Twenty

1.8K 141 14
                                    

Nad membiarkan lidah James melesak masuk menyapu rongga mulutnya. Gadis itu serasa meleleh dan dadanya bergemuruh keras, terbakar api gairah.

Cara James mencium, menyentuh dan menghisap setiap inci kulit sensitifnya, membuat akal sehat Nad berputar 180 derajat. Berbalik patuh dan bahkan mulai ikut bergerak menyapukan jemarinya di balik kaos pria yang tengah bermain di atas tubuhnya itu.

"Argggh....,"
Sebuah erangan kecil yang lolos dari bibir Nad saat James menghisap ujung lehernya, membuat mata keduanya yang setengah terpejam langsung terbuka lebar.

Bagai terbangun dari hipnotis, James seketika bergerak mundur dari atas tubuh Nad ke tepian ranjang. 

Mata keduanya memancarkan sebuah kebingungan dan rasa syok yang tidak bisa dilukiskan.

"Oh my God,"bisik Nad buru-buru mengancingkan blousenya yang terbuka hampir separuh.

James sama saja, pria itu menatap kaosnya yang kusut dengan perasaan tak percaya. Nad sanggup menyentuh kulit perut dan dadanya seperti tadi.

"Maaf, aku pikir tadi itu mimpi." James menyuara, memecah keheningan kecil di antara mereka.

"Aku tadi juga berpikir seperti itu,"sahut Nad tersendat malu. Meski ia mencoba menyembunyikan rona merah yang membayang di pipi, toh James sudah terlanjur melihatnya. Hal itu sukses membuat James bergetar hebat pada bagian dada.

Shit. Umpatnya mengacak sebagian rambutnya kebelakang. Apa artinya dia juga pernah bermimpi seperti ini denganku?

"Ini bukan kamarku, apa ini kamarmu?" Tiba-tiba Nad memecah pikiran James yang mulai berlarian bodoh kemana-mana.

Aura gadis yang sempat membias malu perlahan berubah sengau seperti biasa.

"Bukan, sepertinya ini juga bukan apartemenku atau Roland. Aku belum pernah melihat kamar ini sebelumnya."

James bergerak menuju pintu, diikuti Nad.

"Ini dikunci."

Nad melotot, merebut kenop pintu itu dari tangan James. Benar, selain dikunci secara manual sebuah kunci digital sepertinya juga digunakan.

"Siby!"pekik Nad berang.

"Roland!" teriak James.

Tersadar seperti orang gila, dalam semenit, mereka sibuk memukuli pintu lalu mengumpat manajer mereka masing-masing.

"Ini sia-sia," ucap James mengatur sebagian nafasnya emosi.

"Sepertinya, mereka sengaja mengurung kita disini. Manajerku akhir-akhir ini selalu mengomel. Apa Roland juga?"

James mengangguk lemas. Pelipisnya mendadak berdenyut sakit. Hal itu selalu terjadi jika ia lepas kendali.

"Apa kau baik-baik saja? Wajahmu pucat," kata Nad mendekati James yang berjongkok menyentuh kepala.

"Aku butuh air putih."

Nad berdiri lalu menatap sekeliling ruangan itu. Ekor matanya mendapati lemari pendingin kecil di sudut ruangan.

"Terima kasih," James menerimanya sembari tersenyum tulus.
Nad hanya mengangguk, menarik tangan James berjalan menuju ke arah tepi pembaringan.

"Ada interkom. Apa kita bisa minta makanan? Pizza? Burger? Sapi panggang? Atau daging Asap?" Seloroh Nad sinis. Ia berusaha menyembunyikan kekesalan yang teramat dalam pada Siby.

James terdiam, meneguk air mineral dalam botol yang telah kosong itu dengan pandangan gamang.

Roland sudah merencanakan semuanya dengan baik. Ada dapur, kamar kecil, TV dan pakaian ganti. Apa dua manajer sinting itu sedang mencoba menyatukannya dengan Nad?

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang