10 : Helena

447 78 11
                                    

Sejujurnya, Dika masih kurang paham sama jadwal kegiatan sekolah-sekolah di Jakarta meskipun, dia pernah sekolah di Jakarta dulu. Waktu masih kelas 1 sampai 3 Sekolah Dasar. Sebelum orangtuanya memutuskan untuk menitipkan Dika ke paman dan bibinya di Bandung. Sekolah di Bandung dan Jakarta sebenarnya gak beda jauh, tapi suasananya cukup berbeda. Sekolah Dika dulu termasuk sekolah yang cukup berantakan, berbalik seratus delapan puluh derajat dengan sekolahnya yang sekarang yang sangat rapih. Tapi kalau masalah murid, sekolah Dika di Bandung dulu punya murid-murid terbaik dan sebagian besar gak neko-neko. Sedangkan di Jakarta, hampir semua muridnya geblek.

Buktinya sekarang. Guru-guru sibuk rapat di gedung sebelah, murid-muridnya pada pesta. Penyiar radio sekolah yang merupakan murid kelas 11, nyetel lagu yang menggema di setiap speaker kelas. Mending kalau lagunya itu lagu yang lagi populer sekarang. Lah, si penyiar itu malah nyetel lagu-lagu lawas Jawa. Lagu yang jadi ciri khas tiap kondangan. Apapun itu namanya.

"Gue gak bisa belajar kalo gini."

Dika menoleh mendengar gerutuan Tania. Cewek itu gak ada matinya belajar. Kayak belajar itu udah mendarah daging dalam dirinya. Sehari gak belajar, kayaknya dia bakal ngap-ngapan.

Tapi wajar, sih, Tania gerutu. Pasalnya, cowok-cowok di kelas sibuk di belakang kelas. Teriak-teriakan gak kelas, mencoba mencocokkan suara mereka dengan suara penyanyi dari lagu tembang Jawa yang terdengar di speaker. Biang kerok utamanya Rian. Cowok itu naik ke atas meja sambil nari-nari gak jelas dan buat sekelas heboh ngetawain dan nyorakin dia doang.

Rian yang lagi melakukan gerakan khas Rhoma Irama—main gitar dimiringin, gitarnya pake sapu—tiba-tiba mengarahkan ujung gitar ke arah Dika sambil berkata keras, "Ladies and gentlemen, please sambut putra terbaik kita. Dika Roma!!"

Dika setengah mati kaget waktu beberapa teman cowok sekelasnya narik tangan dia buat bergabung dengan cowok-cowok lain yang mulai joget gak jelas dan gak nyambung sama lagu yang liriknya padahal bisa bikin galau.

"Joget apah, Dik! Muka lo kayak boyband Korea, tapi badan kaku amat!" Rian mengomel dan Dika memutar bola matanya.

"Siapa juga yang mau joget?!"

Rian menyeringai. "Gaes, paksa dia joget!"

Perintah Rian langsung ditanggapi oleh anak-anak cowok sekelas—gengnya Rian—yang ngelitikin Dika tanpa henti. Dika berusaha ngehindar, tapi dia gak bisa berbuat apa-apa. Dika gak bisa berhenti tertawa dan wajahnya memerah. Bahkan, sampe cowok itu muter-muter di lantai, tetap gak ada ampun.

Tania yang ngeliat seberapa merah mukanya Dika mulai panik dan melangkah mendekat, mengusir cowok-cowok yang mengerubungi Dika sambil berkata keras, "Eh, lo pada mau ngebunuh anak orang?!"

Akhirnya pada nurut dan ngejauh dari Dika yang buru-buru bangkit berdiri, memperbaiki seragamnya yang mulai lusuh. "Gue gapapa, kok. Tenang." Dika nyengir ke Tania sebelum beralih menatap Rian. "Minta setel lagu Ayu Ting Ting, gih. Entar gue ikutan gabung sama kalian dah." Dika menaik turunkan alisnya sementara, seisi kelas mulai heboh menyoraki.

Gak disangka, seorang Andika Mahendra Putra nyatanya merupakan salah satu penggemar berat Ayu Ting Ting.

*****

Ichbal Karisma memutuskan untuk melangkah ke luar dari kelas, bosan dengan teman-teman kelasnya yang lagi sibuk mojok sambil main gaplek. Yang bikin Ichbal gondok itu karena dia gak diajak main. Pas Ichbal mau ikutan, Dito yang pertama bilang kalo pemainnya dah pas dan Ichbal gak bisa gabung. Alasannya sederhana: Ichbal itu rajanya gaplek. Menang mulu dia kalo main gaplek. Makanya, pada kesel sendiri kalo main sama Ichbal.

RebutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang