Twenty Eight

1.7K 134 2
                                    

Nad duduk di atas sebuah bangku usang sebuah taman dengan cangkir ice tea yang setengahnya sudah ia minum. Di sebelahnya, ada Nilam yang sudah membuang seluruh isi minuman ke dalam tenggorokan sejak tadi.

Lingkungan itu cukup sepi jadi Nad tak perlu memakai kacamata hitamnya.

"Nad, apa kau yakin aku tidak terlibat dengan penyerangan hari ini?"
Nilam bertanya tanpa mau menatap Nad. Ia membebaskan pandangannya ke depan, menyusuri petak keramaian yang berada jauh dari mereka.

"Aku mengenalmu lebih dari James. Dia tidak tahu apapun tentang dirimu," kata Nad mencoba memilih kalimat yang dianggap paling aman untuk jiwa Nilam yang sedang panas.

Nad melirik Nilam, mengamati sahabatnya. Benar kata James, ada lebih banyak tatto yang terekam jelas di kulitnya sekarang. Aura pemarah, culas dan kasar begitu identik dengan wajahnya.

"Aku---aku mencintai James melebihi apapun Nad. Apa kau juga tahu itu?"kata Nilam mengusapi jemarinya sendiri.

Nad tak tahu harus bereaksi seperti apa mendengar gadis lain mengatakan 'cinta' pada kekasihnya. Ia tidak merasakan sakit, justru merasa bersalah dan iba. Ya, Nad tahu Nilam pasti punya alasan kenapa ia berani mengatakan hal selancang itu padanya.

"Aku tahu, tapi James sepertinya telah salah paham tentang kejadian yang menimpa kalian di masa lalu. Ada baiknya kau bicara jujur agar ia bisa lebih baik dalam menilaimu," kata Nad meneguk sisa ice tea-nya sebelum akhirnya ia membuang wadah itu ke tempat sampah.

Ada perasaan ngelu sekaligus firasat buruk jika Nilam mau bicara jujur, sejujur -jujurnya. Mungkin, James akan berbalik menuju Nilam tanpa mau melihatnya lagi.

"Nad, terima kasih telah mempercayaiku. "

Pelan, Nilam merengkuh bahu Nad. Tubuh kedua sahabat itu saling tenggelam merasakan perasaan mereka masing-masing. Nad sadar dan sangat peka. Meski Nilam bermulut kasar dan kadang menyakitkan, gadis itu tidak pernah mampu menyakiti orang yang dia sayangi.

Nad yakin, dia adalah salah satu orang itu. Seandainya boleh, Nad harus mengakui satu hal. Saat puisi terakhir ia serahkan pada Nilam untuk James, gadis itu secara sadar menuliskan sedikit petunjuk jika Nilam bukanlah orang yang membuat puisi itu.

Nad merasa bersalah, karena sikap emosionalnya, membuat persahabatan James dan Nilam renggang hingga sekarang. Penuh ketidak percayaan.

----

James membanting sisi pintu apartemennya keras-keras. Wajahnya memerah, menendang benda apapun yang terjangkau oleh kakinya.

"James! Ya Tuhan! Apa kau kerasukan setan? Mana Nad? Beritanya sudah viral di mana-mana!" teriak Roland muncul dari pintu dapur. Ia memegang laptop yang sedang memutar video amatir saat serangan terjadi.

"Persetan dengan mereka! Roland? Nilam jelas-jelas dalang di balik semua ini, tapi Nad lebih percaya pada jalang itu daripada kekasihnya sendiri!" teriak James menunjuk video itu kesal.

Roland membuka mulutnya tak percaya, " Nilam? Maksudmu Nilam si preman wanita itu?"

"Iya! Siapa lagi?"
Kembali, James menendang sebuah alat drum yang berserakan di atas meja kaca.

"James! Hentikan bodoh! Kau ingin aku membersihkan semua kekacauan di luar dan di dalam rumah, huh!" pekik Roland menyeret James duduk di sofa.

"Lihat videonya! Apa Nilam yang ini?"

Sedikit ogah-ogahan James melirik sosok kasar Nilam yang menghajar dua tersangka penyerangan sendirian. Seperti agen rahasia CIA di film hollywood. James berteriak sebal, lalu mengiyakan.

"Tidak akan ada yang percaya padanya! Pasti semua Nitezen tengah membully gadis parah itu sekarang," cetus James tertawa sinis.

"Kau salah, hanya kau yang menganggapnya bermasalah. Dia jadi artis dadakan di media sosial. Belum ada satu jam video ini diunggah, jutaan orang membagikannya di puluhan media sosial, chat bahkan media online. James, kita kalah kali ini."

Rasanya, James ingin berteriak lagi. Sayang, salivanya langsung kering.

-----

Ny. Betris terjaga dengan Nad yang mengingau di sampingnya. Pelipis hingga telapak tangan Nad sangat panas, tapi keringat dingin mengalir lumayan deras hingga pakaian tidurnya terasa basah.

Berusaha tetap tenang, ia menghubungi panggilan dokter 24 jam. Beruntung, langsung diterima dan ada seorang dokter yang akan tiba 20 menit menuju kediaman Nadine.

"Dia terkena gejala typus. Kurang istirahat, banyak pikiran dan dietnya sedikit memengaruhi asam lambung," jelas sang dokter mendorong kacamatanya kebelakang.

Ny. Betris mengangguk kecil, menerima resep obat yang ternyata harus ia tebus sekarang juga. Padahal, pembantu di rumah sudah pulang dan penjaga tidak mungkin ia suruh pergi saat rumah dalam keadaan kosong.

Sambil mengantar sang dokter hingga pintu depan, Ny. Betris menghubungi James. Hanya dia satu-satunya pria yang bisa diandalkan putrinya sekarang. Walaupun tidak menjelaskan apapun, wanita paruh baya itu tahu, ada cinta diantara keduanya.

"James? Maaf mengganggu. Tante minta tolong, bisa? Nad tiba-tiba sakit dan butuh obat sekarang. "

-----

James sangat sial malam ini. Ia mendapat panggilan dari Ny. Betris saat ia sedang di klub malam. Bukan karena kumat mabuk-mabukan, tapi James kesal pada Nad karena kejadian hari ini.

Untung saja, James belum sempat minum jadi ia punya keberanian untuk menemui Nad malam-malam.

Satu jam mencari apotek yang masih buka, James berhasil menebus resep obat Nad dan langsung meluncur ke rumah kekasihnya itu.

"Mungkin karena kejadian tadi siang, badannya mendadak drop dan panas sekali."

James yang baru datang langsung disambut curhatan hanya mengangguk kikuk. Ia berjalan mengikuti Ny. Betris masuk kamar Nad.

Gadis itu terlihat sangat lemah. Mengingau dan basah oleh keringat. James langsung merasa bersalah. Di saat Nad terbaring sakit, ia malah pergi minum dan berencana mabuk beberapa hari ke depan.

"Bisakah aku menemani Nad sebentar?"

Pertanyaan penuh keraguan itu, disambut anggukan ringan dari leher Ny. Betris.

"Berbaringlah di sofa sebelah sana, Nad kadang mengingau saat sakit. Pastikan jangan terlalu dekat dengannya karena kau bisa tertular."

James tak tahu, apa itu sebuah peringatan agar tidak ada kontak fisik atau sejenisnya. Namun, James merasakan ketulusan dalam setiap perkataan calon mertuanya itu.

"Terima kasih."

Ny. Betris mengangguk, menepuk bahu James sebelum akhirnya ia pergi, meninggalkan pintu kamarnya setengah terbuka.

-------924WORD-----

Ngantuk gaesssss.......

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang