Thirty three

1.9K 144 10
                                    

Apa yang didapat James malam ini saat membuka pintu? Bukan seorang gadis seksi yang siap bertarung dengannya di atas ranjang. Melainkan sesuatu yang mengejutkan.

Tak ada siapapun di kamar itu. Ranjang masih tertata dengan lipatan rapi selimut.
Apa aku sedang dikerjai? Separah ini?

"James? Kenapa berdiri di depan pintu?"
Nad yang teryata sedang di luar mendorong bahu kekasihnya masuk.

James mendesah lega, tapi di menit berikutnya, ia tiba-tiba kesal setengah mati.

"Nad? Apa itu?"tanya James menunjuk sebuah bungkusan plastik pink bermotif bunga yang diletakkan Nad di sisi sofa.

"James? Jangan bilang kau belum baca pesanku ya?" gerutu Nad mengambil barang miliknya itu.

James syok di detik pertama melihat pembalut yang dipegang Nad dalam genggaman.

"Nad?"

Nad hanya berdehem tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ya, itu memang bukan salahnya kan? Tentu bukan jika ia benar-benar datang bulan.

"Jangan berekspresi seperti itu! Mana aku tahu kalau akan datang bulan di saat-saat penting?"
Nad berkacak pinggang, menekuk sebagian bibirnya kesal--lebih tepatnya, pura-pura kesal.

James bingung harus berkata apa lagi. Moodnya benar-benar rusak dan mendadak ia ingin segera tidur saja setelah ini.

"Bagaimana? Dia marah?"
Tanya Nilam dalam sambungan telepon saat Nad sedang di kamar kecil.

"Entah, mungkin iya. Apa ini tidak keterlaluan?  Dia kelihatan kecewa sekali," gumam Nad setengah berbisik.

"Tidak jika James benar-benar mencintaimu. Lakukan hal itu lagi, Ups... Aku ingin sekali melihat ekspresinya," tawa Nilam terkekeh di seberang.

Belum sempat Nad menimpali ucapan Nilam, terdengar pintu kamar mandi itu diketuk keras berulang-ulang.

"Nad, keluar! Kita perlu bicara!" teriak James sedikit memaksa.

Panik, Nad menutup sambungan seluler itu cepat-cepat lalu meletakkan ponselnya begitu saja di tepian wastafel kamar mandi.

"Lama sekali!  Apa kau keluar banyak?  Perutmu sakit?"
Nada khawatir James membuat hati Nad berjingkat resah. Ia merasa bersalah sekarang.

Menggaruk lehernya yang sama sekali tidak gatal, Nad membiarkan James merangkulnya hingga tepian sofa.

Nad menatap kikuk pada bola mata James yang tengah mengamatinya penuh selidik. Hatinya diam-diam berloncatan kecil.

"Ada apa?"

Nad menggeleng pelan lalu pura-pura menguap dan menyadarkan sebagian tubuhnya di bahu James. Ia mulai terbiasa dengan tubuh pria itu. Aromanya sangat menenangkan.

"Barusan aku mendapat kabar dari Roland kalau pelaku penyiraman air keras tempo hari, sudah ditangkap," gumam James mengusap lembut bahu Nad. Ada kegetiran saat James mengatakan hal itu.

Gadis itu bangun dari rebahannya, dengan rasa penasaran yang luar biasa "Apa seorang fans konyol?"

James menggeleng, menyusuri pipi Nad dengan jarinya,"Elena."

Betapa berangnya wajah Nad saat mendengar suara James yang terdengar berat saat mengungkap pelaku sebenarnya.
" Kau harus minta maaf pada Nilam! Aku sudah bilang padamu sejak awal, dia bukan pelakunya!" teriakannya kini bercampur dengan amarah juga kekecewaan.

Ingatan Nad kembali melayang, di saat pertama kali melihat Elena memeluk James dengan pakaian seksi dan sangat terbuka. Elena lebih rendah dari seorang Jalang.

"Dia, tidak seperti itu sebelumnya. Nad? Jangan marah padaku. Itu bukan salahku!" rajuk James memijit kepalanya kesal. Bisa-bisanya ia dilibatkan, bahkan ia tidak tahu apapun.

"James? Tidak masalah jika kau sedih, tapi aku hanya ingin kau minta maaf pada Nilam. Itu saja."

Pandangan keduanya kini bertemu, menatap sedih satu sama lain.

"Kau harus tulus melakukannya atau tidak sama sekali." Nad bersuara parau, meremas jemari tangannya sendiri.

Nad merasa James masih terikat batin dengan Elena. Hatinya terasa sakit juga tidak terima.

"Aku tahu, aku salah. Maafkan aku."

Kembali Nad menggeleng, tapi ia tidak menolak saat James menariknya untuk duduk lagi dalam dekapannya.

"Aku akan meminta maaf padanya. Kita akan makan seafood goreng pak Beaky --atau siapapun itu. Besok siang. Bagaimana?"

Mata Nad langsung bersinar senang,"Apa itu sebuah janji?"

"Tentu, aku berjanji. Tapi?... Berikan aku sebuah ciuman."

Nad meraup wajah James yang bergerak cepat menuju wajahnya,"James! Ayo kita pulang saja. Penerbangan ke Manila masih ada dua jam lagi."

"Tidak, aku tidak mau," keluh James menepis jemari Nad dari wajahnya.

"Ayo, Nad. Sebentar saja."

Cup.
Sial. Tanpa permisi, James mendorong gadis itu ke atas sofa, Nad menggeram kesal, tapi tak mampu berkata apapun saat James menciumnya tanpa henti. Sama sekali, ia tidak diberi kesempatan untuk bernafas dengan benar.

"Nad? Apa kau tahu? Ada cara lain bercumbu disaat wanita sedang 'terganggu'. Apa kau mau mencobanya?"bisik James memberi tatapan berhasrat liar.

Bukannya tergoda, Nad malah mencubit pipi James keras-keras.
"Ayo pulang dasar mesum!"

----

Ponsel Nad hampir saja tertinggal jika James tidak mendengar suara dering ponsel dari arah kamar mandi.

Alih-alih ingin mengerjai dengan menggantinya dengan nada getar agar tidak ketahuan, James malah mendapati pesan Nilam yang tak sengaja tersentuh olehnya.

Damn! Awas ya, hari ini kau mengerjaiku. Besok giliranku! Batin James memasukkan ponsel Nad dalam saku celananya.

"James? Ayo! Jika tidak bergegas kita bisa ketinggalan pesawat!"

----

"Ada apa?"

Pertanyaan itu, kerap Nad dengar, setidaknya satu jam sejak ponselnya yang biasa ada dalam tasnya menghilang.

"Tidak apa-apa," ucap Nad memilih melempar pandangannya ke arah luar jendela pesawat. Tak ada apapun di sana, hanya tersedia awan putih untuk di lihat.

Kini, mereka sudah mengudara dan hampir sampai di Filipina. Belum lewat tengah malam untuk James membalas dendam.

"Nad, mampir dulu sebentar di apartemenku ya?"

Nad yang sama sekali tidak curiga, tanpa menanyakan apapun bergumam setuju. Tak mungkin kan? James memaksa saat keadaannya tengah terganggu?

Tak kurang dari satu jam, mereka sudah berpindah ke sebuah taksi yang dipesan James lewat aplikasi ponsel. Cukup nyaman, hingga Nad terlelap dengan mudah di pelukan James sepanjang perjalanan.

"Apa kau mencari ini?"

James menyodorkan ponsel Nad dari dalam sakunya dengan ekspresi datar dan penghakiman.  
Nad mengerjap, menangkap suasana apartemen James yang sedikit remang.

Itu, bukan ruang tamu. Tapi, sebuah ranjang.
Kamar James?

Pasti tadi Nad ketiduran dan James menggendongnya.

Akh. Apa ini jebakan? Aku berharap dia tidak membaca isinya. Gerutu Nad masih belum sadar dari rasa kantuk yang mendera.

"Ayo, katakan. Dengan apa aku harus memaafkan kebohonganmu kali ini?" tanya James, mendekat. Mengangkat dagu tirus milik Nad. Tatapan mereka bertemu dan dalam sekejap, kegelisahan besar terlihat pada wajah seorang Nadine.

Ia ketahuan.

"Nad, katakan sesuatu. Apa yang bisa kau lakukan agar kau mau memaafkanmu? Hanya dengan sebuah ciuman tidak akan cukup buatku. "


---------?1103word.

Gaje? Rasain! Karena ini adalah 3 part terakhir !

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang