Twenty Two

1.7K 128 10
                                    

Nad menatap punggung James dari sudut ranjangnya. Pria itu tidak bergerak, mungkin sudah tidur? Atau pura- pura tidur?

"Hei, apa kau sudah tidur?" tanya Nad duduk dengan selimut yang berjuntai hingga kaki.

"Ya, tapi kau malah mengajakku bicara. Aku belum pernah tidur seawal ini sebelumnya. TV nya mati dan charger ponselku tak ada," kata James, membalikkan badannya, membalas tatapan Nad.

"Apa Manajer kita akan membebaskan kita besok?" gumam Nad berjalan mendekati James. Mereka kemudian duduk saling berhadapan, saling melempar pandangan ke arah lain.

"Kita bisa mengobrol. Kau belum mengatakan apapun tentang Nilam padaku."

"Apa itu sebuah keharusan?" jawab James merebahkan punggungnya malas.

"Tidak, tapi aku ingin mengetahuinya."

"Untuk?" ucap James menggantungkan tatapannya pada gadis itu.

Nad mengendikkan sedikit bahunya. "Tidak ada alasan apapun James. Hanya, rasa benciku bermuara dari situ."

Hening. James memainkan tangannya ke udara.Keningnya berkerut tajam lalu mengendur di detik kedua," Baiklah."

Berusaha menahan senyum, Nad menepuk bahu James senang,"
Aku akan mendengarmu. "

------

Manila, 20 tahun yang lalu.

Berjalan dengan sedikit terseok, James menyusuri koridor terakhir menuju kelas Nilam.

"Nilam, James mencarimu!" teriak seorang temannya melempar gumpalan kertas pada gadis tomboy yang tengah menyetel musik di earphonenya.

Nilam tersenyum, mengabaikan seluruh isi tasnya yang berhamburan keluar dari loker kelas saat menghampiri James.

"James? Ada apa mencariku?" tanya Nilam membenahi ujung celananya yang kusut. Ia terlihat terlalu antusias dan mengabaikan beberapa pandangan sinis dari beberapa pasang mata yang tengah duduk di luar kelas.

James mendekat, berbisik kecil ke telinga Nilam. Entah apa yang mereka bicarakan. Hanya sebuah senyum terbahak yang kemudian keluar dari mulut gadis itu.

"Kau yakin?"

"Tentu saja. Kau harus datang," kata James meninju pelan bahu Nilam layaknya ia bicara pada seorang pria.

"Bawa juga puisi itu ya. Kemarin aku menang karena kau. Puisimu sungguh hebat jadi kali ini aku akan membuat lirik dari Puisimu lagi."

Nilam terpaku lama, menatap sisa kepergian James lewat derap kaki di ujung koridor. Mereka berbeda kelas karena jurusan yang berbeda.

"Ada urusan apa si brengsek itu?" cerca Marko menarik tangan Nilam ke dalam kelas. Ia dikerumuni beberapa pria dengan aura mengintimidasi.

"Hanya sebuah bisnis," kata Nilam malas. Ia sudah terbiasa hidup dengan para penjahat karena sang ayah adalah mantan narapidana. Keputusannya masuk ke sekolah yang sebagian besar adalah pria tidak menjadi masalah apapun baginya.

"Cih, pasti kau hanya di manfaatkan. Siapa yang akan peduli pada wajah sok tampannya itu? Kecuali kalau kau menyukainya! Pria playboy seperti James sungguh beruntung karena bisa menipu semua orang. Benar kan Nilam? Kau juga harus mendapat untung dari bisnis itu."

Tawa sekumpulan pria itu terpingkal sinis menunjuk wajah Nilam yang memerah seperti kepiting rebus.

Mereka tidak waras. James tidak seperti itu.

----
"Apa kau mengenal seseorang di sini?" tanya Nilam saat pandangan mata pria yang tengah ditaksirnya itu memandang ke arah lain saat sedang duduk bersamanya.

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang