baru sampai di belakangnya, cowok itu menoleh dan menyunggingkan senyuman tipis sambil menyapa, "Hai."

Tania nahan napas dan melangkah mendekat, duduk di samping Dika yang sekarang menatap lurus ke depan. Tania meneliti wajah Dika dari sisi samping. Cowok itu keliatan pucat dan Tania bisa melihat jelas kantung matanya. Overall, ini bukan penampilan Dika yang ingin sekali Tania lihat. Selain wajah gantengnya yang terlihat letih, Tania yakin Dika masih pakai seragam putihnya, di balik jaket hoodie biru dongker yang dia kenakan. Cowok ini belum balik ke rumah sejak beberapa hari lalu.

"Lo ke mana aja selama ini?" Tania memecahkan keheningan, tanpa mengalihkan pandangannya dari Dika yang tersenyum tipis sebelum menatap Tania balik sambil jawab, "Refreshing. Nenangin otak setelah capek UAS."

"Lo tau, kan, kalo lo emang pinter nyembunyiin sesuatu, tapi lo gak pinter bohong. Gue tau, nenangin otak setelah capek UAS bukan alasan utama lo kabur dari rumahnya Ichbal sampai sekarang." Tania menebak dan senyuman tipis Dika lenyap.

Dika menundukkan kepala lagi, menyatukan jari-jari tangannya. "Gue ada rencana balik hari ini. Jadi, lo gak usah cemasin gue lagi, Melo."

Tania mejamin mata. Udah berapa lama dia gak dengar panggilan Melo yang nyatanya hanya diucapkan oleh seorang Andika Mahendra Putra? Tania ingat jelas saat cowok itu pertama kali panggil dia Melodi dan Tania melarangnya. Tapi sama seperti Ichbal, dia menutup telinga dan terus memanggil Tania dengan panggilan itu sampai Tania sudah sangat terbiasa mendengarnya.

"Lo harus balik hari ini. Gue gak mau tau, gue akan terus teror lo sampe lo mau balik." Tania berkata penuh ancaman dan buat Dika terkikik geli.

Cowok itu angkat wajah dan kembali menatap Tania. Benar, kan. Cowok itu terlihat buruk. Wajahnya benar pucat dan kentara letihnya. Matanya celong dan ada kantung mata di sana. Bibirnya juga kering, sedikit menghitam.

"Lo harus liat seberapa jelek tampang lo sekarang."

Komentar Tania buat Dika tertawa. Tawa yang entah kenapa bisa buat Tania merasa senang karena dialah alasan dibalik tawa ini. Tawa yang sudah lama dia rindukan.

Dika berhenti tertawa, tapi menggantikan tawa itu dengan senyuman. "Sejelek-jeleknya gue, cewek masih tetap banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacar gue. Jadi, gak masalah, sih." Dika menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi taman sambil tersenyum melihat ke langit-langit.

RebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang