Jika dihitung dari sejak Tania ngeliat dengan mata kepalanya sendiri saat Dika boncengan sama Helena, itu sudah terjadi lebih dari lima hari yang lalu dan tebak, apa yang terjadi lagi setelahnya? Tania tahu mungkin ini hanya perasaannya saja, tapi perlahan Dika menjauh dari dia. Tiap hari, perasaan itu semakin menguat. Dika memang semakin menjauh darinya.
"Tan, dicariin Ichbal, noh!"
Tania tersadar dari lamunannya saat mendengar suara keras teman sekelasnya yang bernama Nisa. Tania senyum tipis dan ngangguk. Nisa langsung pergi ke luar kelas dan gak lama kemudian, Ichbal muncul. Melangkah masuk ke dalam kelas Tania yang hanya meninggalkan Tania seorang diri di sana.
Kursi di samping Tania kosong mengingat yang biasa duduk di sana sudah pergi tepat saat bel istirahat berbunyi. Tanpa berkata apapun. Pergi begitu saja.
"Aku nungguin kamu di kantin." Ichbal berujar, duduk di kursi yang berada tepat di depan kursi yang Tania duduki. Ichbal memperhatikan wajah gadisnya dengan lebih jelas sebelum lanjut bertanya, "Kenapa lagi? Kamu udah janji buat cerita ke aku tiap kamu punya masalah."
Tania baru ingin buka mulut dan mencurahkan perasaannya saat ini, tapi ingatan tentang bagaimana marahnya Ichbal akan kedekatan Tania dan Dika, buat Tania nahan diri dan mencoba untuk menutupi semuanya sebaik mungkin. Tania senyum tipis sambil menggelengkan kepala. "Gak apa-apa. Cuma sedikit stress aja. Belajar terus."
Tangan Ichbal bergerak, mengelus rambut Tania dan Tania gak ngelak. Cowok berkulit tanned itu senyum manis sambil ngomong, "Yaudah. Gak usah dipaksain. Otak kamu juga butuh istirahat."
Tania baru mau buka mulut saat suara decitan pintu kelas membuat Ichbal menarik tangannya dari rambut Tania dan mengalihkan perhatian dua sejoli tersebut. Seseorang baru saja mengintip dari pintu dan diam sejenak memperhatikan Tania dan Ichbal sebelum berbalik dan melangkah ke luar lagi.
Dika.
Ichbal bangkit dari duduk dan melangkah ke luar secepat mungkin untuk menghampiri Ichbal. Tania harus berlari untuk mencapai Ichbal dan Dika yang sekarang berdiri berhadapan tepat di depan tangga.
"Lo sampe kapan mau diemin gue?" Ichbal bertanya tanpa basa-basi.
Dika ngangkat satu alis denger pertanyaan Ichbal. "Gue gak ngerasa diemin lo. Bukannya lo yang diemin gue?"
Dahi Ichbal berkerut. "Dik, liat gerak-gerik lo pas tau cuma ada gue dan Imel di kelas kalian tadi? Lo pergi gitu aja. Lo sampe kapan mau ngehindarin gue?"
"Gue gak mau ganggu hubungan kalian berdua. Gue gak pernah ngehindari dari lo." Dika menjawab kalem, melirik sekilas Tania yang berdiri di belakang Ichbal.
Tania gak tau apa yang harus dia lakukan selain menjadi penonton. Bohong jika dia bilang gak ada apapun yang terjadi antara Dika dan Ichbal. Dika dan Ichbal sangat dekat dan...bukan Tania, kan, penyebab mereka semakin menjauh saat ini?
"Dik, semua orang gak buta dan mereka pasti satu pikiran saat ngeliat sikap lo ke gue sekarang. Lo sebisa mungkin berusaha ngehindarin gue. Bahkan di rumah pun lo gak nyapa gue. Akhir-akhir ini lo berangkat nunggu gue berangkat dan pulang setelah gue tidur. Bukannya udah jelas?" Ichbal menjelaskan argumennya.
Dika diam sejenak sebelum menggeleng. "Perasaan lo doang kali."
"Lo ngejauh dari gue karena gue—,"
"See you two later."
Cowok jangkung itu langsung melangkah pergi setelah memotong ucapan Ichbal. Buat Ichbal menggeram kesal dan mungkin akan langsung ngejar sepupunya itu kalo Tania gak nahan lengan Ichbal dan nenangin cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebut
Teen Fiction"Gue suka cewek lo, Bro. Gak papa, kan, kalo gue rebut dia dari lo?" Awalnya, Ichbal mengira kehadiran sang sepupu, Dika, di sekitarnya tak akan merubah hubungannya dengan sang kekasih, Melody. Siapa sangka, kehadiran Dika membawa banyak keraguan da...