4 | Tragedi Kopi

3.6K 544 328
                                    

"Selamat Datang"

Terdengar sapaan ramah disetiap kali pintu Coffee Shop yang tak pernah sepi pengunjung ini terbuka. Suara manly melancholic yang kerap kali menggetarkan hati kaum hawa itu tak lain tak bukan milik Brian Sathrya Wicaksono. Tidak hanya sibuk kuliah, cowok beriniasial B ini selain ngeband dia juga seorang barista di coffee shop yang berlokasi tak jauh dari kampus.

"Lumayan buat nambah-nambah beli rokok" tutur mahasiswa jurusan Management ini ketika ditanya alasan dia ambil part-time disela kesibukannya yang luar biasa. Selain alasan tersebut, makhluk penggemar berat kopi ini menerapkan ilmu ekonomi yang dipelajarinya secara maksimal, dengan menjadi barista berarti ia jadi bisa minum kopi kesukaannya gratis tiap hari.

"Dimana, Bang?"

"Kebiasaaan nih bocah, belum ngucapin halo udah di tanya aja dimana." Batin Brian

"Di Blanco Wa, kenapa?"

"Malem minggu gini kerja, Bang?" ini anak emang dasar ya, ajarannya si Jape nih pasti.

"Taik. Dari pada lo cuman di rumah kalo malem minggu. Cari pacar sana"

"Dewa nggak di rumah ye, ini lagi sama Waksa habis jajan steak."

"Steak (stick) drum?"

"Ha Ha Ha lucu banget ya, Bang" Brian tertawa terpingkal-pingkal dengan nada suaranya Dewa sampai di liatin pengunjung.

"Terus ngapain telpon? Mau pamer habis jajan steak?"

"Salah satu-nya gitu Bang"

"Gue getok pakek nampan lo ya, Wa"

"Hahaha, Dewa sama Waksa bingung mau kemana habis ini."

"Mau malem minggu kalian bermanfaat nggak?" terdengar nada menyakinkan dari Brian.

"Ya mau aja sih daripada gabut, emang ngapain Bang?"

"Dah ke Blanco dulu sini, nanti gue kasih tau" Tanduk setannya Brian tiba-tiba tumbuh di kepala (ini Brian apa banteng).

"Siap!" hubungan jarak jauh itu di putus sepihak dari seberang. Ini telpon apa status hubungan lo sih Bri?

15 minutes later...

"Jadi ini yang lo maksud 'bermanfaat' Bri?"

Waksa dengan apron yang melekat sempurna di tubuhnya mulai menyesali keputusannya tadi mengikuti Dewa ke tempat iblis tatakan panci satu ini. Si empunya hanya menaik turunkan alisnya sambil senyum nyebelin.

"Tau gitu tadi Dewa telpon Bang Surya aja. Daripada di sesatin Bang Brian gini." Sungut Dewa yang bikin gemes kakak-kakak angkatan yang kenal Dewa (termasuk gue hahahaha)

"Dah ah, aku nggak mau ngelap-ngelap'in cangkir lagi. Dari mana manfaatnya ngelapin cangkir begini." Waksa dengan sebal berdiri dan pergi ke toilet, tapi serbet yang di pakek buat lap cangkir itu masih nangkring di pundaknya. Dewa terkekeh melihat pemandangan itu.

"Permisi kak, mau Macchiato satu ya, sama ini deh Apple pie-nya satu" pesan salah satu pelanggan yang baru saja masuk.

Profesionalitas seorang Brian Sathrya akan terlihat ketika ia berada di lingkup kerjanya. Segila-gila aksinya di atas panggung, ia akan berubah menjadi sangat ramah dan sopan ketika ia berhadapan dengan pelanggan.

Ruang MusikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang