Thirty two

1.7K 144 42
                                    

Nad benar-benar tak punya pilihan lain. Nilam yang terlalu cuek dan tidak peduli dan James yang mudah terpancing. Dua orang berbeda kelamin, tapi berwatak sama itu kini saling melempar pandangan benci.

"Konyol,"kata Nilam masih menyedot sisa-sisa Orange jusnya. Sinis dan sedikit mengejek.

"Kalau bicara yang jelas, dasar menyebalkan," sahut James menepis tangan Nad yang tengah berusaha menenangkannya. Beberapa penonton mulai terganggu dan berbisik-bisik.

"James? Apa kau tidak ingat? Apa yang kau janjikan padaku?" kata Nad mengancam kecil lewat tatapan mata. Ia menarik jaket James ke bawah, duduk di sisinya. Beberapa kali, ia mengusap punggung tangan kekasihnya agar mampu mengendalikan emosi.

Setahu Nad, Nilam tidak pernah seperti itu sebelumnya. Mungkin, ia hanya memendam perasaan kesalnya sejak tadi. Melihat pria yang dicintainya dengan wanita lain, pasti sangat menyakitkan bukan?

"Aku pulang!"
Nilam menyentak wadah jus kosong dalam genggaman tangan. Melangkah pergi lalu menginjak butiran pasir putih dengan emosi yang sepertinya akan meledak sebentar lagi.

Nad mengikuti Nilam dengan James yang menggerutu marah di belakangnya. Acara utama akan segera dimulai, tapi mereka bertiga malah meributkan sesuatu yang tidak jelas.

"Nad, biarkan saja!" teriak James menyerah. Ia duduk di sebuah bangku tepi pantai dan membiarkan Nad bicara dengan Nilam tanpa dirinya.

"Nilam."
Setengah berlari, Nad berhasil meraih tangan sahabatnya. Gadis berkaos tanpa lengan itu berhenti. Ia diam dan untuk sesaat menatap ke dalam manik mata Nad lekat-lekat. Tanpa menolak sedikitpun Nilam berakhir dalam pelukan erat Nadine. Sudah sangat lama, mereka tidak melebur dalam sebuah pelukan seperti itu.

"Nad, jangan jadi drama Queen. Aku baik-baik saja dan masih punya akal sehat,"kata Nilam menepuk bahu Nad ringan. Tak terlihat sedikitpun rasa kesal dari wajah atau nada suaranya. Saat Nad melepaskan pelukannya, Nilam tiba-tiba tersenyum kecil di sudut bibirnya.

"Apa kau tahu? James sangat menyebalkan. Seharusnya ia tidak membuatku jadi pengganggu, tapi ia terlalu brengsek. Benar kan Nad?"

Nad menggeleng,"Dia tidak seperti itu, percayalah. Hari ini dia akan minta maaf padamu."

Nilam memicing, menangkap bayangan James yang mengawasi dari kejauhan. Pandangan Nilam, sulit diartikan.

"Dia sudah melakukannya."

"Apa?"ucap Nad bingung. Ia tidak percaya dengan pendengarannya.

Kapan? Sejak berangkat hingga detik ini, mereka tidak pernah punya waktu berdua.

"Aku sudah memaafkannya. Pertengkaran kami, hanyalah omong kosong. Lelucon seperti ini dulu sering terjadi jika kami bertengkar hebat," Nilam berbisik kecil, menyeka sebutir air matanya," Dia mengajakku kesini agar aku sadar dan melihat langsung bahwa tidak ada kesempatan kedua. James mencintaimu Nad. Sejak dulu dan aku mengetahui hal itu."

Nad meremas jemari Nilam, merasa bersalah."Itu karena aku sengaja memberinya petunjuk di lembaran puisi yang kuberikan padamu, aku juga jahat."

"Tidak, jauh sebelum puisi itu ada, James sudah penasaran padamu. Ia konyol dan tidak sadar jadi aku selalu membuat jarak antara kau juga dirinya. Tapi? Lihatlah! Takdirmu ada di sini. Aku tidak bisa berbuat apapun lagi,"kata Nilam menggigit ujung bibirnya kesal juga kecewa. Mata gadis itu memerah panas.
"Nad, aku menyayangimu. Mungkin orang lain tidak tahu kalau aku tulus. Namun, hari dimana kau percaya bahwa aku bukan pelaku penyiraman air keras itu, aku terharu sekaligus senang. Kau tidak berubah."

Nad mencibir kecil,"Karena aku tahu, kau tidak segila itu. Seorang Nilam hanya mampu melempariku telur busuk atau kotoran. Dia hanya mampu melakukan hal itu," seloroh Nad tertawa dengan isakan. Mereka saling menatap, lalu kembali berpelukan erat.

Pemandangan aneh itu membuat James sedikit terganggu. Ia mengusapi lehernya yang terkena sengatan Matahari dengan gerakan kasar.

"Nad, aku akan memberitahumu sesuatu tentang James, apa kau mau dengar?"
Nilam mencondongkan bibirnya, bergerak dan tidak terdengar.

-----

"Nad? Hari ini cukup melelahkan. Bagaimana kalau kita istirahat dulu?" kata James menunjuk losmen kecil di pinggiran pantai. Kilatan jahil, mesum dan menggoda bercampur aduk di wajah kekasihnya itu.

Porsi ketampanannya, langsung menurun dimata Nad.

Belum juga habis isi piringnya, James masih juga menggumamkan hal yang sama. Menginap? Apa tidak ada cara yang lebih romantis untuk membujuk hasratnya? Ajakan terang-terangan seperti itu, justru memancing kekesalan saja.

Seperti kata Nilam tadi sebelum pergi, ia harus menyiksa James habis-habisan. Enak saja dia minta hal sepenting itu? Bukan karena tidak rela, hanya ingin membuktikan sesuatu.

"Apa kau bawa pengaman?"

James melotot dan hampir tersedak saking kagetnya. Apa dia tidak salah dengar? Nad bilang apa tadi?

"Tidak, aku tidak pernah bawa atau punya benda seperti itu," ucap James gugup sekaligus bingung. Ditatapnya Nad, aura gadis itu lebih tenang dari sebelumnya. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Sayang sekali, Honey. Coba saja kau punya, kita akan melakukannya sekarang," kata Nad melahap ujung sosis bakarnya dengan gerakan menggoda.

James terpancing sendiri. Ia seakan lupa, kalau ia sedang ada di Filipina yang tidak menjual bebas pengaman.

"Aku akan mencarinya! Kau Check -in dulu, setelah kau dapat kamarnya, hubungi aku ya?"

Seperti peluru yang terlepas dari senapan, James melesat pergi dari restoran itu.

Oh ya ampun. Apa ini tidak keterlaluan? Bagaimana jika James marah padaku? Aku kan hanya mengerjainya saja. Batin Nad mendadak takut sendiri.

----

Dengan masih memakai maskernya, James menghubungi beberapa kenalannya, dari sekian puluh teman, satu diantaranya memberinya sebungkus pengaman lewat layanan delivery spageti instan.

James menggerutu, menemukan bungkusan aluminium foil itu terkena saus tomat di pinggiran kardus.

Keadaan itu sungguh konyol. Jika bukan Filipina, ini tidak mungkin terjadi. Membeli kondom saja seperti membeli narkoba. Ya, para penggiat gereja menilai itu sebuah kejahatan setara dengan aborsi.

"Nad? Kau sudah dapat kamarnya? Aku mendapat apa yang kau inginkan," kata James menghubungi Gadis ydengan tengah gelisah itu antusias.

Sedikit membuat jeda kecil, Nad tak bicara selama beberapa detik. Berpikir, mungkin?

"Aku ada di kamar nomor 453," sahut Nad terdengar ragu dan resah.

James tersenyum kecil, ia bersyukur Nilam pergi tepat waktu.

"James jangan lama-lama. Aku juga ingin istirahat. "

--------Only 931 word.

Maaf, mungkin Nggak bagus. Percayalah. Gua dah berusaha. Lagi sakit soalnya....hikz
.....semoga cuma kecapekan.

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang