20 : Hari Ketiga

348 62 10
                                    

Semenjak baikan sama Ichbal, Tania mulai ngerasa ada yang berbeda dari sikap Ichbal yang biasanya. Bayangin, udah tiga hari belakangan tiap pagi Ichbal udah nangkring manis di warung Pak Bejo sambil nyengir kuda. Mereka berangkat sekolah bareng. Sampe sekolah, Ichbal juga nganterin Tania dulu ke kelasnya sebelum dia jalan ke kelas—atau ke warkop. Terus tiap jam istirahat, Ichbal yang biasanya nunggu di kantin malahan jemput Tania di kelasnya dan berangkat buat makan bareng di kantin. Pulang sekolah juga Tania di antar Ichbal, termasuk antar-jemput jika Tania ada jam les. Ichbal jadi selalu deketin diri sama Tania.

Tania juga dapat melihat jelas perubahan sikap seorang Andika Mahendra kepadanya yang sangat kentara.

Biasanya, Dika dateng ke kelas sepuluh menit sebelum bel masuk, tiga hari belakangan cowok itu dateng terlambat. Emang gak jauh-jauh amat waktunya dari bel masuk sehingga, masih dikasih kompensasi dari guru piket, tapi tetap aja itu cowok terlambat. Sampe kelas juga, dia lebih banyak diam. Sesekali ajak omong Tania, itupun seputar pelajaran.

Jam istirahat, Dika yang biasa makan bareng Tania, Ichbal dan Dito, selama tiga hari belakangan ini entah istirahat di mana. Yang jelas bukan di kantin karena mata Tania selalu berkeliling mencari keberadaan cowok itu, tapi tetap gak ada.

Semuanya sangat menyiksa pikiran dan perasaan Tania.

Saat Ichbal menjauhinya, Tania merasa sebagai cewek paling bodoh sedunia. Penyesalan datang terus menghantui pikirannya dan sekarang, saat Dika menjauh, Tania merasa sebagai cewek paling kesepian di dunia. Tania kehilangan. Kehilangan sesuatu yang nyata, tapi gak juga bisa untuk dia raih.

"Nasi gorengnya dimakan, jangan di aduk-aduk doang."

Tania tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Ichbal itu. Tania tersenyum tipis sebelum mengangguk dan mulai memakan nasi goreng yang sebenarnya lagi gak mood buat dia makan. Tania kehilangan nafsu makan sejak beberapa hari terakhir.

"Si Albino jarang ngumpul sama kita lagi, Bal. Padahal, tiap dia ikut, kan, lumayan bisa sedikit lebih hemat. Dia royal banget, kan, sama duit."

Mendengar nama Dika disebut oleh Dito dengan polosnya, Tania dan Ichbal sama-sama membeku sesaat sebelum gak jadi memasukkan makanan mereka ke dalam mulut. Dito menatap keduanya bergantian dan mengedikkan bahu, tapi melanjut lagi dengan polos, "Katanya dia hang out sama si Rian and the gangs kemaren sore. Lo tau sendiri ke mana Rian sama gengnya kalo hang out."

Dito narik napas dan ngehelanya perlahan. "Gue khawatir Dika ikut-ikutan Rian sama gengnya ngelakuin hal yang gak bener. Lo tau sendiri, kan, udah berapa kali Rian hampir dikeluarin dari sekolah dan diselametin cuma karena bokapnya itu kepala sudin."

Ichbal dan Tania menjadi pendengar. Dito mengambil sejenak sebelum lanjut bercerita, "Oh, iya. Gue udah cerita belom, sih? Yang waktu kalian peluk-pelukan dan baikan, gue kan langsung pergi tuh dari warkop. Pas gue lewatin UKS, gue liat Dika tiduran di ranjang dan ada cewek yang nemenin dia."

Kali ini, mata Ichbal melotot penasaran sementara, Tania memicingkan mata.

"Anjir, seriusan? Siapa?!"

Dito nyeringai. "Tebak, dong!"

"Si bege! Siapa oon?! Gak usah basa-basi, deh!" Ichbal seriusan sangat amat penasaran.

Senyuman kemenangan ditunjukan Dito sambil dengan luwesnya berkata, "Selamat, Bal. Untuk pertama kalinya, comblangan lo berhasil kayaknya."

Ichbal berpikir sejenak sebelum mengangkat alis. "Tunggu. Maksud lo...," Dito langsung mengangguk tanpa menunggu Ichbal nyelesaiin kata-katanya.

Tangan Ichbal mukul meja keras sambil bersorak, membuat seisi kantin menatap meja mereka saking kagetnya.

"Tuh, kan! Gue bilang juga apa! Cocok, kok, mereka!"

RebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang